Pakar hukum lingkungan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Totok Dwi Widiantoro menilai UU Cipta Kerja mengeksploitasi sumber daya negara, baik alam dan manusia. Ini dilihat dari berbagai pasal yang diatur dalam UU yang diharapkan mendongkrak investasi itu.Â
Mengacu pada bagian ketiga UU Cipta Kerja pada paragraf pertama, Pasal 13 pada bagian tersebut mengatur persyaratan dasar perizinan berusaha, pengadaan tanah dan pemanfaatan lahan.
Korporasi, kata dia, hanya diwajibkan memastikan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi. Menurut Totok izin lingkungan dan persetujuan lingkungan memiliki perspektif yang berbeda. Izin lingkungan umumnya lebih ketat dan dibuat sebagai dasar pengambilan keputusan dalam kegiatan berusaha (www.cnnindonesia.com, 06/10/2020).Â
Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati menyebut pengesahaan Omnibus Law Cipta Kerja merupakan puncak pengkhianatan negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang. Pilihan mengesahkan RUU yang tidak mencerminkan kebutuhan rakyat dan alam merupakan tindakan inkonstitusional.Â
Terkait isu agraria, undang-undang itu dianggap melanggengkan dominasi investasi dan bakal mempercepat laju kerusakan lingkungan. Beberapa poin krusialnya adalah penghapusan izin lingkungan sebagai syarat penerbitan izin usaha, pengurangan pertanggungjawaban mutlak dan pidana korporasi, serta perpanjangan masa waktu perizinan berbasis lahan.(katadata.co.id, 06/10/2020)Â
Inilah produk UU yang dihasilkan oleh manusia. Aturan yang bersumber darinya justru menambah polemik yang terjadi di masyarakat. Berbeda dengan penyusunan undang-undang dalam sistem Islam. Aturan Islam lahir dari aqidah, yakni keimanan pada Allah Swt. Syariat Islam menjadi pilar-pilarnya. Undang-undang dibuat berdasarkan wahyu yakni Alquran dan hadis. Kedua sumber hukum tersebut terjamin kebenarannya, karena berasal dari al-Khaliq.Â
Cukuplah ayat ini menjadi pengingat bagi kita semua.Â
"Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar Ruum: 41).Â
Ayat ini menjadi penjelas bahwa kerusakan alam ada andil tangan manusia didalamnya, termasuk akibat dari aturan-aturan yang bersifat lemah dan terbatas buatan manusia. Maka sudah seharusnya kembali kepada aturan Allah SWT dengan menerapkan Islam kaffah dalam naungan Khilafah.