Mohon tunggu...
Indri Mairani
Indri Mairani Mohon Tunggu... NIM: 43223010163 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Dosen: Prof.Dr.Apollo,M.Si.,AK.

Saya adalah seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana Jakarta. Hobi yang saya gemari adalah membaca buku fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

11 Oktober 2025   22:15 Diperbarui: 12 Oktober 2025   15:28 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Teori akuntansi tidak hanya dipahami sebagai seperangkat aturan teknis dalam penyusunan laporan keuangan, tetapi juga sebagai cara manusia memahami dan menafsirkan realitas ekonomi dan sosial di sekitarnya. Dalam hal ini, pendekatan hermeneutik menawarkan pandangan yang lebih mendalam terhadap makna di balik proses dan hasil akuntansi. Hermeneutik, yang berakar dari filsafat dan ilmu humaniora, menekankan pentingnya memahami makna berdasarkan konteks sosial, sejarah, dan budaya. Wilhelm Dilthey, salah satu tokoh utama dalam hermeneutik modern, menegaskan bahwa pemahaman terhadap tindakan manusia harus dilihat dari pengalaman hidupnya (Erlebnis). Oleh karena itu, dalam memahami fenomena sosial seperti akuntansi, interpretasi menjadi langkah penting agar makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami secara utuh.

Pemikiran hermeneutik Dilthey memberikan sudut pandang baru dalam memandang akuntansi sebagai praktik sosial yang memiliki makna, bukan hanya sekadar proses teknis dalam pencatatan dan pelaporan keuangan. Melalui pendekatan ini, laporan keuangan dipahami sebagai hasil konstruksi sosial yang mencerminkan nilai, persepsi, dan pemaknaan para pelaku ekonomi. Dengan demikian, teori akuntansi berbasis hermeneutik bertujuan untuk menggali bagaimana makna akuntansi dibentuk dan dipahami oleh berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Pendekatan ini membantu memperluas pemahaman terhadap akuntansi, dengan menekankan bahwa dimensi manusiawi, historis, dan kultural memiliki peran penting dalam membentuk praktik serta teori akuntansi itu sendiri.

 

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Apa pengertian hermeneutik menurut Wilhelm Dilthey dalam kaitannya dengan teori akuntansi?

Istilah hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata kerja hermeneuein yang berarti “menafsirkan” dan kata benda hermeneia yang berarti “interpretasi” (Byrne, 2001). Pada awalnya, hermeneutika berkembang sebagai metode untuk menafsirkan teks-teks klasik, kitab suci, serta naskah hukum (Rennie, 2012). Namun, melalui pemikiran tokoh seperti Friedrich Schleiermacher (1768–1834) dan Wilhelm Dilthey (1833–1911), ruang lingkup hermeneutika diperluas sehingga tidak hanya terbatas pada teks keagamaan atau hukum, melainkan mencakup berbagai bentuk teks dan makna dalam kehidupan manusia. Perkembangan lebih lanjut terjadi melalui karya para filsuf seperti Martin Heidegger (1889–1976), Hans-Georg Gadamer (1900–2002), dan Paul Ricoeur (1913–2005), yang membawa hermeneutika ke arah pemahaman yang lebih filosofis dan eksistensial, dikenal sebagai hermeneutika kontemporer.

Secara umum, Zygmunt Bauman menggambarkan hermeneutika sebagai upaya untuk memahami dan menjelaskan makna dari suatu ujaran atau teks yang tampak kabur, samar, atau bahkan kontradiktif, sehingga dapat menimbulkan kebingungan bagi pembaca atau pendengar (Faiz, 2003). Dalam pandangan para ahli seperti Robinson dan Kerr (2015), hermeneutika sering dipahami sebagai teori tentang pemahaman dan interpretasi karena memadukan aspek “filsafat pemahaman” dan “ilmu interpretasi teks” (Geanolles, 1998; Walshaw & Duncan, 2015). Sebagai filsafat pemahaman, hermeneutika menegaskan bahwa manusia berinteraksi dengan dunia melalui bahasa, dan bahasa menjadi medium utama untuk mengomunikasikan pengetahuan serta pengalaman (Byrne, 2001). Ketika individu mengalami suatu peristiwa, mereka menafsirkannya melalui bahasa, lalu menuangkannya dalam bentuk teks yang dapat dibaca dan dimaknai kembali oleh orang lain. Dengan demikian, hermeneutika berfungsi untuk menggali makna reflektif dari pengalaman manusia yang terwujud melalui bahasa, simbol, dan tanda-tanda kreatif lainnya.

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Pada awal perkembangannya, hermeneutika digunakan sebagai metode untuk menafsirkan teks-teks klasik, dokumen keagamaan, serta naskah-naskah hukum (Rennie, 2012). Melalui pemikiran Friedrich Schleiermacher (1768–1834) dan Wilhelm Dilthey (1833–1911), cakupan hermeneutika kemudian diperluas sehingga tidak hanya terbatas pada teks keagamaan, tetapi juga mencakup semua bentuk teks yang merefleksikan pengalaman manusia. Perkembangan berikutnya terjadi melalui kontribusi para filsuf seperti Martin Heidegger (1889–1976), Hans-Georg Gadamer (1900–2002), dan Paul Ricoeur (1913–2005), yang mengarahkan hermeneutika ke arah pemikiran yang lebih filosofis dan eksistensial. Pandangan ini menandai munculnya hermeneutika kontemporer, yang tidak hanya berfokus pada metode interpretasi teks, tetapi juga pada pemahaman terhadap makna dan eksistensi manusia dalam konteks yang lebih luas.

Dalam perkembangannya, istilah hermeneutika memiliki dua makna utama: pertama, sebagai seperangkat prinsip metodologis dalam proses penafsiran; dan kedua, sebagai refleksi filosofis mengenai sifat dan kondisi dasar dari aktivitas memahami itu sendiri. Secara historis, studi sistematis mengenai penafsiran dapat ditelusuri sejak era Yunani Kuno, dimulai dari upaya menafsirkan puisi Homer pada abad keenam sebelum Masehi. Selanjutnya, hermeneutika berkembang melalui tradisi intelektual Barat dalam berbagai bentuk interpretasi terhadap teks-teks religius, filosofis, hukum, dan sastra (Grondin, 1995; Ferraris, 1996; Ramberg & Gjesdal, 2014).

Wilhelm Dilthey, sebagai sejarawan dalam tradisi hermeneutika, mencatat bahwa akar awal hermeneutika muncul pada masa Reformasi Protestan, tak lama setelah lahirnya prinsip Sila Scriptura Luther yang dikemukakan oleh Martin Luther. Namun, menurut Dilthey, semangat hermeneutika baru benar-benar terlihat dalam karya para pengikut Luther seperti Philipp Melanchthon (1497–1560) dan Flacius Illyricus (1520–1575), yang mulai menekankan pentingnya penafsiran terhadap makna teks dalam konteks historis dan manusiawi. Melalui perspektif ini, hermeneutika menegaskan bahwa setiap pemahaman selalu dipengaruhi oleh konteks historis, budaya, dan subjektivitas penafsir. Dengan demikian, hermeneutika berperan penting dalam menjembatani hubungan antara pengalaman manusia, bahasa, dan realitas sosial, serta membuka ruang bagi refleksi yang lebih mendalam tentang cara manusia memahami dan memaknai dunia di sekitarnya.

Dalam konteks teori akuntansi, pendekatan hermeneutik memberikan landasan untuk memahami praktik akuntansi sebagai hasil dari proses sosial, budaya, dan ekonomi yang kompleks. Akuntansi tidak semata-mata dipahami sebagai sistem pencatatan dan pengukuran yang objektif, tetapi sebagai bentuk interpretasi terhadap realitas ekonomi yang diwarnai oleh nilai-nilai sosial dan historis. Melalui hermeneutik, laporan keuangan dapat dilihat sebagai teks yang mengandung makna, bukan hanya angka-angka yang menunjukkan posisi keuangan, tetapi juga representasi dari keputusan, persepsi, dan kepentingan para pelaku ekonomi yang terlibat di dalamnya.

Keterkaitan antara teori ekonomi dan hermeneutik tampak pada bagaimana aktivitas ekonomi dipahami bukan sekadar sebagai interaksi rasional yang diatur oleh hukum permintaan dan penawaran, tetapi juga sebagai fenomena sosial yang mengandung makna dan interpretasi. Dalam ekonomi, perilaku manusia sering kali dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya, nilai-nilai moral, dan hal-hal yang tidak dapat dijelaskan secara matematis semata. Hermeneutik membantu menjembatani pemahaman ini dengan mengungkap makna di balik tindakan ekonomi, misalnya bagaimana keputusan investasi, kebijakan fiskal, atau strategi perusahaan mencerminkan pandangan dunia (worldview) dan konteks historis tertentu.

Dengan demikian, dalam teori akuntansi yang berakar pada ilmu ekonomi, pendekatan hermeneutik berfungsi untuk memperluas perspektif analisis terhadap makna di balik praktik ekonomi dan pelaporan keuangan. Wilhelm Dilthey menekankan pentingnya memahami “makna kehidupan” (Lebenswelt) dalam setiap tindakan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi. Artinya, laporan keuangan tidak hanya berfungsi sebagai alat informasi ekonomi, tetapi juga sebagai cermin dari dinamika sosial, etika, dan budaya yang membentuknya. Melalui pendekatan hermeneutik, para akuntan dan ekonom dapat memahami bahwa angka dalam laporan keuangan bukanlah realitas yang absolut, melainkan hasil interpretasi yang dipengaruhi oleh nilai, norma, dan kepentingan dalam konteks masyarakat tertentu.

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Mengapa pemahaman hermeneutik diperlukan untuk menafsirkan nilai dan makna sosial dalam praktik akuntansi?

Dalam praktik akuntansi, angka‐angka keuangan tampak seperti bukti objektif dari kinerja ekonomi suatu entitas. Namun, di balik angka tersebut terdapat konstruksi makna sosial yang dimana para pelaku (pengurus perusahaan, auditor, pemegang saham, pemangku kepentingan lain) memahami, memberi interpretasi, dan melegitimasi angka tersebut dalam konteks sosial, budaya, dan historis mereka. Di sinilah pemahaman hermeneutik menjadi sangat penting: hermeneutik menyediakan kerangka untuk menggali makna itu, bukan sekadar menerima angka pada nilai nominalnya.

Hermeneutik menekankan bahwa interpretasi selalu terjadi dalam dialog: antara pembaca (atau pengguna laporan), teks (laporan akuntansi, kebijakan, standar), dan konteks (lingkungan organisasi, norma sosial, sejarah). Misalnya, Hans-Georg Gadamer dalam hermeneutik filosofisnya mengusulkan konsep fusion of horizons yakni penyatuan horizon interpretasi pembaca dan horizon maksud teks melalui interaksi terus-menerus. Dalam konteks akuntansi, ini berarti pembaca laporan tidak “kosong dari prasangka” (prejudices), tetapi membawa latar belakang, pengalaman, dan pemahaman mereka sendiri ketika “membaca” angka, sehingga pemahaman terjadi melalui perjumpaan dua horizon tersebut.

Lebih lanjut, hermeneutik memperkenalkan gagasan lingkaran hermeneutik (hermeneutic circle), yakni proses pemahaman yang bergerak bolak-balik antara bagian dan keseluruhan teks. Dalam akuntansi, seorang peneliti atau pembaca mungkin memulai dengan memahami pos‐pos keuangan tertentu, lalu kembali ke narasi manajemen, kebijakan pengungkapan, dan akhirnya kembali lagi ke angka untuk memperdalam tafsirannya. Dengan berulang, pemahaman makin matang dan kaya akan nuansa. Dalam aplikasi nyata penelitian akuntansi, konsep ini dimanfaatkan oleh peneliti yang menyusun wawancara dengan manajer, kemudian menafsir transkrip wawancara seolah “berdialog” dengan data dan teori yang ada, sehingga menghasilkan pemahaman yang bukan hanya deskriptif tetapi juga bermakna kritis terhadap struktur sosial dan kekuasaan dalam organisasi.

Hermeneutik juga mengingatkan kita bahwa interpretasi dalam akuntansi tidak bisa lepas dari pra‐pemahaman (pre-understandings), yakni keyakinan, nilai, dan ideologi yang telah dibawa oleh penafsir sejak awal. Misalnya, seseorang yang sangat percaya pada efisiensi pasar mungkin bercermin ke laporan keuangan dengan fokus pada ukuran laba, sedangkan orang lain yang lebih menekankan keadilan sosial bisa menyoroti aspek pengungkapan lingkungan atau kesejahteraan pekerja. Dalam interpretasi, seseorang harus kritis terhadap pra-pemahaman tersebut agar tidak membiarkan bias tersembunyi mengaburkan makna yang sesungguhnya. Studi tentang hermeneutik dalam akuntansi mengingatkan pentingnya critical reflexivity, yakni selalu menyadari batasan diri sendiri sebagai penafsir dan membuka diri terhadap makna lain dalam teks.

Di samping itu, hermeneutik juga memungkinkan kita melihat bahwa praktik akuntansi terutama dalam domain pengungkapan non-keuangan atau akuntansi sosial/lingkungan adalah wacana sosial. Laporan keberlanjutan atau laporan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tidak hanya menyajikan fakta; mereka berfungsi sebagai teks persuasi dan legitimasi yang dihadapkan dengan beragam pembaca dengan harapan dan kerangka nilai berbeda. Dengan pendekatan hermeneutik, kita bisa menganalisis bagaimana perusahaan menggunakan narasi dan angka untuk membentuk kesan (image) dan membangun kepercayaan publik, serta bagaimana daya tawar atau dominasi ideologi dapat mempengaruhi makna yang diterima publik. Pendekatan ini relevan terutama ketika perusahaan menghadapi konflik nilai: apakah mereka lebih menekankan aspek keuntungan atau aspek sosial? Hermeneutik membantu menelusuri bagaimana keputusan tersebut muncul dari pertarungan makna dan nilai dalam organisasi dan masyarakat.

Contoh konkret penerapan hermeneutik dalam bidang etika profesional akuntansi dapat dilihat pada penelitian yang menggunakan hermeneutik Ricoeur dalam menafsirkan etika publik akuntan. Penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam pemahaman etika (bukan sekadar kepatuhan) dapat menghasilkan perilaku yang sangat berbeda: akuntan yang memahami etika secara idealis akan bertindak berdasarkan nilai prinsip, sementara akuntan pragmatis cenderung membatasi etika pada kepatuhan terhadap kode dan aturan. Analisis hermeneutik menghubungkan “apa yang dipercayai” (pemahaman) dengan “apa yang dilakukan” (aksi) secara dialektis.

Dengan demikian, pemahaman hermeneutik melengkapi pendekatan teknis akuntansi dengan pendekatan interpretif yang kaya. Ia memungkinkan kita untuk menafsir angka sebagai wujud budaya, nilai, konflik, dan legitimasi sosial. Tanpa hermeneutik, kita cenderung terjebak pada pandangan bahwa angka keuangan bersifat netral dan universal, padahal praktik akuntansi selalu ditempuh oleh manusia yang membawa nilai, konteks, dan kepentingan tertentu. Dengan pendekatan hermeneutik, akuntansi bisa menjadi arena refleksi kritis yang menghubungkan angka dan kehidupan sosial secara bermakna.

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Bagaimana pendekatan hermeneutik Dilthey digunakan untuk menafsirkan makna di balik laporan keuangan? 

Pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey memberikan cara pandang baru yang lebih manusiawi dalam memahami laporan keuangan. Dalam pandangan Dilthey, ilmu sosial seperti akuntansi tidak bisa hanya dipahami dengan pendekatan objektif sebagaimana ilmu alam, tetapi harus dimengerti melalui proses pemahaman (Verstehen) terhadap makna, nilai, dan pengalaman hidup (Erlebnis) yang diekspresikan manusia dalam bentuk simbol, tindakan, maupun bahasa (Ausdruck). Laporan keuangan, dengan demikian, bukanlah sekadar dokumen teknis yang berisi angka-angka dan data ekonomi, melainkan suatu teks kehidupan sosial yang mencerminkan ekspresi moral, historis, dan spiritual dari individu serta organisasi yang menyusunnya.

Dilthey menekankan bahwa setiap fenomena sosial selalu berakar pada konteks historis dan pengalaman manusia. Dalam akuntansi, hal ini berarti bahwa setiap angka dalam laporan keuangan memiliki latar belakang sosial dan keputusan manusia yang sarat nilai. Misalnya, pilihan metode akuntansi tertentu seperti konservatisme, pengakuan pendapatan, atau kebijakan depresiasi tidak muncul secara netral, melainkan dipengaruhi oleh pertimbangan moral, budaya, tekanan ekonomi, maupun ekspektasi masyarakat. Dengan demikian, memahami laporan keuangan memerlukan kepekaan interpretatif untuk menyingkap nilai-nilai kemanusiaan dan pengalaman batin yang melandasi angka-angka tersebut.

Pendekatan hermeneutik Dilthey juga menuntut adanya dialog aktif antara penafsir dan teks laporan keuangan. Dalam proses ini, penafsir (baik peneliti, auditor, maupun pembaca) tidak hanya menjadi pengamat pasif, tetapi ikut berperan sebagai subjek yang membawa pra-pemahaman, keyakinan, dan nilai tertentu. Pemahaman tidak terjadi secara instan, tetapi melalui lingkaran hermeneutik, yaitu proses bolak-balik antara bagian dan keseluruhan teks. Misalnya, analisis terhadap satu pos keuangan seperti “laba” tidak bisa dilepaskan dari pemahaman terhadap narasi manajemen, konteks industri, kondisi ekonomi makro, maupun sejarah kebijakan perusahaan. Begitu pula sebaliknya, pemahaman terhadap keseluruhan laporan akan semakin tajam jika kita menelaah bagian-bagian yang spesifik dan penuh makna.

Dalam konteks ini, hermeneutik Dilthey mengajak pembaca laporan keuangan untuk melihat angka sebagai ekspresi kehidupan manusia, bukan sekadar data kuantitatif. Angka laba, misalnya, tidak hanya menunjukkan keberhasilan finansial, tetapi juga mencerminkan nilai moral seperti kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan distributif. Laporan keuangan menjadi semacam “narasi eksistensial” yang menggambarkan bagaimana organisasi menjalani kehidupannya, menghadapi tantangan, dan membangun relasi sosial dengan pemangku kepentingan. Pendekatan ini juga membuka ruang untuk menafsirkan bagaimana nilai spiritual dan etika profesi akuntansi terwujud dalam tindakan nyata seperti transparansi, akuntabilitas, dan integritas pelaporan.

Selain itu, Dilthey menegaskan bahwa pemahaman sejati hanya bisa dicapai melalui empati (Einfühlung) terhadap pengalaman batin pihak yang diekspresikan dalam teks. Dalam konteks laporan keuangan, hal ini berarti pembaca harus berusaha memahami realitas organisasi dari dalam menghidupkan kembali pengalaman, tekanan, dan tanggung jawab moral yang dirasakan oleh para penyusun laporan. Dengan cara ini, pemahaman terhadap laporan keuangan menjadi lebih kaya, karena tidak berhenti pada “apa” yang dilaporkan, tetapi menelusuri “mengapa” dan “bagaimana” keputusan tersebut dibuat.

Dengan demikian, pendekatan hermeneutik Dilthey memperluas fungsi akuntansi dari sekadar alat pengukuran ekonomi menjadi sarana refleksi sosial dan moral. Laporan keuangan bukan hanya dokumen administratif, melainkan cermin yang memperlihatkan bagaimana manusia mengekspresikan tanggung jawab, nilai, dan spiritualitasnya dalam ranah ekonomi. Melalui pemahaman hermeneutik, kita belajar bahwa setiap angka adalah hasil dialog antara fakta ekonomi dan makna kemanusiaan. Oleh karena itu, menafsirkan laporan keuangan secara hermeneutik berarti berupaya memahami kehidupan manusia yang tercermin di dalamnya kehidupan yang dinamis, penuh nilai, dan terus berinteraksi dengan sejarah serta masyarakatnya.

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Contoh Kasus PT Garuda Indonesia (2018): Manipulasi Laba dan Makna Etika Pelaporan dalam Perspektif Hermeneutik Wilhelm Dilthey

Kasus pelaporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2018 menjadi salah satu contoh konkret bagaimana praktik akuntansi tidak dapat dipahami semata-mata sebagai proses teknis pencatatan dan pelaporan angka. Dalam laporan keuangannya, Garuda Indonesia menyatakan berhasil mencatat laba bersih sebesar USD 809 ribu setelah mengalami kerugian pada tahun sebelumnya. Namun, penyelidikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) kemudian menemukan adanya pelanggaran dalam pengakuan pendapatan. Pendapatan yang dilaporkan ternyata berasal dari kerja sama dengan Mahata Aero Teknologi, padahal proyek tersebut belum terealisasi secara penuh. Tindakan ini melanggar PSAK 23 (Pendapatan) karena pengakuan pendapatan dilakukan sebelum kriteria realisasi terpenuhi. Secara teknis, hal ini disebut sebagai misstatement atau salah saji material dalam laporan keuangan.

Namun, pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey mengajak kita untuk melampaui penilaian teknis dan mencari makna di balik tindakan tersebut. Hermeneutik, dalam pandangan Dilthey, bukan hanya metode untuk memahami teks, tetapi juga untuk menafsirkan kehidupan manusia (Lebenswelt) yakni dunia pengalaman, nilai, dan kesadaran yang membentuk tindakan seseorang. Dalam konteks ini, laporan keuangan Garuda dapat dipandang sebagai “teks sosial” yang tidak berdiri sendiri, melainkan merefleksikan pengalaman hidup, tekanan psikologis, dan nilai-nilai yang dihayati oleh para pelaku di baliknya. Dilthey menggunakan tiga konsep utama Erlebnis, Ausdruck, dan Verstehen yang sangat relevan untuk membaca kasus ini secara hermeneutik.

  • Erlebnis (pengalaman hidup) menggambarkan dinamika batin dan tekanan sosial yang dialami oleh manajemen Garuda Indonesia. Setelah bertahun-tahun mencatat kerugian dan menghadapi tekanan publik, manajemen berada dalam situasi krisis kepercayaan. Sebagai perusahaan milik negara, Garuda tidak hanya memiliki tanggung jawab ekonomi kepada investor, tetapi juga tanggung jawab moral kepada pemerintah dan masyarakat luas. Keinginan untuk menunjukkan perbaikan kinerja menjadi pengalaman eksistensial yang kuat dorongan untuk membuktikan bahwa perusahaan masih mampu bangkit dari keterpurukan.
  • Ausdruck (ekspresi) terlihat dalam tindakan manipulasi laba itu sendiri. Pelaporan laba bersih bukan sekadar tindakan teknis, melainkan ekspresi simbolik dari harapan, tekanan, dan pencarian legitimasi. Laporan keuangan menjadi “bahasa simbolik” yang digunakan untuk mengekspresikan citra kesuksesan dan stabilitas perusahaan di mata publik. 
  • Verstehen (pemahaman) merupakan tahap penafsiran yang mengharuskan pembaca baik auditor, regulator, maupun masyarakat untuk memahami laporan keuangan Garuda tidak hanya sebagai kumpulan angka, tetapi sebagai teks sosial yang memiliki makna moral dan historis. Melalui Verstehen, kita diajak untuk melihat bahwa di balik laporan tersebut terdapat konteks sosial, tekanan ekonomi, serta dilema etika yang kompleks. Pemahaman hermeneutik bukan sekadar mencari siapa yang salah, tetapi mengungkap bagaimana makna “kinerja” dan “kejujuran” dipahami oleh organisasi dalam situasi krisis.

Pendekatan hermeneutik Dilthey juga menekankan kesejarahan (historicity), yaitu bahwa setiap tindakan harus dipahami dalam konteks ruang dan waktu di mana tindakan itu terjadi. Pada tahun 2018, Garuda Indonesia tengah berada di tengah transisi besar setelah mengalami kerugian bertahun-tahun dan menghadapi tekanan untuk membalikkan keadaan. Publik, media, dan pemerintah menuntut adanya hasil positif yang dapat mengembalikan citra Garuda sebagai simbol kebanggaan nasional. Dalam konteks seperti ini, pelaporan laba menjadi bentuk narasi simbolik: bukan sekadar laporan ekonomi, melainkan cerita tentang harapan dan kebangkitan. Dengan demikian, tindakan manipulasi laba dapat dipahami sebagai refleksi dari kondisi sosial-ekonomi yang sarat tekanan dan makna.

Secara keseluruhan, pendekatan hermeneutik memberi pelajaran reflektif yang sangat penting bagi dunia akuntansi: bahwa kebenaran dalam pelaporan tidak hanya diukur dari kesesuaian terhadap standar teknis, tetapi juga dari kejujuran moral dan integritas manusia yang melakukannya. Etika, dalam hal ini, bukan sekadar aturan tambahan, tetapi inti dari proses interpretasi akuntansi itu sendiri. Laporan keuangan yang benar secara teknis tetapi salah secara moral tidak lagi mencerminkan realitas, melainkan hanya membangun citra semu. Dengan demikian, hermeneutik mengingatkan kita bahwa akuntansi adalah bahasa moral yang seharusnya mengungkapkan kebenaran, bukan menutupi kenyataan.

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Kesimpulan

Pendekatan hermeneutik, khususnya menurut Wilhelm Dilthey, memberikan pemahaman yang mendalam bahwa akuntansi bukan sekadar sistem teknis untuk mencatat transaksi, melainkan suatu praktik sosial yang mencerminkan pengalaman hidup, nilai, dan makna kemanusiaan di balik angka-angka laporan keuangan. Melalui konsep Erlebnis (pengalaman hidup), Ausdruck (ekspresi), dan Verstehen (pemahaman), Dilthey menegaskan bahwa laporan keuangan harus dipahami sebagai teks sosial yang lahir dari konteks historis, moral, dan budaya organisasi. Seperti contoh yang saya berikan yaitu kasus PT Garuda Indonesia (2018) menunjukkan bagaimana tekanan sosial dan ekonomi dapat memengaruhi keputusan pelaporan, sehingga angka laba tidak lagi netral, tetapi menjadi simbol dari benturan antara etika dan kepentingan ekonomi. Dengan demikian, pendekatan hermeneutik menegaskan pentingnya memaknai laporan keuangan secara reflektif dan manusiawi, bahwa kejujuran dan tanggung jawab moral merupakan inti dari praktik akuntansi yang sesungguhnya, bukan sekadar kepatuhan terhadap standar teknis.

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
 

DAFTAR PUSTAKA

Sagara, Y. (2019). Teori Akuntansi (Studi Deskriptif Praktik Akuntansi Barat dan Akuntansi Timur). In NBER Working Papers. http://www.nber.org/papers/w16019

Yudi (2023). Interpretive Paradigms in Accounting Research Methodology: A Philosophy of Science Approach – Gadamer’s Hermeneutics. Journal of Research and Community Service. 4 (11), 2185-2194.

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

 

Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 
Dokumen Modul oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun