Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tekan Kasus HIV/AIDS pada Anak dengan Sosialisasi Bahaya AIDS ke Panti Asuhan?

10 Juni 2018   22:18 Diperbarui: 11 Juni 2018   08:59 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: parenting.firstcry.com)

Kasus HIV/AIDS pada anak kelompok usia berapa?

Kalau pada anak-anak < 1 tahun dan pada usia 1-4 tahun jelas terkait dengan ibu yang melahirkan mereka. Begitu juga dengan kelompok usia 5-14 tahun juga kemungkinan tertular ketika bayi dari ibu mereka.

Disebutkan juga: Dirinya (Valentina-pen.) juga menjelaskan bila Kementerian PPPA terus berupaya untuk menekan angka kasus HIV/AIDS pada usia anak. Kegiatan sosialisasi akan terus dilakukan dan penyampaian informasi untuk anak diusahakan untuk dikemas secara berbeda. Salah satunya dengan lagu dan iringan musik agar anak-anak lebih mudah menyerap informasi.

Lagi-lagi tidak jelas anak usia berapa yang jadi sasaran sosialisasi untuk menekan angka kasus HIV/AIDS pada usia anak?

Valentina mengatakan: "Perempuan itu seharusnya berani menanyakan kepada pasangannya apakah dirinya pernah melakukan hubungan seksual dengan orang lain. Namun di budaya kita hal itu belum bisa."

Kalau begitu sasaran sosialisasi bukan anak-anak balita dan perempuan, tapi laki-laki dewasa dalam hal ini suami. Selama ini yang jadi 'sasaran tembak' sosialisasi HIV/AIDS hanya kaum perempuan. Tes HIV pun diharuskan bagi perempuan yang hamil. Mengapa bukan suami perempuan yang duluan tes HIV? Perempuan jadi pelengkap-penderita sementara laki-laki jadi penyebab penderitaan perempuan.

Ada lagi pernyataan: Maka dari itu, dirinya juga berharap pemerintah membuat kebijakan agar pasangan yang hendak menikah melakukan pemeriksaan HIV/AIDS dahulu. Pemeriksaan ini bisa meminimalkan risiko seorang anak terkena penyakit tersebut karena bawaan dari orangtua.

Biar pun hasil tes HIV pada calon mempelai negatif, itu tidak bisa jadi jaminan suami akan HIV-negatif sepanjang hidupnya, karena: Apakah ada jaminan laki-laki yang beristri otomatis tidak akan pernah lagi melakukan hubungan seksual dengan pasangan lain di dalam atau di luar nikah?

Tentu saja tidak ada jaminan. Bahkan, surat keterangan 'bebas AIDS' yang dimiliki suami akan dia jadikan 'senjata' ketika istrinya terdeteksi mengidap HIV/AIDS dengan mengatakan istrinya selingkuh. Runyam, 'kan.

Untuk menekan kasus baru pada bayi adalah dengan membuat regulasi yang memaksa suami perempuan yang hamil menjalani konseling HIV/AIDS yang dilanjutkan dengan tes HIV jika perilak seksual suami berisiko tertular HIV. Tidak perlu sosialisasi ke panti asuhan karena kuncinya bukan pada anak-anak, tapi pada orang tua.

Di beberapa negara di Asia Pasifik menjalankan program survailans tes HIV terhadap ibu hamil sehingga bisa dijalankan program pencegahan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun