Mohon tunggu...
Inas Khairunisa
Inas Khairunisa Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Economic Education UNJ'18

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Belanja Pemerintah Naik Selama Pandemi, Maukah Rakyat Membayar?

22 Juni 2020   14:19 Diperbarui: 22 Juni 2020   14:40 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Subsidi yang seharusnya dapat meringankan beban rakyat di kala pandemi, namun dibalik itu ada sebuah konsekuensi yang harus ditanggungnya. Lalu, maukah rakyat membayarnya?

Kasus pasien positif COVID-19 di Indonesia per tanggal 21 Juni 2020 sudah menembus angka 45.891 jiwa, jumlah pasien yang meninggal mencapai 2.465 jiwa, sedangkan jumlah pasien yang telah sembuh dari infeksi mencapai 18.404 jiwa. Melihat kasus pasien yang positif terjangkit virus Corona kian bertambah, maka pemerintah pun tidak tinggal diam untuk mengatasi agar wabah COVID-19 tidak semakin menyebar. 

Beberapa upaya yang telah diambil pemerintah dalam menangani wabah COVID-19 diantaranya dengan: Menerapkan kebijakan social and physical distancing (jaga jarak sosial dan jaga jarak fisik minimal 1,5m per orang), kewajiban untuk memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun, pemberian bantuan berupa uang tunai dan sembako kepada rakyat yang terdampak wabah COVID-19, pemberian diskon bagi pengguna listrik bertegangan 450V dan 900V oleh PLN, pemberian kartu pra kerja, pelonggaran kredit, pelarangan mudik, serta penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Dalam melaksanakan upaya-upaya tersebut, pemerintah tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar, misalnya saja dalam pemberian subsidi berupa uang tunai dan sembako bagi warga kurang mampu yang terdampak wabah COVID-19 setiap bulannya. Pembiayaan tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

APBN itu sendiri adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Belanja negara ini digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta berperan penting pula dalam mensejahterakan rakyat.

Salah satu jenis belanja dari pemerintah pusat dalam APBN adalah subsidi. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.

Subsidi dan bamtuan sosial yang diberikan oleh pemerintah selama pandemi diberikan dalam bentuk sembako, uang tunai, ataupun dipadukan dengan pelatihan. Bentuk-bentuk dari subsidi dan bantuan sosial, diantaranya:

Program Keluarga Harapan (PKH) bagi 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (PKM). Penyaluran PKH ini silakukan setiap 3 bulan sekali, namun setelah wabah COVID-19 melanda, penyeluran PKH ini dilakukan setiap bulan mulai dari bulan April 2020.

PKH akan menyalurkam sebanyak dua kali kepada KPM utuk bukan April-Juni. Penyaluran ini akan berlangsung selama satu tahun, dengan peningkatan anggaran dari yang sebelumnya Rp 29,13 triliun menjadi Rp 37,4 triliun.

Program Kartu Sembako yang sebelumnya diberikan kepada 15,2 juta penduduk dengan nominal Rp 150 ribu/bulan sejak Januari-Februari, namun setelah pandemi, ada penambahan 4,8 juta penerima tambahan menjadi total 20 juta penerima dengan nominal Rp 200 ribu/bulan mulai dari bulan Maret-Desember.

Maka, total anggaran yang disiapkan juga meningkat, dari yang sebelumnya Rp 28,08 triliun menjadi Rp 43,6 triliun.
Program Kartu Pra Kerja bagi 5,6 juta peserta dengan total anggaran Rp 20 triliun. Dengan mengikuti program ini, setiap pekerja akan menerima biaya pelatihan, insentif bulanan, dan survei dengan total bantuan sebesar Rp 3,55 juta.

Pemberian diskon tarif bagi pengguna listrik bertegangan 450V dan 900V bersubsidi. Tercatat ada 24 juta pengguna listrik bertegangan 450V yang akan dibebaskan untuk pembayaran tarif dasar listriknya, lalu untuk pengguna listrik bertegangan 900V sebanyak 7 juta pengguna akan diberikan keringanan biaya listrik sebesar 50% untuk bulan April-Juni 2020.

Bantuan sosial khusus untuk 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta Kepala Keluarga (KK) warga di DKI Jakarta dan 1,6 juta jiwa atau 576 ribu KK warga Bodetabek berupa sembako setara Rp 600 ribu/bulan selama tiga bulan.

Program bansos dana desa yang ditujukan untuk 10 juta keluarga dengan nominal Rp 600 ribu/keluarga yang dilakukan selama tiga bulan dengan total anggaran Rp 21 triliun, dsb.

Berdasarkan data di atas, akumulasi anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah telah mencapai ratusan bahkan ribuan triliun rupiah, maka anggaran yang dibutuhkan juga meningkat drastis.

Menurut Teori Peacock dan Wiseman, teori ini mendasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. 

Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi, masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai belanja negara, sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan untuk membayar pajak. 

Dalam teori ini, terdapat Efek Penggantian (The Displacement Effect), yaitu adanya gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Untuk mengatasi gangguan tersebut, pemerintah tidak cukup jika hanya mengandalkan dari sektor pajak, melainkan harus meminjam dana dari luar negeri.

Lalu, setelah meminjam utang dari luar negeri, muncullah kewajiban untuk melunasi utang dan membayar bunganya. Pengeluaran pemerintah semakin bertambah bukan hanya karena GNP bertambah, tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibatnya adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula, meskipun gangguan sudah berakhir.

Jadi, berbeda dengan pandangan Wagner, Sollow, dan Musgrave yang kurvanya eksponensial, kurva Teori Peacock dan Wiseman ini mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah digambarkan berbentuk seperti tangga, karena adanya kendala toleransi pajak.

Ketika masyarakat tidak ingin membayar pajak tinggi yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah tidak bisa meningkatkan pengeluarannya, meskipun pemerintah senantiasa ingin menaikan pengeluarannya.

Selama pandemi ini, peningkatan belanja pemerintah untuk memberikan bantuan sosial dan subsidi kepada warga kurang mampu yang terdampak wabah COVID-19 ini tentunya akan menimbulkan konsekuensi di kemudian hari.

Oleh sebab itu, agar rakyat tidak harus membayar pajak lebih besar di kemudian hari, maka pemerintah pun melakukan pemangkasan anggaran dari sektor belanja pegawai dengan cara, melakukan kebijakan pemotongan THR PNS di Jawa Barat yang telah dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. 

Lalu, di DKI Jakarta, Tunjangan kinerja daerah (TKD) atau tunjangan penghasilan pegawai (TPP) seluruh PNS akan dipangkas 50 persen. Tunjangan transportasi pejabat direncanakan akan dihapuskan. Selain itu, Pemprov DKI mencoret gaji ke-14 pegawai.

Sedangkan, untuk rakyat biasa, seperti karyawan dan buruh pabrik, mungkin tidak akan setuju dengan kenaikan pajak yang harus dibayarkan sebagai ganti rugi atas subsidi dan belanja pemerintah yang melonjak tajam.

Saat ini, Presiden Joko Widodo juga sedang mengkaji pemotongan gaji ke-13 dan THR PNS akibat corona untuk mengurangi belanja pemerintah, dan dialokasikan untuk sektor subsidi bagi rakyat selama pandemi melanda Indonesia.

Oleh: Inas Khairunisa / Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi 2018, Universitas Negeri Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun