Mohon tunggu...
Esti Setyowati
Esti Setyowati Mohon Tunggu... Seniman - Bismillah

Librocubicularist.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Menemani Bapak

16 Mei 2018   20:11 Diperbarui: 16 Mei 2018   20:32 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ya tapi, suatu keuntungan juga sih Ibuk menikah muda. Umur segini sudah bisa melihat kamu dewasa, meskipun tanpa Bapak. Ibuk selalu bangga Ndhuk sama kamu, kamu harus tahu hal itu" kata beliau lagi. Ketika ikatan terakhir selesai, Ibu menutup botol minyak kelapa kemudian menghadapi wajahku yang terus menunduk.

"Ibuk selalu sayang sama kamu, Nirin. Tetapi Ibuk ndak bisa untuk membebaskan kamu selayaknya Bapak. Ibuk punya cara tersendiri untuk menjagamu. Ibuk ini, punya naluri perempuan. Sama dengan nenekmu, sama dengan Ibu Ibu dimanapun di sudut dunia ini. Ibuk ingin kamu menjadi yang terbaik, didampingi oleh orang orang yang baik pula, Ndhuk Cah Ayu*3".

Aku masih saja diam.

Aku mengerti setinggi apapun studi yang telah kujalani bertahun tahun tidak akan mengubah tradisi di keluarga ini. Membantah orang tua sama saja mendekati neraka. Aku hanya bisa berkeluh kesah pada ruang yang kubangun sendiri. Lalu kemudian diam diam menyesal mengapa dilahirkan dalam keluarga ini.

"Apa itu juga berarti Yoshi bukan orang yang baik di mata Ibuk?"

Ibu menatapku tajam, kemudian membalikkan wajahnya. Memandang arah lain, menghindari kejaranku.

"Sebaik baiknya manusia macam dia masih banyak yang lebih baik. Sebentar, Ibuk ada urusan yang lebih penting. Jangan lupa lulur bengkoang sudah Ibuk racikkan di atas meja" selalu seperti itu, Ibu menghindar jika aku mulai merengek untuk membahas seseorang.

Seseorang yang aku cintai.

-

Sebenarnya pertemuanku dengan pemuda itu tidak terhitung dalam skala pertemuan yang manis.

Aku adalah gadis lemah yang masih saja larut dalam kesedihan ketika di hari itu Bapak meninggalkanku dan Ibu. Ketika seluruh kerabat dan sanak keluarga telah berangsur angsur meninggalkan pemakaman, aku masih saja tersedu sedu di atas pusara Bapak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun