Mohon tunggu...
Indah Rahima
Indah Rahima Mohon Tunggu... Mahasiswa

Membaca, menulis dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan yang Tak Ada Ujungnya

23 April 2025   21:51 Diperbarui: 23 April 2025   21:51 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hidup Ana adalah sebuah perjalanan panjang yang seolah tak memiliki ujung. Sejak kecil, ia tumbuh sebagai anak yang penuh kasih sayang dan sangat penurut kepada kedua orang tuanya. Ana selalu percaya bahwa kebahagiaan orang tuanya adalah tanggung jawabnya, dan ia rela mengorbankan apa pun demi melihat senyum mereka.

Ketika waktunya tiba untuk memilih sekolah, Ana tidak banyak bicara. Ia mengikuti pilihan orang tuanya, walaupun dalam hati kecilnya ada keinginan lain. Ia belajar dengan tekun, bukan karena mencintai apa yang ia pelajari, tetapi karena ingin membuat kedua orang tuanya bangga.

Hari demi hari, Ana menjalani hidup yang tak pernah benar-benar ia impikan. Setiap langkah yang ia ambil, setiap keputusan yang ia jalani, semuanya berdasarkan arahan orang tuanya. Ia tak pernah bertanya, tak pernah menolak. Ia hanya berjalan, terus dan terus, seperti berada di sebuah jalan panjang yang tidak tahu ke mana ujungnya.

Namun, semakin ia tumbuh dewasa, Ana mulai merasa ada yang hilang. Ia merasa kosong, seolah kehilangan dirinya sendiri. Ia mulai bertanya dalam hati: "Apakah ini hidupku? Ataukah aku hanya sedang menjalani hidup yang dipilihkan orang lain?"

Perjalanan Ana bukan tentang pemberontakan, tapi tentang pencarian. Ia mencintai orang tuanya dengan sepenuh hati, namun di dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia ingin juga mencintai hidup yang ia jalani. Ia ingin memilih, ingin mencoba, ingin gagal dan belajar dengan caranya sendiri.

Meski jalannya terasa panjang dan melelahkan, Ana percaya bahwa suatu saat ia akan menemukan simpang jalan tempat di mana ia bisa memilih sendiri arah yang ingin ia tempuh. Dan ketika saat itu tiba, ia tak akan lagi merasa tersesat.

Karena setiap anak, sebaik dan setaat apa pun dia, tetap berhak untuk menjalani hidup yang benar-benar ia miliki.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun