Badan Pusat Statistik (BPS, 2023) mencatat bahwa angka partisipasi sekolah di desa masih lebih rendah dibandingkan kota. Jika tanggung jawab menggaji guru dialihkan dari negara, ketimpangan ini hanya akan semakin tajam. Desa berpotensi kehilangan kesempatan emas untuk maju.
Hanushek dan Wößmann dalam The Role of Education Quality in Economic Growth (2007) menegaskan, kualitas guru adalah penentu utama pertumbuhan ekonomi. Artinya, memperlakukan guru sebagai beban justru sama dengan melemahkan fondasi pembangunan bangsa itu sendiri.
Dari aula desa, suara warga menolak tegas gagasan bahwa pendidikan bisa dilepas ke mekanisme pasar. Guru dan dosen adalah pengabdi ilmu, bukan komoditas. Negara harus tetap menjadi penjamin utama keberlangsungan pendidikan nasional.
Di akhir musyawarah, seorang tokoh agama menyimpulkan, “Menggaji guru bukanlah kemurahan hati negara, melainkan hak guru yang wajib dipenuhi.” Pernyataan sederhana ini mencerminkan pandangan yang agamis, jernih, dan membumi.
Linda Darling-Hammond dalam The Flat World and Education (2010) mencontohkan bagaimana negara-negara seperti Finlandia sukses membangun sistem pendidikan terbaik karena menempatkan guru pada posisi terhormat dan menjamin kesejahteraan mereka. Bukan infrastruktur mewah, melainkan kesejahteraan guru yang membuat kualitas pendidikan melesat.
Catatan Kementerian Keuangan yang menunjukkan bahwa sebagian besar anggaran pendidikan memang terserap untuk belanja pegawai, termasuk gaji guru. Fakta ini seharusnya tidak dilihat sebagai beban fiskal, melainkan sebagai investasi sosial jangka panjang yang memberi dampak luas.
Pendamping desa menutup catatan reflektifnya, jika negara mulai mempertanyakan kewajiban menggaji guru dan dosen, maka suara desa harus mengingatkan. Dari ruang kelas sederhana di pelosok desa, lahir generasi yang akan menentukan arah bangsa. Dan mereka tak boleh dikhianati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI