Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melancarkan Kritik Melalui Tulisan Bukan dengan Mencaci-maki, Mengejek dan Menghina

5 Januari 2017   16:10 Diperbarui: 31 Januari 2023   10:50 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokumen pribadi

Lancarkanlah kritik bukan kebencian. Tulisan yang didorong oleh kebencian dengan caci-maki, ejekan apalagi dengan hinaan merendahkan harkat dan martabat manusia yang diberikan oleh YMK kepada mahluknya. Kebencian merupakan ‘penyakit’ yang menggerogoti hati sehingga cara berpikir pun jungkir balik karena tidak bisa lagi berpikir jernih.

Kritik merupakan langkah yang atraktif  jika disampaikan dengan dukungan data dan fakta. Dalam sebuah perjalan dari Jakarta ke Surabaya dengan GA beberapa tahun yang lalu, penulis berdampingan dengan mendiang RH Siregar, wartawan Harian “Sinar Harapan” sebagai grup yang juga menaungi Tabloid “MUTIARA”, selanjutnya jadi “Suara Pembaruan” karena “SH” dibredel rezim Orba. Siregar salah satu anggota Dewan Pers Indonesia. Dalam diskusi kurang lebih 90 menit itu penulis meramunya seperti dalam matriks (gambar) ilustrasi tulisan ini.

Hak Tolak

Dalam matriks jelas bahwa dalam dunia jurnalistik (pers atau press) yang dilindungi oleh hukum, dalam hal ini UU Pers, hanya berita, laporan atau reportase yang ditulis dengan dukungan data dan fakta. Dalam jurnalistik fakta ada 4 yaitu: privat, publik, opini dan empiris.

Wartawan atau media yang mengedepankan fakta privat termasuk gosip, seperti infotainment.

Baca juga: Menyoal Nilai (Berita) Infotainment

Biar pun infotainment ‘diramu’ dengan kaidah jurnalistik, tapi karena mengedepankan fakta privat hal itu tidak bisa dilindungi oleh UU karena bukan hasil kerja jurnalistik. UU mengatur Hak Tolak bagi wartawan jika karya jurnalistik sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik.  

Dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers di pasal 10 disebutkan: Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. Itulah sebabnya disebutkan sebelah kaki wartawan ada di penjara karena sangat mudah tergelincir sehingga menabrak UU yang membawa mereka ke meja hijau. Jika sumber berita mengatakan tidak bersedia disebutkan namanya, maka hakim pun memerintahkan wartawan masuk bui jika tetap bersikukuh tidak mau menyebutkan sumber berita karena ada Hak Tolak.

Dalam UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (PWI dan Dewan Pers) jelas disebutkan wartawan Indonesia menghindari pemberitaan terkait pribadi jika tidak menyangkut kepentingan publik. Begitu juga dengan fakta opini tidak bisa dilindungi UU karena bersifat pendapat pribadi.

Dalam jurnalistik karya yang dilindungi oleh UU adalah tulisan, berita, dan laporan yang didukung dengan fakta publik dan fakta empiris. Misalnya, kritik terhadap Pemerintahan Presiden SBY terkait dengan kesehatan masyarakat. Diberitakan bahwa selama 10 tahun memerintah SBY berhasil membangun rumah sakit meningkat 600 persen dari sebelumnya (detiknews, 14/7-2014). Jika kita kritis ada persoalan di balik data ini yaitu ada peningkatan jumlah warga yang sakit. Celakanya lagi penyakit yang banyak diderita warga Indonesia bukan penyakit menular, tapi penyakit degeneratif yang bisa dicegah dari awal sehingga tidak harus menderita dan dirawat di rumah sakit.

Kritik dilancarkan dengan mencari data berupa penyakit yang menjadi penyebab kematian pada periode itu. Ternyata dari 10 penyakit yang menyebabkan kematian terbanyak 8 di antaranya penyakit degeneratif (tingkat kesehatan yang menurun seiring dengan usia karena penyakit yang diderita, al. penyakit bawaan dan karena pola hidup). Penyakit menular penyebab kematian tsb., yaitu TB dan diare, juga bukan wabah (penyakit yang mudah menular secara massal) sehingga tidak memerlukan sarana kesehatan yang banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun