Inilah yang disebut oleh Jimly Asshiddiqie (2010) sebagai "konstitusionalisme berkeadaban" (civilized constitutionalism) Â bahwa kekuasaan hukum harus berjalan seiring dengan penghormatan terhadap martabat manusia.
Penutup
Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus pembubaran partai politik merupakan salah satu pilar penting dalam menjaga supremasi konstitusi, namun sekaligus ujian bagi komitmen negara terhadap demokrasi dan HAM.
Jika suatu saat kewenangan ini benar-benar digunakan, maka MK harus memastikan bahwa prosesnya:
- Berlandaskan bukti kuat dan hukum positif,
- Menggunakan prinsip proporsionalitas, dan
- Menempatkan HAM sebagai parameter utama dalam menegakkan keadilan konstitusional.
Sebab, negara hukum bukan hanya tentang menjaga konstitusi dari ancaman, tetapi juga tentang menjamin kebebasan rakyat untuk hidup dan berpikir secara merdeka di bawah payung konstitusi.
Daftar Pustaka
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 24C, Pasal 28E, Pasal 28I, dan Pasal 28J.
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (LN No. 98 Tahun 2003, TLN No. 4316).
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU MK.
- Aswanto (2022), Webinar Hukum Nasional "Kajian Kritis Terhadap Kewenangan Mahkamah Konstitusi", Jakarta, Kemenkumham RI.
- Jimly Asshiddiqie (2010), Peradilan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
- Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia (2024), Perjalanan Kewenangan Pembubaran Parpol di Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945, www.setneg.go.id.
Penulis : Muhamad Indra WijayaÂ
Profesi: MahasiswaÂ
Instansi : Universitas Sali Al-Aitaam BandungÂ
Instagram: suara_tuhan_