Malam itu aku datang seperti biasa.
Kira kira jam dua dinihari.
Matamu masih sibuk dengan beribu ribu biji kopi dalam karung, dalam bejana, dan dalam toples toples kaca.
Lalu aku bilang "hari ini aku membawa yang lebih istimewa, dengan kadar gula setengah dari yang kemarin".
Kau tak memandangku bahkan, namun bibirmu teesenyum simpul.
Ketika jemariku sibuk mengikat ujung goni, kau menariknya mendekat. Perlahan mengenalkanku pada alat penggerus, alat pengaduk, creamer dan ini itu yang mungkin menurutmu perlu kuketahui.
Dua jam kemudian kita bertemu kembali,
Segelas kopi panas mengepulkan asapnya, aromanya menyeruak harum.
Sembari memintaku mencicipinya, kamu berkata lirih "Meskipun suamimu nanti barista, kau harus mampu membuatkan kopi yang lebih enak ya", lalu tersenyum dan melempar pandangan ke luar jendela yang mulai semburat cahaya fajar.
Kuletakkan cangkirku, memintamu menelaaah akankah rasanya lebih nikmat dari buatamu.
Lalu kau tertawa.