Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Clara, Elsa, dan Cupid Nakal

28 November 2020   19:31 Diperbarui: 28 November 2020   19:49 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Pixabay

Setiap lelaki bisa mendadak menjadi pujangga, saat ia jatuh cinta.

Tak ada sesuatu percuma, saat hati dilanda kasmaran, semua peristiwa bisa menjadi secarik puisi, setiap kata bisa menjadi seuntai sajak dan setiap canda akan menjadi pagelaran humor yang renyah.

Dengan syarat, wanita yang menyambut rayuanmu adalah wanita yang dituju tentunya.

Cupid tidak pernah salah membidik, namun bisa saja ia meleset, bukan?

DANA, anak remaja tanggung yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas, sudah lama menaruh hati pada Clara teman sekelasnya.

Meskipun sudah kenal cukup dekat, namun ia masih sungkan untuk menyatakan perasaannya pada Clara, terlebih prestasi belajar Clara lebih moncer ketimbang Dana yang hanya mentok dirangking 10 besar dari belakang.

Keinginan Dana bukan tanpa usaha, ia terkadang mengambil kesempatan untuk mengantar pulang Clara meski harus kehabisan bensin, karena berjalan memutar sangat jauh dari rumahnya.

Tak pelak, iapun sering menjadi korban pukul salah sasaran dari barisan para mantan Clara yang tidak begitu senang pada Dana, mereka tak terima mantannya diantar pulang oleh orang sejenis Dana.

Namun nyali yang dimiliki oleh Dana, tak selemah yang dibayangkan, ia masih mencoba menarik perhatian Clara dengan puisi, sajak dan kode-kode pada secarik kertas atau catatan nakal pada meja sekolah.

Sore itu, menjelang pulang sekolah pada jam mata pelajaran matematika, Dana terlihat berbicara empat mata dengan Pak Guru Ozzy.

"Dana, kamu menghadap guru BK sekarang!" Pinta Pak Ozzy.

"Loh, kenapa Pak?" Tanya Dana, kebingungan.

"Menghadap saja dulu, nanti juga kamu tahu," ujar Pak Ozzy.

"Baik, Pak." Jawab Dana.

Sebelum Dana mengetuk pintu yang sudah terbuka diruang BK, Pak Rudy sudah menunggu dengan wajah ramahnya, terlihat santai dengan menyilang kaki disofa hitam khas inventaris sekolah.

"Aduh den bagus, mari duduk," sambut Pak Rudy.

"Iya Pak, ada apa ya? Tanya Dana.

"Saya sudah lama ga bolos, ga nyontek, tiap upacara bendera juga saya hadir, Pak," Lanjut Dana dengan lugas.

"Bukan itu, ini loh," ucap Pak Rudy, sambil mengeluarkan selembar kertas jawaban ujian.

Dana yang masih tak mengerti pun bertanya, "apa tuh, Pak?

"Coba kamu baca," pinta Pak Rudy.

Terlihat beliau menyerahkan selembar kertas jawaban ujian tersebut, pada tangan Dana.

Tertulis, "U = 1-1 U+2640, 143 ~ 12," terang Dana, sambil membaca.

"Kamu adalah satu-satunya wanita, yang ku sayang tak terhingga sampai tua," ungkap Pak Rudy.

"Kok, bapak bisa ngerti kode angka!?" Ujar Dana terperanjat kaget.

"Ehmm boleh tahan, umur kamu juga bisa saya hitung!" Canda Pak Rudy.

"Duh maaf Pak, tertukar sepertinya lembar jawaban saya," ucap Dana menahan malu.

Pak Rudy menggelengkan kepalanya, kemudian berkata, "nasib baik Pak Ozzy tak langsung menghukum kamu, Den."

Setelah proses bimbingan dan konseling yang panjang dan lama, Dana akhirnya dapat keluar dari ruangan tersebut, ia terlihat loyo dan tidak bersemangat.

Semua gara-gara Clara pikirnya, padahal jika saja Dana berani mengutarakan perasaan, maka tak akan ia berlarut-larut dalam fantasi dan harapan yang menyita waktu dan pikiran seperti itu.

Ia hanya akan dihadapkan pada patah hati yang dapat sembuh seiring waktu, malu seumur hidup dikelas saja atau kemungkinan kecil, bahagia karena mendapat sambutan baik dari Clara.

"Dan, ada apa dipanggil ke ruang BK?" Tanya Jack, kakak kelasnya yang berasal dari daerah kabupaten lima puluh kota.

Dana pun menjawab asal saja, "biasalah Uda, Razia cowok ganteng."

"Clara lagi?" Pancing Jack.

"Ho'oh" jawab Dana, singkat.

"Dah nih, nomor cewek, cakep!" Ucap Jack seraya mengeluarkan handphone dari balik tasnya.

"Ogah, paling pegawe salon ujung gang lagi," ketus Dana, tak percaya.

"Beda, dong," ujar Jack.

"Ah, yang bener!?" Kali ini Dana terlihat penasaran.

"Salonnya beda," tutup Jack sambil menyimpan kembali handphonenya.

"Sue," ketus Dana.

"Eh, ajakin Clara nonton nanti malam, bioskop sudah bukaaa!" Teriak Jack, sambil berlalu.

Dana hampir tak lagi percaya pada Uda Jack, Kaka kelas paling jahil yang pernah dia temui seumur-umur disekolah.

Pernah suatu ketika, ia diberikan nomor handphone seseorang bernama Elsa oleh Uda Jack, terlihat cantik dari photo profil WhatsApp nomor tersebut, ia pun sejenak melupakan Clara.

Setelah sebulan berlalu, wanita yang tiap malam ia chat dan kirimkan puisi, sajak dan rayuan maut toh tak pernah mau kopi darat, jangankan bertemu, untuk sekedar video call pun selalu menolak.

Padahal Dana sudah merasa nyaman dengan apresiasi dan obrolan ringan dengan Elsa, tetapi apa mau dikata, Elsa pun sepertinya tak begitu menyambut perhatian Dana.

Usut punya usut, ternyata Elsa adalah transpuan yang bekerja disalon kecantikan yang letaknya tak jauh dari sekolah.

Dana hanya bisa gigit jari saat Elsa pun ternyata segan bertemu dengannya, semakin hancur kepercayaan dirinya, jangankan Clara, Elsa pun ogah merespon ajakan bertemu muka.

Meski merasa tertipu, Dana tak berani marah pada kakak kelasnya tersebut, terlebih dia yang selalu membantu jika ada ancaman atau gangguan dari mantan-mantan Clara.

Malam ini malam minggu, Dana dengan berani berniat datang ke rumah Clara untuk mengajaknya nonton di bioskop yang baru saja buka.

Maklum selama pandemi tak ada satupun bioskop yang buka, dan ia berharap dengan ajakan ini, Clara dapat terkesan dan sudi memberikan lampu hijau.

Dana, bergaya sangat maksimal dengan memakai baju bekas import via online, iapun segera berangkat menuju rumah Clara, setelah hampir dua jam menghabiskan waktu di kamar mandi.

"Clara ada, Tante?" Tanya Dana, pada Ibunda Clara.

"Oh, keluar Mas, tadi bilangnya ada janji nonton bioskop," jawab ibunda dari balik pagar.

"Saya temen sekelas Clara, Tante, " ucap Dana, yang seperti tidak terima dipanggil dengan sebutan Mas.

"Oh, iya maaf gelap," respon Ibunda Clara, sambil berlalu

Dana cukup keki dengan jawaban ibunda Clara, namun ia pun senang bukan kepalang, mengira Clara sudah lebih dulu menunggu di gedung bioskop.

"Benar kata orang-orang, kalau wanita diem itu artinya mau," ucapnya dalam hati.

Ia segera bergegas menuju gedung bioskop di tengah kota, berbekal chat WhatsApp yang tak kunjung dibalas oleh Clara.

Menjelang masuk ke gedung bioskop, Dana terlihat sedang menerima telepon dengan serius.

"Dan, Clara udah nunggu lama tuh, dia udah masuk di bangku D14, kamu pesan bangku sebelahnya aja ya," pesan Jack pada Dana.

"Siap Uda!" Jawab Dana berbunga-bunga.

Dana masih saja termakan perkataan Jack, ia pun tanpa berpikir panjang segera memesan tiket dengan nomor tempat duduk D15, sebuah angka ganjil dimalam minggu.

Film sudah hampir dimulai, lampu didalam gedung bioskop sudah mulai redup, Dana dengan gembira melangkahkan kakinya menyusuri deretan bangku bioskop.

Namun, bagai petir disiang bolong dan angin puting beliung ditengah lapang, hancur seketika hati Dana melihat sosok tak asing tengah duduk di bangku bernomor D14.

Remang cahaya pun, ia mengenali sosok itu sebagai Elsa yang kurang lebih mirip sesuai dengan photo profil WhatsApp yang pernah ia usahakan selama sebulan lalu.

Dalam hati Dana mengomel, sungguh terlalu kejahilan Jack kali ini, membohongi sahabatnya sendiri dan dalam benaknya pun berpikir, kemana sebenarnya Clara pergi?

"Mas Dana ya?" Sapa Elsa ramah.

"Maaf ya, tak pernah mau ketemu selama ini," lanjutnya.

"Sttt, diem, filmnya sudah mau dimulai," sahut Dana menahan keringat dingin.

"Udah, nanti ngobrol diluar aja ya," tutup Dana menutup pembicaraan.

Elsa akhirnya menemani Dana sepanjang malam, sehabis keluar dari bioskop, mereka pun terlihat makan bersama dan mulai berkawan akrab.

Dana tidak takut lagi pada sosok Elsa, karena justru kawan barunya tersebut yang memberikan semangat pada Dana, untuk tidak menyerah memperjuangkan keinginannya.

"Masa sih ada kaum hawa yang tidak tertarik sama Dana?" Ucapan Elsa itulah yang selalu terngiang di telinga Dana.

Hikmahnya sejak saat itu, Dana tidak tergantung lagi pada Jack kakak kelasnya untuk menjaga dirinya dari ancaman mantan-mantan Clara yang cukup beringas.

Sementara itu disebuah pusat perbelanjaan, Clara dan Jack tengah berjalan berdua-duaan dengan membawa banyak barang belanja, seperti sepatu, tas, baju dan pernak-pernik kecantikan wanita.

Jack terlihat memohon diri sejenak pada Clara, ia ternyata sedang berusaha menghubungi orang tuanya dikampung.

"Abah, eh maaf Amak.. tolong ananda dirantau sedang kehabisan uang, kirimkan transfer piti sekarang juga ya, Amak." ucapnya pada ibunda diujung handphone.

****

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

U + 2640 simbol gender wanita

143 simbol I Love You

~ simbol tak terhingga

12  dibaca tu wa (tua)

(Indra Rahadian, 11/28/20)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun