Tidur sekamar selalu dikaitkan dengan hubungan seksual. Maka, di beberapa kota tidak ada kamar yang mempunyai pintu penghubungan (connecting door) dengan alasan kalau ada pintu penghubung akan terjadi perzinaan. Pandangan itu naif sekali karena beda kamar, bedah lantai, bahkan beda hotel pun bisa saja terjadi perzinaan jika satu pasangan sudah sepakat melakukannya.
Padahal, Bondan sendiri meminta kamar dengan dua tempat tidur terpisah. Tapi, karyawan hotel yang menerima mereka justru berburuk sangka dan mengejek Bondan. ”Remaja sekarang rusak,” kata karyawan hotel tsb. tentang Bondan.
Apakah remaja dulu yang sekarang seusia karyawan itu tidak rusak? Kasus HIV/AIDS pada istri terus terdeteksi di semua daerah di Nusantara yang menunjukkan sebagian kalangan dewasa juga ’rusak’ karena melacur tanpa kondom yang membuat mereka tertular HIV/AIDS.
Streotip (KBBI: konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yg subjektif dan tidak tepat)dimunculkan pula dalam FTV tsb. yaitu menyebutkan perempuan yang mau diajak tidur di losmen sebagai ’perempuan nakal’.
Lalu, apa julukan bagi laki-laki dewasa, terutama yang beristri, yang membawa cewek ke penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang serta lokasi pelacuran?
Penyebuatan ’perempuan nakal’ merupakan salah satu bentuk bias gender yang hanya menimpakan kesalahan (moral) kepada perempuan.
Kalau saja skenario “FTV” itu digarap lebih baik tentulah tidak perlu ada penangkapan di kamar losmen. Bisa saja, misalnya, ketika Bondan dan Saraswati keluar dari losmen pagi hari dilihat teman atau keluarga sehingga dilaporkan ke orang tua Bondan dan Saraswati. Cara ini lebih smooth sehingga arif dan bijaksana.
“FTV” garapan dsx productions dan screenplayproductions biasanya bagus, tapi “FTV” “Calon Istri yang Sempurna” buruk sekali karena mengesankan razia pasangan yang menginap di losmen di Yogyakarta akan diadukan karyawan hotel ke polisi. *** [Syaiful W. Harahap] ***