KKN Mandiri: Dari Rasa Sedih Menjadi Jejak Pengabdian
Setiap mahasiswa biasanya menunggu momen Kuliah Kerja Nyata (KKN) dengan penuh antusias. Katanya, KKN adalah salah satu fase paling berkesan di dunia perkuliahan. Bukan hanya soal mengabdi, tetapi juga soal kebersamaan: tinggal di desa bersama teman-teman sekelompok, merancang program kerja yang penuh tantangan, sampai begadang demi menyiapkan acara untuk masyarakat. Semua cerita itu sudah sering kudengar dari kakak tingkat.
Tahun ini, aku pun menantikan saat itu datang. Namun ternyata, kenyataan berkata lain. Kampusku mengumumkan bahwa KKN tahun ini akan dilaksanakan secara mandiri. Tidak ada kelompok besar, tidak ada program kerja bersama, tidak ada dinamika kerja tim seperti biasanya.
Awalnya, jujur saja, aku merasa sedih sekaligus kecewa. Rasanya seperti kehilangan kesempatan untuk merasakan pengalaman yang sering diceritakan orang. Aku membayangkan KKN akan menjadi cerita seru penuh suka duka bersama teman-teman. Tapi yang kuhadapi justru KKN Mandiri, yang harus dijalani seorang diri.
Dari Sedih ke Renungan
Dalam kesunyian hati, aku mulai bertanya: apakah pengabdian hanya bisa dilakukan dengan program besar dan kerja kelompok? Bukankah esensi dari KKN adalah hadir di tengah masyarakat dan memberi manfaat sesuai kemampuan?
Semakin kupikirkan, semakin jelas jawabannya. Mengabdi tidak harus beramai-ramai. Pengabdian bisa dilakukan secara sederhana, bahkan sendirian, selama niatnya tulus dan langkahnya nyata. Pada akhirnya aku belajar menerima. Mungkin inilah jalanku untuk mengabdi dengan cara yang berbeda.
Langkah Kecil di Pesantren
Aku pun memutuskan untuk menjalani KKN Mandiri di Pondok Pesantren Roudlotul Qur'an Alhidayah, Jambi. Tempat yang penuh dengan suasana religius, di mana anak-anak TK hingga remaja SMA menimba ilmu Al-Qur'an dan Hadits.
Selama 40 hari aku berada di sana, aku bukan hanya menjadi mahasiswa KKN, tapi juga ikut berperan sebagai pengajar. Bersama para ustadz dan ustadzah, aku mendampingi santri belajar membaca, menghafal, dan memahami ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Untuk itu, aku menggunakan dua metode yang sudah terbukti efektif, yaitu metode Ummi dan metode Imtiyaz.