Masa hukuman sepuluh tahun, tak membuatnya jera. Karena selama mendekam di penjara, ia tak pernah kehilangan mahkota.Â
Namrud preman kambuhan, orang-orang segan menyebut namanya. Jangankan untuk menyapa, menatapnya saja mereka ketakutan.Â
Di kedai kopi, penuh sesak orang-orang. Namrud duduk di meja depan. Memandang suasana Pasar Maling yang sudah berbeda.
Pedagang, pelancong, dan warga, terlihat lebih akrab. Tidak seperti dahulu. Di mana mereka memandang sesama, dengan tatapan penuh curiga.Â
Terlihat seorang lelaki dekil memasuki kedai, sambil membawa ember rombeng. Dalam hati Namrud berkata,"Nah, kebetulan aku butuh anak buah!"Â
Ditariknya ember rombeng dari tangan lelaki itu, dimasukkan sejumlah uang. Lelaki itu terkesiap. Orang-orang di dalam kedai memandang khawatir.Â
Namun buru-buru Namrud melambaikan tangan. Dan seolah memberi kesan, takkan terjadi keributan. Mereka terdiam.
"Kenapa bengong!?" seru Namrud.
Belum sempat lelaki itu membuka mulut, Namrud kembali berkata,"Daripada kamu ngemis, lebih baik ikut aku kerja!"Â
"Maaf, Bang..."
"Denger! Tangan di atas, lebih mulia daripada tangan di bawah!" Namrud mencoba mempengaruhi.Â