Mohon tunggu...
Inayatun Najikah
Inayatun Najikah Mohon Tunggu... Penulis Lepas, Pecinta Buku

Belajar menulis dan Membaca berbagai hal

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dialog Cinta

8 November 2023   07:52 Diperbarui: 8 November 2023   08:33 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pikiranku : Mengapa dia (kekasih) mengusir saya kemarin sore?

Hatiku : Mengusir bagaimana. Apakah dia berkata secara jelas mengusirmu?

Pikiranku : Tidak. Kemarin saat saya asyik menonton video saya pindah di depan dia. Karena keasyikan saya sebelumnya diganggu oleh teman. Dan disaat saya pindah itu dia berkata, apakah filmnya masih lama? Saya jawab sebentar lagi. Lalu saya bertanya kepadanya, apakah kau mau pulang? Dia menjawab pulanglah ngapain lagi disini.

Hatiku : Jadi karena ucapannya yang itu kamu jadi sakit hati dan beranggapan bahwa dia mengusirmu? Kenapa kamu berfikir seperti itu?

Pikiranku : Saya telah berekspektasi bahwa saat dia sampai, dia mau bercerita dan sekadar hanya berpelukan untuk melepas rindu. Karena beberapa hari terakhir ini dia jarang memberikan kabar. Bahkan dulu setiap malam dan pagi hari selalu ada kabar, hari-hari ini tidak ada. Saya menunggunya tiap malam hingga tertidur. Tetapi pagi harinya tak ada penjelasan apapun darinya. Begitu terus. Padahal dia sendiri terlihat online berkali-kali. Tapi untuk sekadar membalas pesan saya, mengapa tak bisa?

Hatiku : Jadi kau kecewa dengan sikapnya yang berubah itu?

Pikiranku : Iya. Dulu kita berdua telah berjanji. Saya siap menunggunya berapa lama pun itu  dan dia siap akan memberi kabar jika tak ingin diganggu. Tapi hal itu selalu ia langgar. Bahkan saat saya bertanya dia malah marah kepada saya, dan pergi tanpa pamit waktu itu. Lalu dia berkata, jika saya di mode seperti itu, artinya tidak ingin diganggu oleh siapapun. Maka tunggulah saya pasti akan cerita. Katanya waktu itu. 

Hatiku : Tapi itukan sudah terjadi lama, mengapa kau mengingatnya?

Pikiranku : Saya ingat begitu saja. Dan setelah kejadian itu saya terpaksa memilih untuk menunggunya sembari berdoa agar dia senantiasa dilindungi sesuai pesannya. 

Hatiku : Wah. Bagus itu. Lalu mengapa kamu masih tak tenang?

Pikiranku : Kemarin saya mencoba untuk mendekatinya, tetapi saya mendapatkan jawaban itu. Saya kecewa lantas pergi dan menangis. Dan saya juga tak memberikan kabar kepadanya jika sudah sampai dirumah. Tujuannya untuk melihat apakah dia masih peduli sama saya.

Hatiku : Lalu apakah dia menghubungimu?

Pikiranku : Tidak. Terakhir dia memberi kabar kalau sudah sampai dirumah. Selepas itu dia tak ada menghubungi saya entah sekadar basa basi apakah saya sudah sampai dirumah atau belum.

Hatiku : Begini. Saya tahu bagaimana perasaanmu. Pasti sedih dan kecewa dengan seseorang yang tak bisa seperti ekspektasi kita. Tapi bukankah jika kamu mencintainya, kamu sudah tahu akan ada momen dimana kamu diacuhkan, dikesampingkan, dan sejenisnya?

Pikiranku : Saya tahu. Tetapi dia sebelumnya sudah berjanji mau sama-sama belajar.

Hatiku : Janjinya dengan kadar cintamu lebih besar mana. Jika kamu mencintainya tentu kamu tak akan goyah hanya karena dia sering mengingkari janjinya tersebut. Kamu memang kekasihnya, tetapi kamu juga tak bisa memaksa dirinya. Terimalah segala apa yang ada pada dirinya.

Pikiranku : Lalu saya harus bagaimana?

Hatiku : Tenangkan dulu dirimu lalu kau akan tahu apa yang harus kamu lakukan.

Pikiranku : Saya malah teringat dulu sewaktu dia mendekati saya. Tak ada waktu senggang untuk tak memberikan kabar. Dia sangat manis dan romantis. Kemudian semua berubah saat saya telah menjadi kekasihnya, dan disaat itu ibu telah kembali kepada Tuhan. Dia perlahan mengurangi perhatiannya. Sudah tak sama seperti dulu. Dulu dia ceplos ceplos bercerita apa saja bahkan terkait keluarganya, tetapi saat itu mulai pudar. Dan kini pasca ibu meninggal dan bapak memutuskan untuk tinggal dirumah lain, sikapnya semakin berubah. Perlahan dia mulai mengacuhkan saya. Perhatiannya yang mulai berkurang itu, kini semakin berkurang. Saya rindu pada dirinya yang dulu.

Hatiku : Jika kamu merindukannya, berdoalah untuk dirinya.

Pikiranku : Saya selalu mendoakannya. Baik ketika selesai melaksanakan ibadah sholat ataupun kapan saja. Saya selalu berdoa agar dia senantiasa dilindungi dan dilimpahi kebahagiaan. Bahkan ketika pertama kali saya merasakan perubahan darinya, saya menawarkan diri untuk dapat membantu mengurangi beban yang ia pikul. Dan saya siap menjadi tempat melampiaskan amarahnya. Asal dia tidak mengacuhkan saya. 

Hatiku : Terkadang niat baik kita belum tentu dapat diterima dengan baik oleh orang lain. Maka bersabarlah. 

Pikiranku : Iya kamu benar. Sabar adalah satu-satunya jalan yang harus saya lakukan. 

Hatiku : Sekarang, bagaimana perasaanmu. Apakah masih belum tenang. 

Pikiranku : Saya sudah tenang. Saya mengeluarkan semua unek-unek kepadamu. Terimakasih telah berkenan mendengarkan dan memberikan dukungan. 

Hatiku : Sama-sama. Sini saya peluk. Oh iya apakah ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan kepadanya? 

Pikiranku : Saya hanya mau bilang, kalau saya sangat mencintainya. Maafkan saya karena kemarin sengaja tidak memberikan kabar saat sampai dirumah. Saya akan belajar bersabar lagi untuk menunggunya. 

Hatiku : Ada lagi? 

Pikiranku : Saya bingung apalagi yang ingin saya katakan. 

Hatiku : Doakan dia. Semoga Tuhan melindunginya dan memudahkan segala urusannya. Dan semoga dia senantiasa dilimpahi kebahagiaan. Jika kamu mendoakannya maka kamu lah yang akan merasa tenang. 

Pikiranku : Kamu benar. Saya ingin dipeluk lagi olehmu. 

Hatiku : Kemarilah. Semoga Tuhan memberikan yang terbaik untuk kisah cintamu. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun