Mohon tunggu...
Inamul Hasan
Inamul Hasan Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Literasi

Santri | Mahasiswa | Researcher | Traveler | Peresensi | Coffee Addict | Interested on History and Classical Novels

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Resensi | Cinta yang Tak Kesampaian

11 Desember 2019   09:29 Diperbarui: 11 Desember 2019   09:46 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak Adnan meninggal, Syamsiah sering berkunjung ke rumah ibu Adnan. Suatu ketika ada pernikahan di rumah tetangga Syamsiah. Ia-pun diundang. Namun, ia diracun oleh keluarga Sutan Marah Husin yang tidak senang kepadanya. Ia-pun meninggal ketika sesampai di rumah. Dua insan tersebut yang saling mencintai tersebut meninggal tanpa ada ikatan pernikahan.

Sutan Marah merantau dengan istrinya yang baru. Ia jatuh bangkrut sebab istrinya yang baru ini seorang janda yang lihai dan cerdik. Harta Sutan Marah disimpannya dan sebagian dikirimnya pulang. Sutan Marah menjadi memiliki banyak hutang. Ia bangkrut dan pulang kampung yang ketika itu istrinya sudah diceraikan. Ia pulang kampung dalam keadaan stress. Ia menjadi gila dan tak terurus lagi sebagaimana yang dialami oleh Adnan dahulu. Suatu hari ia ditemukan di tepi danau dalam keadaan tidak bernyawa lagi.

Bagaimana Minangkabau Sekarang?

"Minangkabau mesti berubah, adat matriarkhat mesti hilang juga pada akhirnya. Tidak dapat dengan revolusi, niscaya dengan evolusi..."

Begitulah kalimat yang tertulis pada halaman ke-74 dari buku "Islam dan Adat Minangkabau (1984)" karya Buya Hamka. "Minangkabau mesti berubah" disebutkan oleh Buya Hamka karena berangkat dari pemahaman adat matrilineal Minang selama ini "indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan (tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan)".

Pernyataan dari Buya Hamka ini dapat dikatakan benar untuk saat ini. Adat matrilineal sudah mulai terkikis seiring pengaruh zaman. Di kampung, tanpa sadar masyarakat di Minang sudah mengarah ke patrilineal, apalagi mereka yang tinggal di kota.

Berbeda halnya dengan mereka yang berada di perantauan. Anak dipangku, kemenakan dibimbing sudah tidak kelihatan lagi. Para suami di rantau mulai membangun  keluarganya sendiri, tanpa ada sangkut-paut dengan orang-orang di kampung. Mereka sudah membeli tanah di perantauan untuk persiapan hari tua esok dengan nyaman.

Namun jika melihat lagu-lagu Minang hari ini, problem yang dialami Adnan ini kelihatannya masih ada. Seperti halnya lagu yang berjudul "Pulanglah Uda"

Uda kanduang dirantau urang

Pulanglah uda ditanah jao

Rindulah lamo indak basuo apo ka dayo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun