Mohon tunggu...
Indra Safitri
Indra Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi

Praktisi Hukum, Arbiter, Pengajar dan Praktisi GCG

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Buat Ibu Investor Reksadana

21 Juni 2020   23:47 Diperbarui: 28 Juni 2020   09:47 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak lama setelah saya selesai memberikan kesaksian sebagai saksi ahli dalam suatu perkara pasar modal, seorang Ibu paruh baya menghampiri, beliau memperkenalkan diri sebagai salah satu korban tidak hanya atas perkara yg sedang saya berikan kesaksian namun juga ada permasalahan investasi lainnya. Beliau terbantu memahami persoalan di sekitar Reksadana yang saya jelaskan dihadapan hakim. Si Ibu berharap saya dapat bertemu dengan para korban lainnya untuk mendengarkan pandangan saya tentang kasus Reksadana mereka.

Reksadana secara teoritis harusnya instrumen investasi pasar modal yg aman, dibandingkan berinvestasi di saham. Hal itu karena harta kekayaan pemegang unit disimpan secara terpisah di Bank Kustodian, sehingga prilaku Manajer Investasi yang berniat meng-abuse aset nasabah dapat di cegah. Seaman itukah ceritanya, dalam kenyataan ternyata timbul komplikasi atas reksadana terkait merosot atau bermasalahnya status unit mereka. Reksadana itu seperti kue talam, yg dimana setiap potongannya adalah milik investor yg membeli unit.

Sepertinya Ibu yang mendatangani saya tersebut boleh jadi lugu berinvestasi atau korban dari kejahatan pasar modal. Korban dari manajer investasi yg nakal atau korban dari praktek kejahatan pasar modal seperti manipulasi pasar, atau yg populer di sebut dengan goreng-menggoreng saham.Apa yang salah dari permasalahan tersebut, kurangnya pengawasan atau memang produknya yg tidak aman. Wajar bilamana permohonan perlindungan selalu ditujukan kepada otoritas pasar atau penanggung jawab pengawasan pasar. Tapi beban tersebut juga harus dipikul oleh si pelaku yg memiliki niat jahat untuk merugikan investor reksadana.

Sang Ibu investor tadi harus dilindungi, itulah amanat undang-undang, tidak ada perdebatan disana, namun tantangannya adalah bagaimana caranya, sistem apa yang dipakai dan pihak mana yg akan melaksanakannya. Ada tiga masalah Reksadana yang terjadi awal tahun 2020 ini, terkait Jiwasraya, Narada dan pembekuan beberapa Reksadana akibat salah kelola. 

Kalau masalah si Ibu berkaitan dengan salah kelola atau Narada mestinya aset masih aman di Bank Kustodian, kecuali ada selingkuh diantara keduanya tapi ini kecil kemungkinan Bank Kustodian mau bunuh diri. Nah yang paling rumit menjelaskan adalah nasib kekayaan reksadana milik si Ibu kalau berhubungan dengan kasus Jiwasraya, karena ada kepentingan penegakan hukum diluar jurisdiksi hukum pasar modal.

Mirip yang terjadi disini, di Wall Street kejahatan yang terjadi pada reksadana umumnya adalah penipuan (fraud) struktur produk instrumen dengan cara memainkan Nilai Aktiva Bersih (NAB), atau dikenal dengan cara mengelembungkan nilai agar mendapatkan peringkat yang tinggi. Kita coba lihat apa yang terjadi di negara lain dimana tahun 2003 New York Attorney General Elliot Spitzer yang mencontohkan praktek tersebut seperti "betting on a horse race after the horses have crossed the finish line."

Hukum di Wall Street melarang pengelembungan nilai pasar oleh Manajer Investasi seperti yang diatur dalam  " Section 2(a)(41)(B) of the Investment Company Act states: Under Section 2(a)(41)(B) of the Investment Company Act, registered investment companies must value their portfolio assets by using: (1) market values for securities with readily available market quotations; and (2) fair value for all other portfolio assets, as determined in good faith by the board of directors. The fair value of securities for which market quotations are not readily available is the exit price the fund would reasonably expect to receive for the securities."

Pengaturan tentang fraud dan market manipulation di Undang-Undang Pasar Modal dan POJK tentang Reksadana hampir mirip dengan yg ada di Wall Street artinya penegak hukum dapat menggunakan pasal-pasal tersebut untuk merekonstruksi kembali salah satu permasalahan Jiwasraya terkait Reksadana, dengan syarat menggunakan kepentingan yang sama. 

Di Amerika SEC dan FBI punya senjata yang sama untuk melakukan penegakan hukum atas fraud ini, dimana SEC punya definisi tentang securities fraud yaitu "encompassing a wide range of illegal activities involving deception or manipulation including spreading false or misleading information about a company; improperly limiting the number of publicly-available shares; or rigging quotes, prices or trades to create a false or deceptive picture of the demand for a security." FBI dalam investigasi juga menggunakan pemahaman yg sama bahwa istilah yang sama bahwa "securities fraud to cover a wide range of illegal activities involving the deception of investors or the manipulation of financial markets, including "too good to be true" investment opportunities"

Menjadi rumit bilamana kepentingannya yang berbeda, kepentingan negara karena uang negara yg dikorupsi dan kepentingan investor yg wajib dilindungi berdasarkan mekanisme pasar. Boleh jadi si Ibu akan bingung bagaimana nasib investasinya ditengah penegakan hukum lain terjadi. Bagaimana nasib si Ibu dan temen senasib lainnya, mari kita tunggu yang punya kewenangan dalam menunjukan "taringnya" karena Saya juga ingin melihat akhir nasib si Ibu investor Reksadana.

Ikut prihatin Ibu, semoga upayanya menuju titik terang.

Indra Safitri
Praktisi Hukum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun