Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tolak Pembahasan RUU Pertembakauan untuk Menyelamatkan Masa Depan Bangsa

11 Maret 2017   20:15 Diperbarui: 11 Maret 2017   20:50 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas medis menganalisis rontgen kanker paru-paru pasien yang menjalani perawatan di Klinik Paru RSUP Persahabatan, Jakarta Timur (3/3-2017). Sebanyak 90 persen pasien kanker paru-paru memiliki riwayat sebagai perokok. (Sumber: Harian KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)

Secara sosiologis Komnas PT melihat RUU Pertembakauan memberi ruang gerak yang khusus bagi tembakau mulai dari hulu sampai hilir, padahal tembakau hanya bagian kecil dari komoditas pertanian nasional. Hanya tiga provinsi, dan tidak di semua kabupten, di Indonesia yang menjadi sumber komoditas tembakau yaitu Jawa Timur (60,1 persen), NTB (17 persen), dan Jawa Tengah (13,3 persen), serta daerah lain (8,9 persen) [Kementerian Kesehatan RI, 2015].

Produksi tembakau nasional hanya 4,6 persen dari produksi tembakau dunia. Pada rentang waktu 1996-2013 persentase petani tembakau nasional hanya 1-2 persen dari jumlah petani di sektor pertanian. Data Badan Pertanian PBB (FAO) menunjukkan sampai tahun 2012 produksi tembakau nasional sebesar 226.704 ton atau hanya 3% dari produksi tembakau global. Tiongkok, Brazil, India, Amerika Serikat adalah negara terbesar penghasil daun tembakau dengan mendominasi 69.8% produksi daun tembakau dunia.

Petani tembakau (Sumber: kretek.co)
Petani tembakau (Sumber: kretek.co)
Lagi pula, secara alamiah dari tahun ke tahun luas areal tanaman tembaku terus berkurang sehingga jumlah petani tembakau juga menyusut. Catatan Komnas PT menunjukkan petani tembakau mulai menyadari bahwa tanaman tembakau bukan tanaman untuk masa depan karena secara global upaya untuk menurunkan konsumsi rokok terus terjadi hampir di semua negara. Jadi, “Penyusutan lahan dan petani tembakau bukan karena penetapan tembakau mengandung nikotin,” kata Julius.

Impor Tembakau

Hampir 90% negara-negara di dunia ini telah memberlakukan pengaturan ketat terhadap konsumsi produk tembakau demi kesehatan masyarakatnya sehingga mempengaruhi pandangan petani tembakau terhadap masa depan tanaman tembakau. Itu artinya ekspor daun tembakau dan rokok bisa mencapai nol sehingga produk tembakau nasional akan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sendiri.

Data Statistik Perkebunan Indonesia menyebutkan bahan baku rokok di Indonesia adalah tembakau impor yaitu 106.570 ton atau 49.7% dari produksi tembakau nasonal, bahkan sekarang angka impor daun tembakau mencapai 60%. Bandingkan dengan ekspor daun tembakau Indonesia. Tahun 2011 ekspor daun tembakau Indonesia hanya 18.1% dari total produksi daun tembakau nasional. Artinya, persentase impor terhadap ekspor mencapai 273.9%.

Menurut Faisal, tembakau hanya salah satu dari sekian banyak komoditas pertanian yang juga tidak terlalu menguntungkan petani karena tata niaga yang rumit dan permainan pasar yang berperan besar dalam perdagangan tembakau. Faktor alam dan perawatan yang sulit juga menurunkan keuntungan petani. Bertolak dari fakta ini sudah saatnya pemerintah memikirkan alih budidaya tanaman tembakau dengan tanaman lain.

Celakanya, RUU Pertembakauan sama sekali tidak memikirkan masa depan petani tembakau ketika kelak tembakau tidak bisa lagi diandalkan sebagai komoditas pertanian. Bahkan, RUU Pertembakauan tidak memperhitungkan eksternalitas lain, misalnya biaya kesehatan petani tembakau (green tobacco sickness),peningkatan kesejahteraan petani dan buruh pabrik,pemulihan kesuburan tanah, penanganan deforestasi, kebakaran, serta pengambilan dan pengelolaan limbah B3 puntung rokok.

Ilustrasi (Sumber: desipandora.com)
Ilustrasi (Sumber: desipandora.com)
Daun tembakau Indonesia tebal sehingga tidak ekonomis untuk bahan baku industri rokok ringan (mild). Padahal, pangsa pasar rokok terbesar di Indonesia adalah rokok mild. Maka, tidak mengherankan kalau kemudian ada impor daun tembakau yang mencapai 60% dari produk tembakau nasional. Maka, jadi pertanyaan besar mengapa RUU Pertembakauan tidak mengutamakan ekspor daun tembakau Indonesia sebagai bahan baku cerutu yang penggemarnya banyak di luar negeri? 

Ada pula kesan bahwa terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di indusri rokok nasional yang dipersepsikan akibat dari kekurangan bahan baku. Padahal, yang terjadi adalah industri besar mengakuisisi industri rokok kecil yang memakai tenaga manusia sebagai pelinting dan menutup pabrik lintingan tsb. Industri rokok besar lebih banyak memakai mesin sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak.

Rupanya, ada ‘keluhan’ dari kalangan produsen rokok bahwa dengan menetapkan tembakau sebagai bahan yang mengandung nikotin permintaan rokok turun. Nikotin masuk zat adiktif yang sekaligus juga sebagai toksik atau racun, tapi tidak termasuk sebagai narkotika. Badan Kesehatan Sedunia (WHO) menyebutkan substance abuse yaitu zat dalam tembakau bukan tembakau atau rokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun