Mohon tunggu...
Indah Sari
Indah Sari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Is Fine

Live is never flat so stay enjoy

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Langit Biru - Chapter V

26 Juni 2020   20:35 Diperbarui: 10 Juli 2020   22:29 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Well, Holla semuanya semoga hari ini menyenangkan untuk kita semua. Ini adalah sebuah cerita fiksi, untuk tambahan cerita, saran, bahkan kritiknya bisa langsung komentar atau langsung DM Instagramku yah. Skuy, langsung baca gaes...

Chapter V - Deja Vu 

Tak terasa sudah satu minggu aku tinggal di kota ini. Satu minggu lalu, aku habiskan waktuku untuk belajar mengerjakan soal-soal untuk masuk ke SMA Negeri 1 Bukittinggi.  Berhubung ini hari minggu  aku memilih untuk merilekskan tubuhku dengan pemandangan dihalaman belakang rumah kami. Saat tiba dihalaman berjalan menuju halaman belakang rumah aku melihat ibu sedang menyiapkan sarapan dan ayah sedang menyaksikan tayangan berita di ruang keluarga. Sesampainya dihalaman belakang rumah aku memilih untuk menaiki ayunan. Duduk diayunan dengan menghadap ke arah utara memberikan rasa nyaman untuk kedua bola mataku. Aku bisa melihat beberapa tanaman yang tersusun secara zigzag dengan perpaduan berbagai warna. Dibawah tanaman itu juga ditanami rumput dan pinggirannya dilengkapi dengan aksen batu-batu kerikil.

Sesaat aku menatapi langit dan mencoba untuk menikmati hembusan nafas. Setelah 4 kali aku melakukannya, aku melihat seorang wanita yang sedang menyiapkan hidangan di dapur rumah ini. Wanita dengan tinggi 168 cm itu memberikan senyum yang hangat kepada seorang pria. Jika itu mimpi harusnya aku terbangun dan sadar bahwa itu sebuah mimpi, tapi tidak demikian.

Aku sadar bahwa wanita dan pria yang kulihat itu bukanlah orang yang aku kenal.  Kejadian itu tidak terlalu aku pikirkan, karena mengingat besok adalah hari ujian tes masuk SMA. Aroma sayur nangka memanggil diriku untuk menghampirinya di dapur. Setibanya di dapur, ayah menikmati lontong sayur khas padang. Aku duduk disamping kanan ayah dan juga mengambil sayur nangka, setengah telur rebus bulat, enam potong lontong, dan kerupuk merah.

Selang beberapa menit kemudian ibu juga ikut sarapan dan duduk disamping kiri ayah. Aku memulai pembicaraan dengan kejadian yang baru saja aku alami. Kuceritakan semua secara mendetail mengenai pria dan wanita yang kulihat. "Mano mungkin," kata ayah seolah aku mengarang cerita. "Mungkin kamu lelah nak, jadinya antara tubuh dan pikiranmu terganggu ?" kata ibu dengan senyum lembutnya .

Karena respon mereka seperti itu, kejadian ini aku lupakan begitu saja. Selesai sarapan ibu mengajakku ke pasar Banto Bukittinggi. Perjalanan kami tempuh dengan menggunakan motor vespa kesayangan ibu. Walaupun sudah ditinggalkan banyak orang tetapi bagi ibu vespa 125 (VNA2) bewarna kream ini memiliki kenangan yang indah. Kata ibu ini hadiah saat ibu berusia 17 tahun dari nenek. Sehingga banyak sekali kenangan yang dimiliki oleh ibu. Salah satu kenangan yang tak terlupakan itu saat ibu dipertemukan ayah melalui vespa ini.

Setibanya dipasar ibu membeli daging ditempat langganannya. Uni Rain juga menyapa diriku "uda besa kau nak ? tak teraso yo..." kata Uni Rain sambil memotong daging belanjaan ibu. "Iyo, Uni" Jawabku. Uni Rain pernah melihat aku saat berusia 5 tahun yang dulunya pernah mampir belanja bersama ayah. Setelah membeli daging ibu menyusuri bagian penjual hewan air. Ibu membeli lauk pauk untuk perkiraan satu minggu kedepan. Selesai berbelanja lauk pauk kami pulang, diperjalanan menuju ke rumah motor ibu mendadak tiba-tiba berhenti. Tempat kami terpaksa berhenti merupakan perumahan dan disamping seberang perumahan tersebut ada sebuah bengkel. Aku dan ibu mendorong vespa keseberang jalan. Saat dicek ternyata karburatornya kotor, harus menunggu 30 menit untuk memperbaikinya.

Kami memutuskan untuk menunggu sebentar sambil bercerita. Sepuluh menit berlalu ada seorang  anak laki-laki yang menegur diriku. "Olivia Aresta ?  Iya kan ?" sebut laki-laki itu. Karena itu namaku aku langsung menjawab " Iya, kamu siapa ya ?" jawabku. "Adin, apa kabar nak ?" Ucap ibu. Kata ibu Adin ini teman bermain saat aku kecil.  Aku tidak ingat sama sekali, ingatan masa kecilku tidak dapat aku ingat sepenuhnya dikarenakan trauma yang pernah aku alami. Adin ke bengkel karena ingin menganti oli motor ayahnya. Kami bertiga mengobrol ringan mengenai kebiasaan kota ini dan berbagai perbedaannya. Tak terasa motor ibu selesai diperbaiki dan ibu berpamitan dengan Adin. Selama perjalanan menuju ke rumah hingga masak randang ibu membahas Adin dan mencoba mengembalikan beberapa memori di masa kecilku. Tapi hal yang dilakukan ibu itu sia-sia, aku tidak bisa mengingatnya lagi.

Cerita masih berlanjut ya, tungguin next chapternya setiap malam sabtu gaes...

Mau Nambahin Ceritanya, Saran, Bahkan Kritik

Langsung DM Instagram ya,

Instagram : Ie_Indh

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun