Pembaca yang budiman, pasti belum lupa kisah Agus Sedih. Orang yang disiram air keras hingga buta, kemudian menerima donasi dari banyak pihak hingga mencapai jumlah yang banyak. Sayangnya kemudian terjadi miskomunikasi yang bertumpuk, melibatkan banyak pihak, hingga kabarnya uang donasi dialihkan ke pihak lain (cmiiw).
Kisah Agus sempat viral di media sosial. Dia yang sebetulnya perlu dibantu, malah kemudian seperti menjadi musuh bersama netijen Indonesia.
Bilangan rupiah yang tadinya diterima Agus sebenarnya menunjukkan bahwa warga Indonesia memang sedermawan itu. Suka nggak tega dengan penderitaan orang lain. Di sisi lain, paling benci kalau dibohongi. Rasa empati bisa langsung berubah drastis gara-gara merasa ditipu.
Padahal bantu mah bantu saja ya. Kalau ikhlas, pahala ganjarannya.
Namun sebagian orang tentunya tak rela jika uang yang mereka sumbangkan untuk membiayai pengobatan malah digunakan untuk bayar utang. Rada awkward memang ya.
Di sisi lain, di media sosial saat ini banyak iklan open donasi. Salah satu yang sering lewat di beranda saya adalah kitabisa.com (orang sakit atau tertimpa musibah), myfundaction Indonesia, Golden Future Indonesia Aksi Peduli, Semangatbantu.com (donasi Palestina), Yayasan Mutiara Surga (panti asuhan) dan masih banyak lagi.
Iklan open donasi biasanya menampilkan keseharian orang yang butuh pertolongan - yang memang sebagian besar mengibakan. Contohnya seorang gadis dengan foto menggambarkan betapa aktif dan lincahnya dia di masa remaja - namun sekarang harus berbaring dengan tubuh kurus dan kaki membesar karena kanker. Kisah lain seorang gadis menjual tissue di tepi jalan dengan kedua kaki besar karena penyakit langka. Kisah lainnya lagi tentang seorang ibu yang ditinggal suami, sekarang memiliki penyakit kronis dan ada dua anak yang harus dibesarkan. Ada pula seorang pemuda berbaring lemah karena sepulang kerja dia dihajar begal padahal dia tulang punggung keluarga.
Dan lain-lain masih banyak lagi saudara-saudara kita yang hidupnya seperti di ujung tanduk. Sakit. Kritis. Keluarga tidak punya dana. Mereka semua membutuhkan uluran tangan kita.
Fenomena open donasi tidak hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial. Open donasi juga dilakukan oleh pribadi-pribadi. Contohnya teman saya seorang penulis. Dia sedang sakit dan istrinya juga sakit parah. Anak dua. Urusan finansial sudah habis-habisan. Menyambung hidup dari ngojek. Kang Acil namanya.
Beliau sering bercerita tentang kondisi hidupnya. Dan terakhir dia memposting open donasi. Di titik kritisnya dia memberanikan diri untuk secara terbuka meminta bantuan dan mencantumkan nomor rekening pribadinya.
Bagi sebagian orang mungkin keputusan Kang Acil memalukan. Tapi bagi saya, itu adalah keputusan terbaik dan sangat berani. Di saat kritis memang harus meminta bantuan. Jangan biarkan keluarga seperti di ujung tanduk tanpa pengaman. Pernah kan, dengar kisah satu keluarga meninggal di dalam rumah karena kelaparan? Mungkin karena merasa terlalu malu untuk meminta bantuan.