Mohon tunggu...
indriyani
indriyani Mohon Tunggu... Mahasiswa

haii semuanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Burung, Judi, Dan Keluarga: Apresiasi Pementasan 'Malam Jahanam'

10 Juli 2025   21:52 Diperbarui: 10 Juli 2025   21:52 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemetasan Malam Jahanam, Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Seni Budaya Universitas Halu Oleo

     Menonton drama teater "Malam Jahanam" yang dipentaskan di gedung teater Fakultas Seni Budaya Universitas Halu Oleo benar-benar pengalaman yang berkesan. Drama ini bukan hanya cerita sedih tentang kehidupan di pinggir laut, tetapi juga berhasil menggambarkan suasana dan kehidupan sehari-hari masyarakat nelayan dengan segala suka dan dukanya.

 
Tata Panggung Yang Sederhana.

     Latar belakangnya berupa rumah-rumah nelayan yang terbuat dari bambu, daun kelapa, dan lentera kecil, membuat penonton seolah benar-benar berada di kampung nelayan. Tak ada yang berlebihan atau mewah, justru kesederhanaan ini membuat suasana terasa asli dan nyata. Segala properti, dari bangku bambu sampai sangkar burung dan kain jemuran, ditempatkan dengan pas dan mempunyai arti. Membuat penonton dapat merasakan kehidupan malam di kampung nelayan, merasakan angin laut dan keheningan malam yang  menegangkan.

 

setting Lampu Redup Dengan Suasana Suram.

     Suara burung ubruk dari kejauhan membuat suasana semakin tegang dan magis. Perpaduan cahaya dan suara ini benar-benar membuat  penonton terbawa hanyut kedalam drama.

Akting Para Pemain Yang Natural.

     Akting para tokoh seperti Paijah, Mat Kontan, Soleman, dan Utai tampil dengan gaya bicara dan gerak khas orang pesisir. Kadang mereka bercanda, kadang marah, bahkan saling mengumpat, tetapi semua terasa seperti kehidupan nyata, bukan sekadar drama di panggung. Obrolan antara Mat Kontan dan Soleman semisalnya, terasa seperti dua sahabat lama yang saling sindir tapi sebenarnya saling peduli. Ketegangan, kekhawatiran, dan kehangatan keluarga nelayan terlihat jelas dari cara mereka berinteraksi. Penonton pun ikut tertawa, tegang, dan terharu bersama mereka.

 

Musik Dan Suara Latar Yang Mempertegas Suasana.

     Suara burung ubruk, angin malam, hingga tangisan bayi memperkuat suasana untuk menambah kedalaman emosi. Musiknya tak terlalu dominan, tetapi muncul di saat yang tepat sehingga membuat suasana makin hidup dan nyata.

 

Pementasan Yang Tak Hanya Ditonton Melainkan Untuk Dirasakan

     Saat Paijah mengeluh dikarena suaminya lebih perhatian ke burung daripada keluarga, atau saat Soleman dan Mat Kontan ngobrol soal kebanggaan dan ketakutan, penonton diajak berfikir tentang arti keluarga, harga diri, dan kesepian. terkadang penonton dibuat menahan napas karena tegang, atau senyum getir melihat cara para tokoh menghadapi nasib mereka.

 

Teater Yang Menyentuh Hati Tak Mesti Mewah

     Dengan panggung yang sederhana, akting yang jujur, dan suasana yang kuat, drama ini berhasil menggugah emosi penonton. Setiap detik di panggung terasa seperti potret kehidupan nyata yang penuh tawa, air mata, dan harapan. Inilah keajaiban yang cuma bisa dirasakan langsung saat menonton, keajaiban yang membuat "Malam Jahanam" tetap hidup di ingatan, bahkan setelah lampu panggung padam.

 

Penulis

Indriyani

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun