Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan Pengasuh Ponpes Rumah Tahfidz Rahmat Palembang

Jurnalis, Dosen UIN Raden Fatah Palembang, dan sekarang mengelola Pondok Pesantren Rumah Tahfidz Rahmat Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gubernur Penggusur Tuhan

3 September 2022   11:03 Diperbarui: 3 September 2022   11:10 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mungkin kareno kegiatannyo di Pendopo Utama, jadi gubernur yang tanda tangan, Am!" ujar Sutarman mendinginkan suasana otak Amran.

"Lho, Pendopo Utama itu dibangun dengan duit rakyat. Siapapun rakyat boleh makai kapan saja, tanpa harus gubernur yang tanda tangan. Jangan mentang-mentang dia yang ndanai, atau di rumah dio, laju gubernur sekendak jidat be tanda tangan!" ujar Amran ketus.

"Kito hormati Kak Jai, Am! Dio kan Kepala Dinas Pariwisata. Dan kito juga perlu sama dio. Selamo ini dio juga bantu kito di event-event yang kito garap," jelas Pardiman setengah merayu Amran agar berkenan hadir di acara nanti malam.

"Nah, itu dio sikok lagi masalahnyo. Kareno Ketua Forum merangkap Kepala Dinas, jadinyo yo cak inilah. Tunduk samo gubernur. Otaknyo pasti struktural," ujar Amran lagi.

"Jadi....!?" Pardiman masih menunggu jawaban.

"Itu terserah kalian. Kalu aku idak nak datang. Sebab aku meraso hak-hak seniman sudah dikebiri, baik secara pribadi atau secara kelembagaan!" Amran tetap bersikukuh tidak akan datang di malam anugerah seniman nanti malam. Pardiman dan Sutarman tak bisa memberi argumen lagi pada Amran yang keras kepala.

Benar kata ayahku, di muka bumi ini ada tiga bentuk manusia yang sulit diatur. Pertama wartawan, kedua seniman dan ketiga orang gila. Amran masuk kedua watak manusia, seniman juga wartawan. Jadi klop, keras kepalanya dua kali lipat.  

Pardiman dan Sutarman sangat mengetahui watak Amran yang acapkali berpikir tidak logis dan kaku. Tak jarang Amran benturan pemikiran dengan seniman lainnya, hanya lantaran perdebatan sepele. Ya, seperti kop surat dan tanda tangan di undangan saja dipersoalkan.

Bagi seniman lain, hal itu mungkin bukan masalah. Tapi bagi Amran, sikapnya itu demi menjaga ideologi dan hak seniman. Jadi Amran putuskan tidak hadir.

Mungkin bagi seniman lain, logo dan kop surat gubernur bukan hal prinsip. Bahkan sebagian menganggap itu penghargaan. Seniman sedang dimuliakan gubernur. Tapi bagi Amran tidak.

Kebijakan gubernur di acara itu sudah mengecilkan seniman. Sebab selama Amran bergabuung di Forum Seniman, baru kali ini acara anugerah seniman diundang dengan tanda tangan gubernur. "Ini sejarah buruk malam anugerah seniman!" bisik Amran kesal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun