Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Langkah Preventif agar Masa Tua Tidak Berakhir di Panti Jompo

7 November 2021   14:38 Diperbarui: 7 November 2021   14:50 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang Tua Yang Bahagia Di Masa Tuanya | Sumber Kumparan.com

Beberapa hari lalu muncul kisah viral tentang seorang ibu tua di panti Jompo di Malang. Ibu Trimah (69) yang berasal dari Magelang harus rela menghabiskan masa tuanya di Panti Jompo setelah ketiga anak kandung sepakat menitipkan ibu kandungnya yang sudah lanjut usia di panti Jompo. 

Banyak Pro dan Kontra terhadap kejadian ini. Bagi yang Pro, anak tentu memiliki alasan khusus mengapa menitipkan orang tua ke Panti Jompo. 

Pertimbangan seperti keterbatasan waktu mengurus orang tua, orang tua seakan merasa kesepian, anak sudah memiliki keluarga, ada pertimbangan kekhawatiran muncul konflik antara orang tua dengan anak, menantu serta cucu. 

Bagi yang Kontra menilai menitipkan orang tua ke Panti Jompo ibarat anak durhaka. Semasa kecil orang tua merawat si anak dengan sepenuh hati namun dimasa tuanya justru diabaikan oleh si anak. 

Selain itu si anak seakan membuang kesempatan menjadi anak berbakti dan meraih pahala karena merawat orang tua yang sudah lanjut usia. 

Setiap orang memiliki cara hidup dan pandangan masing-masing. Terlepas dari itu, saya justru merasa perlu upaya preventif bagi kita personal khususnya orang tua agar kelak dimasa tua tidak berakhir di Panti Jompo. 

Apa saja itu? 

1. Motivasi Diri Agar Memiliki Aset

Kondisi terbesar banyak orang tua yang berakhir di Panti Jompo dimasa senjanya dikarenakan dirinya tidak memiliki aset pribadi. 

Sebuah ironi ketika sudah memasuki usia sepuh, orang tua yang sudah tidak produktif akhirnya menggantungkan diri kepada anak atau kerabat. Tidak jarang orang tua merasa "dilempar" karena penolakan untuk merawat atau alasan lain. 

Kondisi ini muncul karena orang tua tidak memiliki aset khususnya rumah sebagai tempat tinggal. Mau tidak mau dirinya pun harus menumpang pada anak atau kerabat. 

Perlu motivasi diri untuk sekedar memiliki aset. Memang ada pandangan bahwa tanggungjawab orang tua adalah merawat dan memberikan hal terbaik pada anak. 

Namun tingginya kasus dimana masa tua tidak memiliki tempat tinggal justru menciptakan permasalahan sosial. Ada orang tua yang harus tuna wisma atau menumpang pada anak dan kemudian berujung pindah ke Panti Jompo. 

Rumah tidak harus besar. Meskipun hanya terbuat dari triplek atau gubuk sederhana namun setidaknya bisa untuk istirahat dan tidak terkena terik matahari dan hujan. 

Ada kisah seorang nenek di desa saya. Dirinya tidak memiliki anak sehingga masa tuanya hidup sebatang kara. Beruntung dirinya sudah memiliki rumah sederhana sendiri. 

Dirinya pun bisa tetap beraktivitas di lingkungan yang sudah dikenal dibandingkan menghabiskan masa tua di lingkungan baru seperti di Panti Jompo. 

2. Jangan Terburu-Buru Dalam Hal Warisan

Teringat salah satu artikel yang dibuat Pak Rudy Gunawan tentang anak durhaka di Singapura yang tega mengusir ayahnya setelah mendapatkan warisan dan sang ayah sudah lanjut usia. 

Tragisnya sang Ayah yang sudah renta beralih dari pengusaha sukses menjadi pengemis di pinggir jalan. Untunglah ada rekan bisnis yang mengenali dan dibantu Perdana Menteri Singapura saat itu. 

Warisan yang semula kepada anak durhaka bisa dibatalkan dan membuat si Ayah bisa hidup sejahtera seperti semula (Artikel selengkapnya klik disini). 

Berkaca pada kisah ini sejatinya orang tua jangan terlalu terburu-buru memberikan warisan pada anak. Mungkin ada pandangan, tidak mungkin anak saya setega itu. 

Nyatanya sudah banyak kasus dimana sikap anak dibutakan setelah mendapatkan warisan. Saya sependapat bahwa jikapun ingin membuat surat wasiat warisan perlu dicantumkan bahwa warisan baru bisa diterima jika kedua orang tua sudah meninggal. 

Upaya ini mencegah terulangnya kasus anak durhaka seperti yang ditulis Pak Rudy Gunawan. Akan menyedihkan ketika orang tua bekerja keras agar bisa mendapatkan harta cukup untuk anak dan masa tua namun berakhir tragis ketika anak semena-mena setelah mendapatkan warisan. 

3. Miliki Passive Income 

Ketika sudah memasuki masa pensiun, seseorang dianggap sudah tidak produktif lagi. Dianjurkan ketika sudah memasuki masa pensiun, orang tua menghabiskan masa tua bersama anak dan cucu. 

Seorang Bapak Yang Sudah Menyiapkan Tabungan Masa Tua | Sumber Liputan6.com
Seorang Bapak Yang Sudah Menyiapkan Tabungan Masa Tua | Sumber Liputan6.com

Perlu diantisipasi ketika sudah pensiun dan tidak ada pemasukan lain. Hidup orang tua menjadi tergantung pada anak. Padahal anak tersebut sudah memiliki keluarga serta keterbatasan finansial. 

Ini yang membuat anak merasa tidak mampu jika harus membiayai 2 dapur (Kebutuhan keluarganya sendiri serta kebutuhan orang tua). Tidak jarang dilema ini membuat si anak memilih untuk mengutamakan keluarganya dibandingkan orang tua. 

Di Jepang sempat ada tradisi Ubasute yaitu membuang atau menelantarkan orang tua ke hutan. Ini karena pada jaman dulu banyak masyarakat hidup susah dan tidak mampu menghidupi banyak mulut. 

Orang tua yang dibuang di hutan akan dibiarkan bertahan hidup seorang diri dan umumnya meninggal karena kelaparan, sakit atau kedinginan. 

Berkaca pada hal ini sebaiknya orang tua memiliki passive income sehingga meskipun sudah memasuki masa pensiun tetap ada penghasilan yang datang setiap bulan. 

Passive income dapat berupa investasi bisnis, usaha kontrakan, sewa ruko atau lahan atau deposito bank. Adanya passive income, orang tua tidak perlu bergantung pada anak sehingga ia tetap mandiri.

Bayangkan ketika saat masa pensiun, orang tua sudah punya kontrakan 5 pintu. Kontrakan tersebut disewakan 500 ribu per bulan. Tentu ia akan mendapatkan 2,5 juta per bulan. Anggap dikurangi biaya ini itu mendapatkan uang bersih 2 juta. 

Uang ini jika di kampung sudah bisa digunakan untuk membiayai hidup tanpa perlu menggantungkan pada anak. Apalagi jika ternyata si anak berbakti dengan tetap memberikan uang bulanan pada orang tua. Tentu masa tua akan jauh lebih bahagia. 

4. Memiliki Keterampilan Bertahan Hidup

Saya sempat membaca kisah inspiratif dimana ada seorang ibu yang tinggal seorang diri di dalam hutan. Anak-anaknya pergi merantau ke kota besar dan sudah memiliki keluarga masing-masing. 

Si ibu tetap memilih bertahan seorang diri meski tinggal jauh dari anak dan di dalam hutan karena ia memiliki keterampilan bertahan hidup. 

Seorang Bapak Tua Yang Tengah Berkebun | Sumber Popbela.com
Seorang Bapak Tua Yang Tengah Berkebun | Sumber Popbela.com

Keterampilan seperti bertani, beternak hingga meramu obat ketika dirinya sakit. Inilah yang membuat si ibu tidak khawatir meskipun tinggal seorang diri karena ia sudah dibekali kemampuan bertahan hidup. 

Prinsipnya ia tidak ingin menyusahkan si anak dan sudah nyaman tinggal di lingkungan alam. Ketika kita juga memiliki keterampilan yang sama, kita tidak akan khawatir jika si anak tidak mau merawat kita ketika sudah tua. 

***

Sebagai orang tua memang memiliki impian untuk bisa menghabiskan masa tua dengan anak dan cucu. Dirinya bisa beristirahat dengan nyaman dan merasa bahagia. 

Nyatanya tidak semua orang tua beruntung bisa merasakan kondisi tersebut. Kasus anak yang memilih menitipkan orang tua di Panti Jompo memang terkesan menyakitkan. 

Benar kata pepatah orang tua mampu merawat 7 anak seorang diri namun 7 anak belum tentu bisa merawat orang tua. 

Sebelum hal tersebut terjadi sebaiknya para orang tua berpikir selangkah ke depan dengan membekali diri dengan hal-hal yang saya paparkan di atas.

Bisa jadi dengan mencoba apa yang saya infokan bisa membuat orang tua tetap tenang menghabiskan masa tuanya dengan atau tanpa dampingan anak. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun