Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Nihil Sejarawan, Kabinet Masa Depankah?

30 Oktober 2019   16:48 Diperbarui: 31 Oktober 2019   06:32 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarawan menjadi "saksi mata" menyangkut kejadian  apapun di sekitar Sultan atau Raja. Kontinuitas yang tak henti  mengalir dari mata air kelahiran negara. Nilai-nilai yang berakar dari filsafat, ideologi, ilmu pengetahuan, hingga apa yang disebut sebagai karakter dan identitas nasional.

Apabila kontinuitas terhenti, eksistensi hilang, identitas lenyap. Tanpa eksistensi dan identitas, negara terlunta bagai kaum gelandangan dan pengemis. Tanpa identitas, tak ada pihak yang kenal. Bahkan dilupakan rakyatnya sendiri.

Lebih parah lagi, manakala negara tak memiliki ingatan. Amnesia. Sosok dan tongkrongan tak banyak berubah. Lambang. Bendera. Upacara. Rambut terbelah. Lengkap dengan segala macam  sumpah jabatan, hari-hari besar, lalu seragam. Tapi tak berjiwa. 

Seperti manusia yang berjalan tanpa pakaian, berbau, berambut semrawut panjang, terkadang dipasung di dalam kandang. Manusia yang direndahkan dengan sebutan orang gila. Manusia yang sering terlihat tertawa, tanpa penonton dan kamera.

***

Tentu kita perlu sepakat dulu. Benarkah negara berupa organisme sosial, bukan individual? Benarkah negara bisa hidup, pun juga mati? Benarkah jiwanya bisa dibangun, apalagi badannya? Indonesia Raya yang bukan benda mati. Indonesia Raya sebagai tempat persemayaman roh yang baik, bahkan religius. Teistik.


Baik, anggap saja kita sudah bersepakat. Atas dasar itu, nukilan ini bisa diteruskan. Bagi yang ragu atau tidak setuju, silakan berhenti membaca. Titik. Selesai. Biar saya merangkai kata dan kalimat buat mereka yang sudah sepakat saja.

Mari kita berdebat. Kisah Indonesia raya tidak dimulai sejak tanggal 17 Agustus 1945. Keliru besar dan salah kaprah apabila tanggal itu dijadikan patokan, apalagi lembaran awal. 

Tanggal itu justru waktu yang dibekukan, dimatikan, sebagai terminal terakhir. Akhir yang sedang menuju awal. Bukan awal menuju akhir. Hari pembebasan dari selimut tipis kolonialisme. Bukan hari pertama menggunakan selimut nasionalisme.

Sebagai proses akhir menuju awal, perjalanan berikut berarti tak lagi mengikuti arus sungai. Hanyut hingga muara dan samudera antah berantah. Arus sungailah yang dilawan, menuju hulu, tempat mata air pertama terbit. Bukan perjalanan pulang dari puncak gunung. Tapi pendakian telapak kaki pertama.

Sukarno memahami betul perspektif itu. Ia menugaskan sebuah tim yang dipimpin oleh Mr Muhammad Yamin. Sultan Hamid II mendapat tugas mendisain lambang negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun