Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menunggu Headline

25 April 2025   06:52 Diperbarui: 25 April 2025   06:52 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi *Sumber: Image by fanjianhua on Freepik)

Di meja kayu tua yang menghadap langsung ke halaman berdebu, Pak Gunar duduk sambil menyeduh kopi. Tangannya gemetar sedikit saat menuang air panas dari ketel, tapi matanya masih awas, menatap gerbang kecil rumahnya yang setengah roboh. Ia sedang menunggu koran datang. Seperti biasa.

Setiap pagi, sejak pensiun dari kantor kecamatan sepuluh tahun lalu, kebiasaan itu tak pernah absen: duduk, kopi hitam, dan menanti koran seperti menanti kabar dari dunia yang makin jauh darinya.

Pagi itu berbeda. Ada rasa gelisah dalam dadanya. Semalam ia mendengar dari menantunya bahwa media lokal akan mengangkat kasus ijazah palsu di kalangan aparat desa dan pegawai kecamatan zaman dulu. Ada "daftar nama", katanya. Orang-orang sedang menebak-nebak.

Dan Pak Gunar tahu... nama itu bisa jadi miliknya.

Ia masih ingat, lebih dari tiga puluh tahun lalu, ia masuk sebagai staf administrasi dengan ijazah yang ia pesan dari kios kecil di belakang pasar Mataram. Katanya, "buat syarat saja, tidak akan diperiksa." Dan memang, selama bertahun-tahun, tidak ada yang pernah bertanya.

Ia bekerja rajin. Semua orang bilang ia teliti dan jujur. Tapi ijazah itu tetap ada, diam-diam membayanginya dalam setiap promosi jabatan, setiap kenaikan pangkat, bahkan saat ia menerima piagam pengabdian menjelang pensiun. Ia menerimanya dengan senyum yang dibuat-buat, sementara dalam hatinya selalu berdesir: "Bagaimana kalau suatu hari ketahuan?"

Ketika koran akhirnya dilempar ke halaman, suara lemparan itu terdengar lebih keras dari biasanya. Ia berjalan pelan mengambilnya, lalu membuka halaman depan.

Bukan namanya. Bukan juga tentang dirinya.

"Kepala Desa Sukamulya Diduga Gunakan Ijazah Palsu"

Pak Gunar duduk kembali. Koran itu ia baca perlahan, berulang-ulang. Ia mengenal nama kepala desa itu. Masih muda, cerdas, sering datang padanya dulu untuk belajar mengetik. Ada foto kecil di bawah judul berita, dan komentar singkat dari camat yang baru.

Ia menutup koran itu setelah halaman kelima. Kopinya sudah dingin. Di kejauhan, suara ibu-ibu terdengar dari gang, membicarakan berita pagi itu. Anak kecil berlari-lari membawa botol susu, dan seekor ayam menyeberang jalan seolah tak ada hal besar yang sedang terjadi.

Di dalam rumah, Pak Gunar membuka laci tua tempat ia menyimpan dokumen-dokumen masa lalu. Ijazah itu masih ada. Kertasnya menguning, tandatangan dekan fiktif sudah memudar. Ia menatapnya lama.

Lalu, seperti tanpa beban, ia melipatnya perlahan dan meletakkannya kembali.

Hari itu, Pak Gunar tidak merasa lega, tidak pula takut. Ia hanya merasa... cukup. Bahwa hidup telah berjalan begitu lama bersama rahasia kecil itu, dan bahwa tidak semua hal harus jadi headline untuk terasa penting.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun