Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Hari Baru untuk Kisah Lama

20 November 2021   10:30 Diperbarui: 23 November 2021   00:45 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi scooter merah marun (Foto dmncwndrlch Via Pixabay)

"Ternyata, balikan sama mantan itu nyaman. Hanya butuh sedikit penyesuaian." 

Ivana baru saja mejemput Momoy, sepeda motor miliknya dari bengkel. Hangat mentari menyambut senyuman. Dan awan putih berkejaran mengiringi keceriaan. Hari baru untuk kisah lama. Kebahagiaan meluncur mulus di jalan aspal. Meninggalkan masa lalu di belakang. 

Dua tahun tersimpan di garasi, scooter merah marun merindukan sentuhan mesra. Di parkir sampai berdebu. Kering. Kesepian dan kedinginan. Tak lagi dipacu, terpaku, menunggu pemilik baru. Namun ternyata, Ivana masih menyayanginya. 

Momoy hanya berdengung. Berbunyi serak-serak basah. Berkali-kali distarter. Berkali-kali mati. Terpaksa harus dibawa ke bengkel. Hasrat meronta-ronta ingin berkendara. "Tarikan kamu sudah beda, Moy!"

Tak ada maksud untuk menelantarkan Momoy. Ivana sudah berusaha menawarkan motor itu, sejak hari pertama menikah. Namun apa daya, iklan di medsos hanya berakhir pada tawar-menawar belaka. 

Momoy dibeli dengan jerih payah Ivana. Dengan uang muka dari gaji pertama bekerja. Menemani di saat susah dan senang. Menjadi saksi bisu perjuangan hidupnya. 

Diminta untuk tetap di rumah dan berhenti bekerja. Ivana harus rela meninggalkan kebiasaan berkendara dengan sepeda motor. Rutinitas baru harus dijalani. 

Kebutuhan belanja diambil asisten rumah tangga. Dan tugasnya sebagai istri, membuat suasana rumah layaknya surga. 

Menjalani bahtera kehidupan dengan lelaki pilihan. Kemapanan dan keluarga besar terpandang, menjadi sebuah pertimbangan. Meninggalkan kesenangan untuk sebuah kebahagiaan yang dijanjikan. 

"Aku akan membahagiakan dan menemanimu seumur hidupku."

Pernikahan yang sempurna. Hari-hari tanpa cela. Di mana seluruh kebahagiaan begitu Instagramable. Meski ternyata, tak berjalan selamanya. 

Riak-riak kecil berganti pusaran air. Aliran tenang berganti arus yang deras. Penerimaan tentang belum hadirnya buah hati, menjadi duri yang menyakitkan. 

Hingga kata-kata mesra tak terdengar lagi. Dan semua masalah, diselesaikan lewat setumpuk alasan. "Aku lelah, terserah kamu mau apa!"  

Bahtera pun karam, Ivana limbung diterjang badai. Nakhoda berenang ke tepian. Meninggalkan seluruh kengerian di meja pengadilan. Dan secarik kertas, mengakhiri ikatan suci. 

Ivana menepi di depan halte. Mengatur nafas yang kembang kempis. Tanpa terasa, air mata mengalir. Ia pun menghapus sisa tangisan, dengan sehelai tisu yang dibeli dari seorang gadis kecil di depannya. 

Momoy kembali menderu. Haru. Ivana becermin pada kaca spion dan tersenyum. Menutup lembaran kelam. Dan menerima takdir dengan hati yang tenang. Beranjak, dan terus melaju ke depan. 

Debu-debu jalanan, asap hitam, dan kemacetan kota, terbayar tuntas dengan suasana alam. Padang rumput dan perbukitan. Keresahan telah terlewati. 

Hingga Ivana terhenti di sebuah taman di tepi danau. Dan memarkirkan Momoy di depan cafe yang tersusun dari dua buah container. Ia menarik nafas panjang, sebelum mulai melangkah. 

Ada harapan yang ingin disampaikan. Ada seseorang yang ingin ditemui. Dan do'a pun diucapkan.

"Bayu, apa kabar?" 

Barista bernama Bayu terlihat kikuk, dan salah tingkah, menyadari Ivana menyapa di meja depan. Raut wajahnya cukup tegang, untuk menanyakan pesanan. 

Degup jantung berdebar kencang, seakan mendadak demam. Chaos di dalam, tetapi berusaha tenang di permukaan. 

"Moccacino dengan ekstra susu, dan croissant isi cokelat?" Bayu menawarkan pesanan dengan lancar, sebelum Ivana bersuara. 

"Ya!"

Kaku. Bayu menghidangkan sendiri pesanan ke meja Ivana. Mengambil duduk di sebelah, dan menjawab pertanyaan. "Aku masih sama, sedikit terluka. Namun baik-baik saja kok, kamu?" 

Ivana hanya tersenyum. Ia menatap ke luar jendela. Danau dan rerumputan. Tenang dan damai. Wangi kopi dan roti panggang. 

Mereka pun mulai membuka obrolan ringan. Dimulai terbata-bata, sedikit canda. Hingga semuanya terbuka. Dan Bayu menyadari, tak ada lagi cincin emas yang melingkar di jari manis Ivana. 

"Bayu, tulisan di dinding itu masih sama?" 

"Yang mana?" 

Telunjuk Ivana tertuju pada sebuah mural, dan berkata, "Itu, hari baru untuk kisah lama." 

Bayu berkata, dan mengalihkan pandangan ke arah Ivana. "Terdengar seperti, hati Bayu untuk kisah Ivana."

"Gombal!" 

**

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.
Indra Rahadian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun