Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ini Tantangan Pengembangan Desa Wisata di Bali

6 Februari 2023   19:42 Diperbarui: 12 Februari 2023   13:01 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Desa Penglipuran di Kabupaten Bangli, Bali.| Shutterstock/Godila via Kompas.com

Pemerintah Provinsi melalui Dinas Pariwisata Bali telah berupaya menciptakan beragam wisata alternatif di Bali. Tujuan untuk memberikan pilihan wisata lain serta pemerataan pengembangan pariwisata. Salah satunya melalui desa wisata. 

Apakah sobat pernah berkunjung ke Desa Penglipuran yang sempat menyabet sebagai salah satu Desa Terbersih di dunia. Saya bahkan sudah 2 kali ke Desa Penglipuran karena suka dengan suasana desa yang rapi, menjunjung asas Tri Hita Karana dan tentu saja sarat kearifan lokal. 

Atau mungkin mengunjungi Desa Jatiluwih di Tabanan yang terkenal dengan hamparan sawah yang hijau. Bahkan Jatiluwih ini menyandang status warisan budaya tak benda yang ditetapkan oleh UNESCO pada 2012. Saya pun sudah beberapa kali kesini dan rasanya melihat hamparan padi hijau membuat pikiran menjadi tenang dan senang. 

Keberhasilan pengembangan desa inilah yang tidak hanya membawa dampak ekonomi, sosial dan budaya bahkan mampu meningkatkan citra Bali di mata internasional. Saya melihat dalam kurun waktu 8 tahun belakangan ini Pemprov Bali seakan gencar mengembangkan potensi desa sebagai desa wisata. 

Mengutip sebuah portal berita online diketahui saat ini terdapat kurang lebih 238 desa wisata di Bali. Namun sayangnya hanya sekitar 30 desa wisata yang masuk kategori maju dan mandiri (Sumber Klik Di sini). 

Teman saya yang berkecimpung dalam pengembangan desa wisata mengatakan bahwa usaha ini tidaklah mudah. Apalagi di jaman saat ini tantangan tidak hanya bersifat internal namun juga eksternal. 

Mendengar cerita teman saya ini, seakan saya mengibaratkan bahwa pengembangan desa wisata tidak semudah makan pisang. Kenapa? 

Ketika kita ingin makan pisang, kita sudah bisa mengamati dari perubahan warna kulit yang umumnya dari hijau berubah jadi kuning sebagai tanda sudah matang. Tinggal mengupas kulit dan hap, pisang langsung masuk ke mulut dan sudah bisa merasakan rasa manis dari pisang tersebut. 

Pengembangan desa wisata tidak semudah itu, meski sudah terlihat potensi desa yang bagus pun belum tentu menjanjikan bisa berubah sebagai desa wisata yang mandiri dan maju. Melihat data di atas saja tidak sampai 25 persen dari total desa wisata yang dianggap berhasil. 

Daya Tarik Desa Penglipuran Yang Telah Mendunia | Sumber Situs Hipwee
Daya Tarik Desa Penglipuran Yang Telah Mendunia | Sumber Situs Hipwee

Apa Tantangan Pengembangan Desa Wisata di Bali?

Berdasarkan hasil diskusi saya bersama teman yang sekaligus penggiat masyarakat di daerah desa wisata. Tantangan yang kerap terjadi sebagai berikut:

# Kurangnya SDM Muda dan Produktif

Sesuai konsepnya yang memanfaatkan potensi masyarakat desa maka di zaman sekarang ini keinginan generasi muda untuk tinggal di desa mulai berkurang. Banyak pemuda-pemudi desa melihat kota besar seperti kawasan Denpasar dan Kabupaten Badung (Kuta, Seminyak, Jimbaran, Nusa Dua) lebih menjanjikan dari sisi pekerjaan dan penghasilan. 

Sudah umum jika pemuda-pemudi desa ketika lulus sekolah memilih merantau dan meninggalkan desa. Ada yang melanjutkan sekolah dan ada juga untuk mendapatkan pekerjaan. 

Alhasil di desa mulai kekurangan generasi muda yang produktif dan kreatif. Ini karena generasi muda yang sebenarnya potensial memilih tinggal dan berkarier di luar desa tempatnya tinggal. 

# Konsep Desa Wisata yang Terkesan Monoton

Sebagai wisatawan pasti kita memiliki antusias tinggi mengunjungi tempat wisata yang unik, menarik, dan mungkin satu-satunya di dunia. 

Keberhasilan Desa Penglipuran dengan kekhasan bangunan yang rapi, tertata, dan bersih atau Desa Jatiluwih sebagai desa dengan keindahan hamparan sawah yang luas justru jadi standar bagi masyarakat dalam mengembangkan potensi desanya. 

Hamparan Sawah Di Jatiluwih | Sumber Situs Desa Jatiluwih
Hamparan Sawah Di Jatiluwih | Sumber Situs Desa Jatiluwih

Tidak sedikit desa wisata di Bali hanya mengandalkan hamparan sawah dengan terasering dan subak mirip di Jatiluwih atau menata bangunan dan lingkungan layaknya Desa Penglipuran untuk menarik wisatawan. 

Sayangnya wisatawan mulai bosan dan merasa desa tersebut tidak ada bedanya dengan desa lainnya. Inilah yang menyebabkan desa wisata memiliki konsep monoton. 

Hanya ada sebagian kecil yang berhasil menemukan kekhasannya sendiri seperti Desa Celuk Sukawati di Gianyar karena dikenal sebagai desa penghasil kerajinan perak. 

# Bentrok Kepentingan Antara Stakeholder

Setiap pemangku kepentingan (stakeholder) pasti memiliki kepentingan masing-masing yang kadang bentrok. Pemerintah berkepentingan dengan adanya desa wisata dapat menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara. 

Pembangunan Infrastuktur Di Salah Satu Kawasan Wisata Di Bali | Sumber Situs Indonesia Travel
Pembangunan Infrastuktur Di Salah Satu Kawasan Wisata Di Bali | Sumber Situs Indonesia Travel

Masyarakat ingin kelompoknya diberdayakan dan terlibat dalam pengelolaan sehingga bisa memberikan dampak secara ekonomi. Pihak swasta ingin meningkatkan potensi dengan pembangunan sarana penunjang yang artinya mereka juga berharap mendapatkan keuntungan finansial lebih dari pembangunan tersebut. 

Bagi pemerhati lingkungan berharap pengembangan tidak merusak lingkungan dan bersifat berkesinambungan. 

Adakalanya muncul bentrok kepentingan seperti masyarakat dengan pihak swasta, pemerintah dengan LSM atau pemerhati lingkungan dan sebagainya. Selagi bentrok ini terlalu mendominasi maka pengembangan akan stagnan atau bahkan berada di jalan buntu. 

# Ketakutan Akan Dampak di Masa Depan

Wajar rasanya dalam setiap tindakan akan menciptakan sisi positif dan negatif. Masyarakat kerap mempertimbangkan dampak negatif yang bisa saja terjadi terhadap pengembangan desa wisata. 

Contoh sederhana di masyarakat Bali kerap ada aturan (awig-awig) yang mengikat termasuk di desa. Misalkan aturan bahwa harus bertindak sopan, kebersihan dan menjaga tingkah laku selama di desa. Padahal kita tahu bahwa wisatawan asing ataupun nusantara yang datang ke Bali banyak yang bersikap arogan, cuek, dan tidak mau tahu. 

Ada yang tengah mengalami datang bulan tapi masuk ke area pura atau tempat suci, ada yang menggunakan pakaian ketat dan seksi di wilayah desa, berkata kurang sopan, merusak fasilitas desa, dan sebagainya. 

Permasalahan lain ada kekhawatiran terjadinya perubahan pola perilaku masyarakat seandainya desa wisata menjadi berkembang. Contoh menjual tanah atau sawah kepada pihak lain untuk pembangunan villa, hotel atau sebagainya. 

Lebih sibuk melayani tamu wisatawan dibandingkan tetangga yang tengah membutuhkan bantuan atau mengadakan hajatan. Jumlah sampah dari wisatawan meningkat dan masyarakat terpengaruh budaya asing akibat interaksi dengan wisatawan. 

***

Bali telah dikenal sebagai kawasan yang menyimpan daya tarik alam, budaya, sosial, dan tradisi. Daya tarik ini mulai dimaksimalkan oleh masyarakat dan pemerintah dengan menciptakan desa wisata. 

Keberhasilan Desa Wisata Penglipuran atau Desa Jatiluwih seakan menjadi inspirasi terhadap pembentukan desa wisata lainnya di Bali. Sayang banyak yang justru stagnan atau bahkan tidak masuk desa wisata maju dan mandiri. 

Kondisi ini tidak terlepas karena berbagai tantangan yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bersama. Tantangan yang masih sulit dicarikan solusi terbaik. Sehingga pengembangan desa wisata tidak semudah memakan pisang yang hanya tinggal dikupas dan langsung merasakan manis tanpa membutuhkan waktu lama. 

Berharap kelak akan banyak muncul desa wisata lain yang ikut mendongkrak pariwisata di Bali. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun