Mohon tunggu...
Imanuel R Balak
Imanuel R Balak Mohon Tunggu... Lainnya - Solus Populi Suprema Est Lex. (Keslamatan Rakyat adalah hukum Tertinggi)

Ubi societas Ibi Ius (Dimana ada Masyarakat, Disitu ada Hukum).

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menunggu Eksistensi UU Minol Kesejahteraan atau Kemiskinan

1 Januari 2021   22:45 Diperbarui: 1 Januari 2021   22:46 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada prinsipnya negara republik Indonesia adalah salah satu negara yang menganut paham Negara Kesejahteraan (Walfare staate) oleh karena itu Pemerintah melalui berbagai bentuk kebijakannya diharapkan mampu menjamin dan memberikan kesejahteraan terhadap warganya. Secara historis konsep negara Kesejahteraan  Walfare staate ini dikembangkan di eropa pada abad ke 18 (1732-1748) dan dipelopori oleh seorang filsuf Inggris yaitu Jeremi Bentham.

Menurut Bentham, Pemerintah sebagai wakil Negara harus mampu membuat kebijakan yang  cenderung memberikan suatu keadaan bahagia kepada warganya. Pada esensinya konsep Kesejahteraan menitikberatkan pada tiga hal yang bersifat dundamental yaitu Prinsip Kesamaan Kesempatan (Equality of opportunity), Pemerataan Pendapatan (Equatiable distribution of wealth), dan Tanggungjawab Publik (Publik Responsibility). Jika kita kupas lebih jauh terkait Konsep Walfare staat ini akan sangat Panjang pembahasan kita, sehingga penulis hanya menggunakan pandangan secara umum sebagai acuan kita memahami konsep ini.

Konsep Walfare staate  yang kemudian diadopsi di Indonesia dapat kita lihat prinsip dasarnya pada UUD 1945 dan Pancasila. Dalam bagian Pembukaan alinia keempat dengan jelas merumuskan tujuan Negara yaitu bahwa Untuk Memajukan Kesejahteraan Umum, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, dan Ikut melaksanakan Ketertiban Dunia. Sedangkan didalam Pancasila sendiri Konsep Kesejahteraan itu bisa kita lihat dari sila ke lima yang berbunyi "Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia". Dengan demikian maka Pemerintah memiliki tanggungjawab besar terhadap kesejahteraan, kemakmuran serta berperilaku adil terhadap rakyatnya.

Dalam substansi Pembukaan itu lalu kemudian diturunkan dalam bentuk norma hukum. Dalam norma hokum Dasar (Staat Fundamental norms) Negara Republik Indonesia sendiri sebagaimana dituangkan dalam Dalam UUD 1945 Pasal 18B menyatakan "Negara Mengakui dan menghormati kesatuan -- kesatuan masyarakat hokum adat beserta hak -- hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang - Undang". Jo Pasal 28H yang berbunyi "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan". Demikianlah redaksi norma dalam UUD 1945 yang dapat kita maknai sejalan dengan konsep Negara kesejahteraan (Walfare staate).

EKSISTENSI RUU MINOL.

Dalam beberapa pekan terakhir ini, kita temukan hal baru dalam sejarah perundang -- undangan Indonesia, yaitu adanya Rancangan Undang -- Undang Tentang Larangan Minuman Beralkohol atau biasanya dikenal dengan singkatan (RUU MINOL). Inisiatif untuk dibentuknya RUU MINOL ini diusulkan oleh tiga fraksi di DPR RI yang terdiri dari PPP, PKS dan GERINDRA, tentu sebuah apresiasi kepada tiga fraksi tersebut dan Pemangku Kebijakan lainnya yang punya inisiatif yang sama untuk hal ini. Namun demikian sekiranya harus menjadi perhatian serius bagi kita selaku warga negara maupun warga masyarakat, karena lahirnya UU ini apabila dinormakan nanti, tentu memiliki dampak bagi kehidupan social masyarakat, sehingga tentu menjadu penting bagi kita pahami secara komprehensif.

Perlu diketahui bahwa salah satu jenis minuman tradisional yang termakthub secara eksplisit dalam Penjelasan RUU Minol ialah minmuman tradisional Maluku yang dalam masyarakat Maluku dikenal dengan nama SOPI. Sopi itu sendiri pada dasarnya salah satu minuman jenis alcohol yang biasanya digunakan untuk upacara -- upacara adat oleh masyarakat Maluku sehingga hal itu lalu kemudian menjadi sebuah kebiasaan yang sudah ada sejak Negara Indonesia tercinta ini belum ada, alias belum lahir. Ini tentu merupakan budaya yang tidak bisa dihilangkan lagi dalam perkembangan masyarakat adat Maluku.

Seiring berjalannya waktu, sopi pun mengalami perkembangan dalam hal penggunaannya, dimana yang awalnya diperuntukan untuk Upacara adat, namun kemudian sopi mengalami pergeseran bukan hanya untuk acara adat, akan tetapi untuk acara -- acara biasa, seperti contoh dalam istilah orang Maluku adalah dikenal dengan kalimat "Kasih Panas Poro" atau dalam Bahasa Indonesianya adalah "Kasih Panas Perut/Panasin Perut".

Satu hal yang perlu kita ketahui bahwa, apabila RUU ini menjadi Norma maka dapat dipastikan peredaran sopi akan segera hilang musnah ditelaan angin. Orang akan mengenal sopi pada saat upacara adat saja, itupun kemungkinan penggunaannya akan sangat realtif terbatas.

Jika ditinjau dari segi ekonomi, sangat jelas dituangkan dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (1, 2, 3 dan 4) tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Sedangkan kehidupan realitas masyarakat Maluku hari ini, Sopi itu sendiri, bukan hanya untuk kepentingan Upacara Adat saja, akan tetapi sopi ini merupakan salah satu instrument penting peningkatan ekonomi masyarakat dengan kata lain salah satu sumber pendapatan masyarakat, oleh karenanya apabila hal ini dilarang oleh suatu produk hokum yang sekarang seperti RUU ini maka akan menjadi suatu permasalahan serius bagi siklus ekonomi masyarakat. Untuk mengatasi hal itu terjadi, maka sudah menjadi barang tentu ini adalah tanggungjawab absolut Pemerintah untuk warganya.

Oleh karena itu bagi penulis adalah, suatu produk hokum yang baik, mestinya harus mampu mnejawab kebutuhan serta perkembangan kehidupan sosial masyarakat itu sendiri. Disisi lain suatu produk hokum itu lahir secara konstitusional apabila terjadi kefakuman hokum (Recht facum), dan/atau sesuatu yang bersifat urgensi maka menjadi tanggungjawab pemangku kebuijakan untuk menutupi kekosongan itu. Dalam kondisi hari ini tidak ada yang Namanya terjadi kefakuman hokum di bidang Minuman Alkohol, karena secara hokum hal itu ada jelas tertuang dalam norma hokum pidana kita yaitu pada pasal 300 jo 492 KUHP Jo Peraturan Menteri Perdagangan No. 25 Tahun 2019 tentang perubahan Keenam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/4/2014 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun