Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Nikah Saat Pandemi dan Strategi Cerdas Terbebas dari Jerat Utang

17 Juli 2020   10:13 Diperbarui: 17 Juli 2020   12:43 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabungan Nikah untuk Merealisasikan Biaya Nikah yang Tinggi (Sumber: shutterstock.com)

Setiap pasangan pasti memiliki impian untuk menapaki jenjang pernikahan. Ada yang baru sebatas mimpi ada juga yang sudah menyusun tanggal, konsep dan menyebarkan surat undangan. Namun ketika masa pandemi ini, larangan untuk mengadakan acara yang dapat mengumpulkan massa membuat konsep pernikahan yang sudah disusun menjadi berantakan.

Banyak pasangan yang menginginkan konsep pernikahan yang berkesan seperti diadakan di gedung mewah, foto pre-wedding yang menarik, dihadiri banyak orang, hidangan makanan yang enak atau sekedar berharap mendapat kado pernikahan yang berlimpah.

Pernikahan adalah upacara yang sakral sehingga pasangan bermimpi untuk membuat pernikahan memiliki kesan mendalam. Tidak heran calon pengantin rela menghabiskan uang demi mewujudkan impian pesta pernikahan yang berkesan. Harapannya itu akan menjadi sesuatu yang akan diingat karena hanya terjadi sekali seumur hidup (meskipun realitanya banyak juga yang menikah lebih dari 1 kali).

Saya pun bertanya kepada teman pernah bekerja sebagai WO. Berapa total biaya pernikahan yang diadakan di gedung. Berikut sekilas kebutuhan biaya menikah dengan konsep menggunakan gedung berdasarkan pengalaman teman saya:

  • Biaya Sewa Gedung Rp. 10.000.000 (Aula/gedung kampus)
  • Biaya dekorasi dan pelaminan Rp. 5.000.000
  • Biaya catering estimasi 500 orang Rp. 25.000.000 (1 undangan untuk 2 orang)
  • Biaya Pre-wedding Rp. 2.500.000
  • Biaya MUA Rp. 2.500.000 (make up pengantin dan orang tua mempelai)
  • Dokumentasi acara Rp. 2.000.000
  • Undangan Rp. 3.000.000
  • Souvenir Rp. 3.000.000
  • MC dan acara hiburan Rp. 4.000.000
  • Pakaian pengantin dan Kostum keluarga Rp. 10.000.000
  • Biaya lain-lain Rp. 3.000.000
  • Total Biaya Rp. 70.000.000

Ingat, biaya di atas hanyalah estimasi biaya untuk penyelanggaran pesta pernikahan di kota kecil tanpa menggunakan jasa Wedding Organizer (WO). Artinya dari konsep dan pelaksanaan di lapangan dilakukan secara mandiri dibantu oleh panitia keluarga. 

Tidak hanya itu semakin megah konsep yang dibuat seperti adanya ucapara siraman seperti adat jawa, seserahan, ataupun tempat acara di hotel berbintang pasti biaya yang dikeluarkan lebih besar.

Kini banyak juga tersedia jasa WO untuk membantu para pasangan mewujudkan pesta pernikahan sesuai dengan konsep yang diimpikan. WO biasanya akan menawarkan paketan pernikahan yang disesuaikan dengan budget calon pengantin. 

Saya menilai penggunaan WO pasti akan mengeluarkan budget yang lebih tinggi tapi setimpal karena pengantin tidak perlu pusing memikirkan printilan hingga hal-hal lain yang menguras pikiran. Pengantin dan keluarga cukup duduk manis menikmati setiap acara karena semua kegiatan akan di bantu dan dihandle oleh WO.

WO akan siap membantu mulai dari urusan desain undangan, penyewaan gedung, berkoordinasi dengan pihak vendor, mendokumentasikan acara serta mengkonsep acara pernikahan semenarik mungkin. Tidak heran usaha WO kian menjamur khususnya di kota-kota besar mengingat para pengantin tidak ingin dipusingkan dengan banyak hal.

Ironisnya demi mewujudkan mimpi pesta pernikahan yang megah dan sesuai impian. Banyak pasangan yang justru terjebak dengan kondisi finansial mereka. Seperti yang saya infokan di atas biaya pernikahan dengan konsep khusus akan mengeluarkan biaya yang tergolong besar. 

Pasangan pengantin yang memiliki penghasilan pas-pasan seperti hanya seputar UMK. Mereka butuh menabung jangka panjang atau menjual aset untuk bisa merealisasikannya. Tidak jarang berhutang menjadi jalan alternatif yang banyak dipilih oleh para pasangan calon pengantin.

Seorang teman saya pernah mengeluh kepada saya. Dirinya bercerita jika salah seorang teman kami (beda divisi) sebut saja Mr X meminjam uangnya dengan nominal cukup besar untuk biaya pernikahan. Mr X menginfokan jika dirinya kekurangan uang untuk membayar catering, dekorasi, dan paket bulan madu dan berjanji akan melunasi setelah pernikahannya rampung. 

Sayangnya setelah berbulan-bulan, uang pinjaman belum juga dibayar. teman saya bahkan mengeluarkan pernyataan yang kurang enak, "Gila aja, dia yang nikah. Gue yang susah. Ngadain nikah mewah tapi gak sesuai isi kantong". Seperti itulah ungkapan yang terlontar. 

Saya memahami perasaan teman saya karena dirinya sudah merelakan uang tabungannya untuk membantu pernikahan orang lain namun justru uangnya tersebut susah untuk diambil kembali. Padahal dirinya juga butuh uang tersebut untuk membeli sesuatu.

Saya sebenarnya kesal melihat orang mengadakan pesta pernikahan mewah namun justru terjerat hutang. Gengsi selalu menjadi tameng yang digunakan oleh calon pengantin atau bahkan keluarga pengantin. Malu jika pesta pernikahan hanya sederhana, terinspirasi konsep pernikahan orang lain, hingga pesta pernikahan dianggap sebagai identitas status sosial. 

Saya sering melihat kasus seperti ini di mana orang dengan penghasilan pas-pasan mengadakan pesta pernikahan yang mewah namun kemudian stres karena memikirkan hutang. 

Tetangga mungkin kagum dengan konsep pesta pernikahan yang dilakukan namun ketika pasangan tersebut pusing memikirkan cara membayar hutang, tetangga lebih memilih masa bodoh. Sebuah gengsi yang justru merugikan diri sendiri.

Suasana Pernikahan Saat Pandemi (Sumber Fajar.co.id)
Suasana Pernikahan Saat Pandemi (Sumber Fajar.co.id)
Nikah saat pandemi justru menjadi strategi cerdas membebaskan diri dari jerat hutang. Bayangkan saja, sesuai dengan instruksi pemerintah tentang larangan melaksanakan kegiatan yang dapat mengundang kerumunan massa maka artinya pesta pernikahan yang mewah dan mengundang banyak orang pun dilarang untuk dilakukan. Ini saat yang tepat melaksanakan upacara sakral yang penuh khidmat dan tentu saja berlangsung secara sederhana.

Saya membuat sedikit estimasi keuntungan nikah saat pandemi dengan melihat pengeluaran yang perlu disiapkan pengantin. Ini terinspirasi dari postingan seseorang di sosial media tentang murahnya biaya nikah tanpa pesta mewah. Saya menggunakan pembanding dari biaya pernikahan yang dilaksanakan di gedung.

  • Biaya Sewa Gedung Rp. 0,- (karena cukup dilaksanakan di rumah untuk keluarga inti)
  • Biaya dekorasi dan pelaminan Rp. 0,- (Cukup beralaskan tikar atau duduk di sofa yang sudah tersedia di rumah)
  • Biaya catering estimasi Rp. 400.000 (Tumpengan dengan keluarga inti)
  • Biaya Pre-wedding Rp. 0- (Keluarga inti tidak butuh disajikan foto pre-wedding)
  • Biaya MUA Rp. 100.000 (Make up sendiri atau dibantu keluarga karena hanya perlu ke KUA/catatan sipil saja)
  • Dokumentasi Rp. 0,- (Dokumentasi dari Hp sudah cukup)
  • Undangan Rp. 0,- (Hanya mengundang keluarga inti melalui grup WhatsApp)
  • Souvenir Rp. 0,-(Tidak ada tamu yang datang)
  • MC dan acara hiburan Rp. 0,- (Setelah ijab qobul atau upacara pernikahan langsung ke rumah)
  • Pakaian pengantin dan Kostum keluarga Rp. 500.000 (untuk sewa jas pengantin pria atau kostum wanita)
  • Biaya lain-lain Rp. 500.000 (Administrasi pernikahan, akomodasi, masker, hand sanitizer dll)
  • Total Biaya Rp. 1.500.000

Nilai di atas memang estimasi tapi bayangkan selisih biaya yang dibutuhkan sangat jauh. Bahkan jika estimasi saya untuk biaya nikah selama pandemi benar maka pasangan dengan gaji pas-pasan pun bisa mewujudkan upacara pernikahan tanpa perlu berhutang. Hanya perlu menabung 1-3 bulan saja, mereka bisa sah menjadi suami-istri dan pastinya tanpa perlu berhutang.

Salah seorang staff saya pun menikah saat pandemi. Dirinya justru bilang ke saya jika beruntung menikah saat pandemi karena jika dulu sebelum ada pandemi. Ketika pasangan mengadakan pesta pernikahan yang terkesan tertutup dan terlalu sederhana pasti menjadi bahan gunjingan tetangga.

Wajar apalagi jika tinggal di desa atau perkampungan. Warga lebih senang bergosip dan menjadikan orang lain sebagai bahan obrolan. Kini ketika staff saya menikah, tidak perlu mengadakan pesta sekalipun warga tidak akan bertanya atau menggosipkan. 

Ketika ada yang bertanya, "Kok tidak ada pesta pernikahan?" Cukup dijawab "Dilarang sama pemerintah". Jawaban sederhana tapi sangat ampuh.

Saya sangat setuju dengan pemikiran dan cara cerdas staff saya ini karena untuk apa berpesta mewah jika ujung-ujungnya stres meninggalkan hutang. Sudah banyak kasus hutang menjadi perusak hubungan persaudaraan/pertemanan. Kasus yang terjadi dengan teman kerja saya adalah salah satu contohnya di mana gara-gara hutang kini mereka saling menjaga jarak.

Bagi saya, pesta pernikahan itu hanyalah sebuah pilihan ibarat bersifat Sunnah bagi umat muslim. Hal terpenting adalah upacara pernikahan dilakukan di depan pemuka agama, disaksikan oleh keluarga dan tentu saja dicatat oleh KUA atau catatan sipil.

Semoga sahabat kompasiana yang galau dan tengah giat menabung untuk menyiapkan pesta pernikahan dapat menjadikan momen ini untuk melakukan pesta pernikahan yang sakral namun sederhana. Ingat berhutang itu berat apalagi lari dari hutang adalah sebuah dosa besar yang akan menghambatmu masuk surga.

Salam hangat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun