Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kencan Buta Larasati

3 Oktober 2021   10:14 Diperbarui: 4 Oktober 2021   22:35 2114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami memang tidak begitu dekat, karena berbeda lingkaran pertemanan. Namun desas-desus berhembus, dia seorang playboy kelas kakap. Dalam hatiku berkata, "Ayolah, Fitra, tunjukkan wajahmu yang sebenarnya." 

"Kau mau memandangiku sepanjang malam, Laras?" ucapnya. 

Kami mulai bercerita. Begitu canggung memanggil namanya. Biasanya dengan awalan "Pak" atau "Bos" kami berbincang. Namun kali ini terkesan begitu akrab. Dia pintar menghilangkan sekat. Dan tak butuh waktu lama untuk merasa dekat. 

Kesan playboy tak sepenuhnya terbukti. Dia sama sepertiku. Tak begitu haus kasih sayang. Dunia kerja lebih menantang, dan tak sadar waktu berputar cepat. 

Namun tak ada kata terlambat untuk menjalin hubungan serius. Kita sendiri yang boleh menentukan, bukan? 

Obrolan malam tadi lebih mirip diskusi, ketimbang kencan buta. Kami saling menggali kepribadian masing-masing. Pertanyaan, pernyataan dan jawaban meluncur mulus. Dan aku terkesan. 


Hingga satu jam terlewati dengan menyenangkan. Namun waktu tak kenal kompromi. Dan aku tidak mau berpindah sesi. Fitra meletakkan sekuntum mawar. Matanya seakan berbicara, ia nyaman bersamaku di sini. 

"Senang bersamamu di sini, Laras. Namun aku mau mencoba sesi terakhir," ucapnya, menarik nafas seraya beranjak. 

Meski kecewa, aku tetap tersenyum. Tak apa. Dia berhak menentukan yang terbaik. Dan aku tak berharap banyak. 

Malam itu Fitra membuatku lupa, bahwa aku tengah berada di acara kencan buta. Dan aku tak dapat menyembunyikan rasa bahagia. Menghabiskan matcha di depanku. Tersenyum. Menghela nafas.  Bersiap mengambil sesi terakhir. Namun tak ada yang datang lagi. 

Hingga bel berdentang di tengah kota. Penghujung malam telah tiba. Tubuhku lemas. Dan mata berkunang-kunang. "Benarkah tak ada waktu tersisa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun