"Bagaimana bisa? Tanpa teori-teori Marxisme, tidak mungkin bisa belajar ideologi-ideologi besar di balik postulat-postulat ekonomi!" Kata Pak Djatun. Ketika menjadi Dekan FEUI, mata pelajaran berisi teori-teori Marxisme itu sudah muncul dalam silabus.
Pun, ketika Burhanuddin Abdullah terpilih menjadi Gubernur Bank Indonesia, saya berada satu meja dalam "ruang isolasi" fit and proper test yang dilakukan Komisi IX DPR RI. Kebetulan, saya dekat dengan pimpinan komisi lintas partai politik. Saya masih ingat, sahabat saya Hardy Hermawan marah besar. Soalnya, ketika majalah Trust yang dia kelola terbit dengan wajah Burhanuddin Abdullah pada hari Senin, sama sekali tanpa ada wawancara dengan beliau.
"Hardi, gue bersama Pak Burhanuddin di X sejak hari Sabtu!" kata saya via telepon.
"Indraaaaa! Gila lu! Kenapa lu tidak kasih tahu gue!" begitu kata Hardy, kawan sejak menjadi penyiar radio Jakarta News FM di Pondok Indah. Plus, menjadi bodyguard Sang Ratu Satu Merah Panggung Ratna Sarumpaet bersama almrthum Ahmad Taufik, Ali Sutra, Adnan Belfast, Wiratmadinata dan sejumlah aktivis Jakarta lain. Sebanyak 13 orang mengundurkan diri alias dipecat oleh owner Jakarta News FM, ketika kami siang malam mengkritisi Gubernur Sutiyoso. Termasuk soal banjir besar Jakarta, pemagaran Monumen Nasional, sampai pembelian gorilla seharga Rp. 3 Milyar.
Yang saya tidak kenal secara pribadi hanya Pak Boediono. Kedekatan dengan tokoh-tokoh itu tentu memudahkan saya mendapatkan data atau dokumen-dokumen paling mutakhir. Salah satu yang paling rajin mengirimkan updated adalah Mahendra Siregar yang bekerja di kementerian Keuangan. Posisi saya sebagai analis politik dan perubahan sosial tentu tak bersentuhan dengan bidang ekonomi makro dan mikro. Namun, mata, telinga, dan pikiran saya tentu sangat terbuka terhadap isu-isu ekonomi.
Dalam masa kepresidenan KH Abdurrahman Wahid, saya menjadi Tim Asisten dari Tim Asisten Eknomi Presiden Abdurrahman Wahid bersama Rahmat Yananda, Dendi Ramdani, dan Adam Wirahadi. Sosok-sosok yang kami asistensi adalah Faisal H Basri, Arif Arryman (almarhum), M Nawir Messi dan lain-lain. Mochammad Ichsan, Iman Sugema, dan Muhammad Chatib Basri termasuk "junior" dari mereka.
Apalagi, Centre for Strategic and International Studies tempat saya bekerja memiliki tiga departemen waktu itu. Selain politik dan perubahan sosial, terdapat juga departemen hubungan internasional dan departemen ekonomi. Pande Radja Silalahi, Tubagus Ferrydanu Setyawan, hingga Hadi Soesatro adalah sosok-sosok yang hampir tiap pagi saya temui di ruangan baca koran yang kebetulan dekat kamar kerja saya. Tentu, sesekali saya bertemu dengan Daoed Joesoef, Djisman Simanjuntak, dan Mari'e Pangestu. Korektor paling gigih atas kolom-kolom saya adalah Pak Daoed Joesoef, sementara untuk laporan bulanan saya adalah Pak Hadi Soesatro.
Lalu, apa yang mau saya ceritakan sebetulnya?
Namun, kesadaran arsiparis saya tak bakal mudah hilang. Di balik persoalan korupsi, terdapat persoalan ekonomi makro. Begitulah...
Jakarta, 22 Â Mei 2021
Indra J Piliang, Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara