Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kencan Buta Larasati

3 Oktober 2021   10:14 Diperbarui: 4 Oktober 2021   22:35 2114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang perempuan menatap layar gadget (Gambar: Saydung89 Via Pixabay)

Tak sedikitpun aku gugup. Terbiasa bertemu klien, menyepakati pekerjaan besar, dan menjadi andalan untuk negosiasi harga, membuatku terbiasa berkata-kata. Interaksi formal dan non formal sama saja. Kepercayaan diriku sudah di atas rata-rata. 

Lelaki di depanku terlihat kaku. Senyum dua jari yang terpaksa. Dia menatapku seperti menatap guru matematika. "Paras ini diturunkan ayah ibu, bukan aku yang mau," ucapku dalam hati. 

Satu jam terlewati hanya untuk makan bersama. Basi. Kuputuskan mengambil sesi kedua. Lelaki itu masih terpaku di sana. 

Lelaki kedua memberi kesan baik. Tatapan hangat dengan kata-kata tertata. Dia memperkenalkan diri sebagai diplomat. Namun bagiku, gelagatnya seperti tukang sulap. Terlalu banyak yang ditampilkan. Dia tak memberiku kesempatan bertanya. 

Perbincangan berjalan sesuai kehendaknya. Ia memberiku satu pertanyaan. Dan berlanjut sebuah pertunjukan. Kutebak, lelaki ini mencari pasangan yang gampang diatur, atau dikelabui. Dan itu bukan aku. 

Benar saja, kali ini aku yang ditinggalkan. Terpaku di meja dengan secangkir matcha. Menanti ada peserta yang menghampiri. "Ini takkan berhasil," keluhku. 

Lelaki ketiga datang bersama sekuntum mawar dan senyuman. Lelaki itu adalah Fitra. Kepala kantor tempatku bekerja. Dia tak dapat menahan tawa. Menyapaku sambil terkekeh. "Bila ada orang kantor yang tahu kita di sini, habislah," ucapnya. 

Entah apa yang merasukiku. Bukankah seharusnya aku terkejut atau terpana. Dia orang nomor satu di perusahaan. Direktur utama. Muda dan berprestasi.

Bos yang menginspirasi kami pada kerja keras dan pantang menyerah. Figur teladan yang menunjukkan prestasi dan jabatan tinggi dapat diraih dari bawah. 

Namun di luar dugaan, sikap dan selera humor yang ditunjukkan membuatku merasa nyaman. Perasaan yang sama yang kurasakan, saat bercengkrama dengan pacar pertama di kantin sekolah. "Oh, tidak!" 

Kesepakatan pertama dari perbincangan adalah tidak membahas pekerjaan. Dan aku cukup heran, bukankah dia terkenal serius soal pekerjaan. Di ruang rapat, instruksinya berapi-api. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun