Mohon tunggu...
Drs. Tiardja Indrapradja
Drs. Tiardja Indrapradja Mohon Tunggu... Wiraswasta - pensiunan

Seorang ayah dengan lima orang anak yang sudah dewasa [Puteri sulung saya telah meninggal pada tahun 2016 karena penyakit kanker]. Lulusan FEUI, dan pernah mengajar di FISIP UI 1977-akhir abad ke-20 sebagai dosen luarbiasa di jurusan administrasi [niaga]. Sekarang menangani empat situs/blog dalam hal evangelisasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Thomas More: Seorang Pemimpin Dengan Integritas

22 Juni 2014   22:31 Diperbarui: 4 Desember 2015   16:01 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada hari ini, tanggal 22 Juni, Gereja Katolik memperingati seorang kudus luar biasa, yaitu Santo Thomas More [1480-1535] bersama Uskup John Fisher, dua orang martir Gereja di negeri Inggris pada zaman pemerintahan raja Henry VIII. Kematian mereka hanya selang satu minggu saja. Thomas More adalah seorang awam seperti anda dan saya. Dia bukan seorang biarawan. Thomas More adalah seorang anggota tarekat Fransiskan yang khusus untuk umat awam  dan imam-imam praja, sekarang dikenal sebagai Ordo Fransiskan Sekular.


Nama Thomas More untuk pertama kali saya dengar pada waktu belajar ilmu ekonomi dari Pater Mr. Ingenhouz SJ (asal Breda, Belanda) di SMA Kanisius dahulu (1959-1962) ketika membahas buku karangan Thomas More yang terkenal, yaitu UTOPIA. Thomas More adalah lulusan Universitas Oxford, seorang ahli hukum (pengacara), seorang teolog (dalam artian tertentu), seorang filsuf dan seorang penulis. Ia pernah menjabat beberapa posisi penting dalam pemerintahan kerajaan pada masanya, misalnya sebagai anggota parlemen (House of Common), Sheriff of London, anggota “King’s council”, dan yang tertinggi adalah sebagai “Lord Chancellor of England” di bawah raja Henry VIII. Harus diakui bahwa di Indonesia nama orang kudus ini memang kurang dikenal ketimbang nama-nama hebat seperti Fransiskus Xaverius, Ignatius dari Loyola dan Teresa dari Lisieux dll.

Thomas More adalah contoh ideal seorang saksi Kristus zaman modern.  Sebagai seorang anggota Tarekat S. Fransiskus awam, Thomas More bertekad untuk setiap harinya menepati Injil Yesus Kristus seturut jejak langkah Bapa Rohaninya, Santo Fransiskus dari Assisi. Orang kudus awam ini adalah tanda-lawan pada zamannya, kehidupan-saleh yang dijalaninya, kesetiaannya kepada Gereja  yang tak tergoyahkan; dan semuanya itu dibayar dengan darahnya sendiri. Thomas More adalah seorang martir dalam artian sebenarnya. Kehidupannya seharusnya menjadi teladan bagi para awam Katolik yang berkiprah di dunia sosial-politik.

Ia adalah putera dari seorang ksatria dan sejak kecil sudah hidup saleh, walaupun hidupnya itu penuh dengan humor-humor yang sehat. Setelah menjadi ahli hukum yang penuh kesibukan, Thomas More masih menyempatkan diri untuk mengikuti perayaan Misa harian di samping praktek-praktek keagamaan lainnya. Sebagai seorang bapak keluarga, Thomas More membimbing hidup rohani anak-anaknya agar senantiasa “takut akan Allah”.

SEORANG NEGARAWAN

Karir Thomas More sebagai negarawan dimulai pada tahun 1510, karir ini terus menanjak dengan pesat sampai mencapai puncaknya pada tahun 1529 ketika dia diangkat menjadi Lord High Chancellor menggantikan Kardinal Wolsey. Thomas More banyak mengarang tulisan-tulisan bermutu. Sebuah buku karangannya berjudul UTOPIA, yang kemudian menjadi sangat terkenal.

Meskipun sudah menjadi pejabat negara puncak, dia masih menjalankan hidup rohaninya seperti sediakala. Setiap hari Jumat adalah hari baginya untuk melakukan introspeksi diri. Karya-karya karitatifnya pun luarbiasa. Thomas More sangat bersukacita manakala dia berkesempatan membantu imam dalam perayaan Misa Kudus, … sebagai pelayan Misa. Ada orang yang mengkritisi orang kudus ini, bahwa sebagai seorang awam tidak mungkinlah bagi dirinya untuk melaksanakan tugas-tugas dunia yang sedemikian banyak dan kompleksnya, dan pada saat yang sama menekuni hidup rohani guna mencapai kesucian. Menanggapi kritik itu Thomas More mengatakan, bahwa Komuni Kudus-lah yang membuat dirinya tetap fokus dan untuk meringankan beban-beban pekerjaannya dia akan mendekat kepada Juru Selamat-Nya, minta nasehat dan terang (pencerahan) daripada-Nya. Yesus Kristus adalah tempat pelariannya. Pada suatu hari, ketika Thomas More sedang menghadiri Misa Kudus seorang petugas istana mendekatinya dan berbisik kepadanya: “Tuanku, Sri Paduka Raja menginginkan agar Tuanku menghadapnya dengan segera.” Thomas More menjawab: “Aku tidak dapat menghadap sekarang. Katakanlah kepada Sri Paduka Raja, bahwa aku sedang menghadap seorang Raja yang lebih besar daripadanya. Begitu tugas-kewajibanku kepada Raja yang lebih besar ini selesai, aku akan langsung menghadap Sri Paduka Baginda.” Petugas istana itu pun pergi dan Thomas More, sang Lord High Chancellor, melanjutkan doa-doanya dengan khusyuk sampai Misa Kudus berakhir.

MENENTANG RAJA HENRY VIII

Sementara itu raja Henry VIII sudah merasa bosan dengan permaisurinya yang sah (Katarina dari Aragon) dan dia berahi pada salah seorang dayang-dayang di istana (sudah menikah) yang bernama Anna Boleyn dan ingin menikahinya. Henry VIII sudah mencoba mendapatkan izin dari Sri Paus agar dia boleh menceraikan permaisurinya dan menikah dengan Anna Boleyn. Sri Paus tidak setuju. Takhta Suci dengan benar menghukum Henry VIII itu, namun sang raja malah memperburuk hubungannya dengan Takhta Suci dan mengangkat dirinya menjadi kepala Church of England (Gereja Inggris = Anglikan). Persetujuan atas undang-undang yang mengatur pengangkatan raja sebagai kepala Gereja Inggris dimungkinkan karena parlemen yang lemah. Para uskup dan imam harus mengangkat sumpah untuk mengakui sang raja sebagai atasan mereka. Siapa saja yang tidak setuju dengan keputusan raja ini akan dihukum mati. Orang pertama yang menentang raja adalah pejabat tinggi negara yang selama ini sangat setia kepada raja, Thomas More. Suara hatinya menang, dia memilih untuk setia kepada Yesus Kristus! Dia melepaskan jabatannya pada tanggal 16 Mei 1532, karena oposisinya terhadap perceraian raja sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dia menarik diri dari kehidupan politik, tetapi cukup menderita karena kehilangan penghasilannya yang utama.

Kemudian Thomas More dipanggil ke kantor pengadilan di Lambeth untuk mengangkat sumpah termaksud. Ia pergi menghadiri Misa Kudus, menerima komuni kudus, kemudian pergi ke Lambeth. Ketika sidang pengadilan melihat bahwa Thomas More tidak dapat dipaksa untuk mengangkat sumpah, dia pun dijebloskan ke dalam penjara. Dalam penjara dia menulis risalah yang berjudul “Kematian Demi Iman Tidak Perlu Ditakuti” dan sejumlah tulisan bermutu lainnya. Ketika isterinya membujuk Thomas More untuk menghentikan perlawanannya terhadap raja agar dapat memperpanjang hidupnya, maka dia bertanya kepada isterinya, berapa tahun lagi kiranya (menurut isterinya) dia masih dapat hidup? Isterinya menjawab: “Paling sedikit dua puluh tahun.” “Tentu!”, kata Thomas More. “Seandainya engkau mengatakan beberapa ribu tahun, mungkin hal itu membuat perbedaan. Namun, dia pun akan seperti seorang saudagar yang patut dikasihani karena mau mengambil risiko kehilangan hidup kekal demi memperoleh hidup sepanjang seribu tahun.”

DIPENJARA DAN DIJATUHI HUKUMAN PANCUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun