Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Serial Santet #29 | "Kalau Sudah Main Laut, Taruhannya Nyawa, Pak."

21 Januari 2018   00:29 Diperbarui: 15 Juni 2018   14:03 2919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah dua puluh tahun lebih penulis menghadapi serangan berupa santet, tapi sampai hari ini tidak ada jawaban yang pasti mengapa saya dan anak-anak saya dijadikan tumbal atau wadal untuk pesugihan.  Yang terjadi adalah saya terus-menerus jadi sasaran santet.

Saya tidak pernah mengganggu atau mengusik mereka. Tidak punya utang. Tidak ada masalah apapun. Hanya saja, seperti dikatakan Bu Haji, di Pandeglang, Banten, salah satu dari beberapa orang yang membantu saya, "Bapak dipilih karena baik." Di satu sisi memang kabar gembira, tapi di sisi lain justru jadi beban karena dijadikan pilihan sebagai tumbal. "Kalau Bapak tidak rajin salat malam dan puasa senin-kemis, mungkin Bapak ke sini pakai kursi roda," kata Bu Haji.

Derita fisik dan psikologis sudah tidak bisa dihitung baik karena sakit maupun kehancuran usaha karena jadi korban pamuragan (tanah kuburan yang dikirim ke tempat usaha untuk menghabisi harta atau nyawa atau dua-duanya). Maksud hati meminta doa dan dukungan, tapi dari 10 orang yang mendengar cerita saya 8 di antaranya justru mengejek, mencaci dan menghina: ada yang menyebut saya orang bodoh karena percaya pada tahayul, ada juga yang menyebut saya musyrik, ada pula yang menyebut saya tidak taat, dll.

Walaupun serangan bak mitraliur, alhamdulillah, saya dan anak saya lolos sebagai tumbal dengan imbalan kematian di pihak yang menjadikan saya dan anak-anak sebagi wadal. Ternyata kematian di pihak sana tidak menyurutkan upaya mereka menghabisi saya dan anak.

Serangan yang datang akhir-akhir ini bagaikan 'senjata pamungkas' karena yang diserang bagian-bagian vital di tubuh, terutama bagian kepala. Beberapa hari belakan ini kepala saya sakit bukan alang kepalang. Kepala serasa diperas. Punggung gatal.

Saya coba mengontak Pak Ajie di Cilegon, Banten. "Benar, Pak, ada lagi kiriman." Ini bunyi pesan singkat Pak Ajie. Kiriman yang dimaksud adalah benda di dalam tubuh yang dikirim secara gaib oleh dukun santet.

Karena tidak kuat lagi menahan nyeri di kepala saya pun menjumpai Pak Ajie (19/1-2018). Sambil ngobrol Pak Ajie 'menerawang' badan saya. Sambil mengerenyitkan dahi Pak Ajie menyebutkan ada dua benda padat di kepala dan ada dua pula di punggung, "Seperti binatang hidup," kata Pak Ajie.

Setelah meramu dedaunan sebagai alat, Pak Ajie pun menarik benda di punggung. "Wah, ini kaki kepiting," ujar Pak Ajie sambil memperlihatkan benda yang baru dia tarik. Ternyata ada dua.

Menurut Pak Ajie, kalau sudah pakai laut begini (maksudnya menggunakan binatang dan tumbuhan laut yang dikirim) taruhannya nyawa.  Saya hanya pasrah dan memohon kepada-Nya agar terhindar dari perbuatan orang-orang musyrik.

Benda yang ditarik bagian dari kaki sejenis kepiting atau binatang laut lain. Terasa bau amis dan busuk.

Pak Ajie melanjutkan 'pencarian' benda di kepala. Benda-benda itu dikirim secara gaik setelah dijadikan secam jelly (proses ini dikenal sebagai dematerialisasi) agar bisa masuk ke tubuh. Di dalam tubuh jellybekerja seperti benda alsi asli yang menyebabkan kesakitan dan efek lain yang diharapkan oleh yang membayar dukun mengirim benda-benda tsb.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun