Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

ILC, 212 dan Standar Adab Kita

6 Desember 2018   20:12 Diperbarui: 6 Desember 2018   20:28 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aku tak biasa-biasanya nonton Indonesian Lawyers Club (ILC). Tapi kali ini aku tonton acara ini, karena aku masih belum move on dari reuni 212, Desember 2018. Aku masih takjub, sampai ILC terkait 212 pun aku kejar.

Tapi ternyata topiknya elektabilitas. Sesungguhnya aku tak tertarik. 212 bagiku adalah ajang pertemuan, persahabatan, persaudaraan yang penuh cinta kasih. Jauh lebih besar dari urusan pilpres. Tapi OK lah, karena terkait 212 akupun tune in.

Dan ternyata aku patah hati. Tiga hari ini aku disuguhi berbagai kisah saling asah, saling  asuh, saling mendukung, memudahkan, membantu, berbagi. Tiga hari ini aku dibuat haru dan bangga sebagai orang Indonesia yang santun, lembut dan menghormati lingkungan, bukan hanya sesama. Dan semua itu dipatahkan di acara ILC ini.

ILC semalam penuh dengan interupsi, saling menjatuhkan, sikap merendahkan, tidak menghormati, dan buruk sangka. Jauh sekali dari nilai-nilai yang  diusung tinggi di 212. Miris kan? 

Selayaknyalah para narasumber ILC yang terhormat, terpelajar, berpangkat tinggi mampu mencontohkan adab yang  lebih baik. Jangan sampai kalah dengan kakek, ibu-ibu, teman-teman difabel, yang  sederhana, tanpa pangkat, tidak menjabat, tapi sangat bermartabat. Berjalan dari Padalarang, bahkan ada yang merangkak, tanpa mengeluh, tanpa menjatuhkan, dan masih bisa berbagi menunjukkan hati yang  penuh cinta.

Maka akupun berkaca dari ILC ini. Jangan-jangan akupun  suka melakukan kesalahan-kesalahan yang sama. Alhamdulillah sekarang aku punya kaca. Yuk kita berkaca yuk. Beberapa hal yang bisa kita perbaiki:

1. Jaga hati yang damai dan niat baik
Hati yang damai, niat yang baik akan membuat jiwa tenang. Semua untuk mendapat ridloNya semata, bukan untuk yang lain. Maka pikiran pun akan lebih jernih, kreatif, produktif. Yang keluar dari mulut dan tangan bisa menginspirasi dan membawa kebaikan dan keberkahan. Tidak akan terbersit niat untuk menjatuhkan, hanya ingin menginspirasi. Tidak terfikir untuk menuduh dan menyakiti, hanya mau mendukung dan mengasihi.

Wajah pun akan memancarkan aura yang membuat orang senang berdiskusi dengan sehat. Tak akan ada wajah "ngajak perang" yang membuat nara sumber lain tak nyaman.

2. Hormati orang lain
Angkatlah orang yang berdiskusi dengan kita terkait topik. Bahagiakan mereka dan buat mereka merasa dekat dengan kita. Hal ini dilakukan Mas Effendi dengan berkata, "ini uni saya ini," ke narasumber yang sedang mengkritiknya.

Panggil dengan Bapak dan Ibu untuk forum-forum di Indonesia. Jangan gunakan kata "kamu" yang terdengar sangat tidak hormat.

Interupsi sangat mengganggu dan membuat narasumber lain tak bisa memaparkan dengan utuh. Hindari interupsi dan mencoba jadi wasit. Ada wasit yang sudah ditetapkan.

3. Jujur dengan pilihan kata yang baik
Gunakan kata yang santun dan penuh penghormatan. Hindari kata-kata yang merendahkan. Hindari juga jargon yang bisa membuat orang bingung, tapi tentu tak mau terlihat bingung. Akhirnya pembicaraan bisa ke mana-mana.

Terus terang apa adanya itu baik, asal kata-kata yang digunakan baik. Aa Gym sangat terus terang dengan mengatakan bahwa hatinya sakit saat umat Islam dituduh intoleran, anti NKRI. Hal ini disampaikan dari hati dengan kata-kata baik, sehingga tidak menimbulkan sanggahan.

4. Jangan menuduh dan merendahkan orang lain
Hal yang paling membuat saya patah hati adalah poin ini. Ada nara sumber yang menuduh tanpa data. Para pendatang yang jauh-jauh datang dari berbagai kota, bahkan sampai merangkak dan jalan kaki disebut mayoritas HTI? Nggak salah dengar? Berniat mengganti khilafah? Anti NKRI? 

Siapapun yang mengatakan hal ini artinya tidak meneliti secara mendalam, tidak melakukan interview langsung, dan tidak serius dalam menyampaikan kebenaran. Risetlah dulu sebelum bicara. Lakukan PR dengan baik sebelum bicara.

Ada pula narasumber yang membawa berbagai topik di luar topik yang sedang dibahas hanya untuk menjatuhkan narasumber lain, dan akhirnya memancing yang lain terlibat debat kusir dengan topik yang tidak terkait. Ini sungguh sangat tidak elok dan memalukan. 

Dan kalau ada yang mencoba menjatuhkan kita, jangan terpancing. Diskusi bisa larut menjadi kancah perang yang memalukan.

5. Dengarkan mereka yang sedang berbicara
Bermain hp saat ada yang bicara terlihat sangat tidak sopan. Dengarkan! Jadi kita faham posisi berbagai pihak, bukan sekedar bikin asumsi sendiri dan menuduh. Apalagi kalau kamera TV menyorot sikap tak elok ini. Runtuh sudah citra orang Indonesia yang santun dan penuh kasih. Muncul citra orang Indonesia yang tidak sopan, tak mau mendengar dan egois.

Reuni 212 adalah standard, contoh teladan, yang membuktikan bahwa orang Indonesia bisa berakhlak mulia. Reuni 212 adalah bukti cinta kasih dan persatuan umat yang semangat untuk saling mendukung dan membantu. Dicontohkan oleh kakek yang bersimbah peluh merangkak sepanjang jalan, oleh masyarakat dari Ciamis, Kalimatan bahkan luar negeri. 

Reuni 212 adalah pengorbanan. Dari uang, waktu, darah, keringat dan air mata. Dan tak ada yang merasa berkorban, karena semua dilakukan dengan penuh cinta. Masyarakat dari Minangkabau sampai harus charter pesawat karena bis tiba-tiba tidak mau membawa mereka. Dan mereka pun membawa satu ton rendang untuk dibagikan gratis di reuni 212. Atau seorang anak bujang yang membawa satu kantong plastik minyak angin. 

Tidak banyak-banyak, mampunya segitu, alhamdulillah. Tidak untuk koar-koar, membanggakan diri atau HTI, tidak. Mereka benar-benar hadir untuk keluarga besar anak bangsa yang menanti di Monas dengan penuh kasih, ingin shalat dan berbagi bersama. Mereka bahagia dengan bukti kasih itu.

Yuk kita jaga sama-sama cinta ini. Jangan izinkan ia luntur. Jaga sama-sama nilai-nilai ini dalam hidup kita sehari-hari. Jangan sampai pengorbanan kakek, nenek, ibu, laskar mujahid, sampai donatur, yang datang dan tidak datang, berhenti dengan selesainya acara. Izinkan acara ini untuk menjadi awal pembangunan akhlak umat. Minimal setahun kita jaga semua ini, sampai reuni berikutnya kita saksikan dengan standard yang lebih tinggi.

Lebih tinggi? Siapa yang bisa jamin. Semua tergantung kita. Aku dan kamu. Jaga hati agar teguh menjaga niat hanya untukNya, jaga kata agar selalu mengucap dan mengetik yang dicintaiNya, dan jaga perilaku agar selalu santun, lemah lembut, atau tegas penuh cinta, semua pada tempatnya. 

Akan banyak yang tidak suka, biarkan saja. Doakan, semoga mereka pun bisa ikut menjunjung tinggi nilai-nilai ini. Jangan pernah menyalahkan, jangan buang waktu mengurus keburukan orang lain. 

Pada akhirnya kita semua harus bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan saja. Terpancing melakuan hal yang sama akan menggerus nilai-nilai 212, dan membuat pengorbanan semua mujahid berhenti di acara kemarin saja. Jangan biarkan hal ini terjadi.

Dan kalau Allah ridlo atas usaha kita, insya Allah tahun depan kita akan saksikan standard yang lebih tinggi, lebih mengharukan, bahagia dan bikin takjub. Karena acara kemarin juga tak mungkin bisa terjadi tanpa limpahan karuniaNya. Jadi jagalah hati, kata dan sikap. Insya Allah Allah ridlo utuk tahun depan. Mau kan?

Ditayangkan juga di: Berkaca di ILC dengan nilai-nilai 212

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun