Mohon tunggu...
Imanuel Lopis
Imanuel Lopis Mohon Tunggu... Petani

Petani tradisional, hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal Pakaian Adat Atoin Meto

16 Mei 2023   19:39 Diperbarui: 17 Mei 2023   01:02 5081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret anak sekolah di Timor berpakaian adat ala Atoin Meto saat menampilkan tarian daerah. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Indonesia sebagai negara besar terdiri dari beragam suku dengan pakaian adat masing-masing, baik pakaian adat untuk laki-laki maupun perempuan. 

Di Timor, Nusa Tenggara Timur, Atoin Meto (orang Timor) atau suku Dawan/Atoni juga memiliki berbagai pakaian adat dan aksesorisnya. 

Ulasan tentang pakaian adat ini saya uraikan dalam pakaian adat untuk laki-laki dan pakaian adat untuk perempuan, khususnya di wilayah Amanuban, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. 

Di wilayah lain di Pulau Timor juga pakaian adat Atoin Meto sama namun bisa saja pakaian adat tersebut memiliki nama atau sebutan berbeda karena pengaruh dialek bahasa daerah setempat.

Pakaian adat untuk laki-laki 

Pakaian adat Atoin Meto untuk laki-laki yaitu mau' (selimut tenunan), piul saluf (ikat pinggang/sabuk), fut muti (ikat pinggang putih), fut noni (ikat pinggang uang), koalaba, pilu, alu dan ok tuke.

Mau' merupakan selimut tenunan berupa lembaran kain dengan kedua ujungnya berjuntai benang-benang beberapa centimeter. Mau' yang besar memiliki panjang 2 meter dan lebar 1 meter. Ada mau' yang ukurannya sedikit lebih kecil dari 2x1 meter. Mau' merupakan selimut untuk pakaian laki-laki pada bagian bawah.

Piul saluf berwarna merah dan fut muti berwarna putih. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.
Piul saluf berwarna merah dan fut muti berwarna putih. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Piul saluf yakni ikat pinggang tenunan atau sabuk yang panjangnya mencapai 180 cm hingga 200 cm. Lebar piul saluf di kisaran 10-15 centimeter. Ikat pinggang tenunan ini kebanyakan memiliki warna merah, kuning hijau, dan biru .

Selain itu hanya memiliki motif tenunan di bagian ujungnya. Piul saluf juga memiliki juntaian rumbai-rumbai benang di ujungnya. Ujung-ujung benang berhiaskan manik-manik aneka warna. Piul saluf berfungsi sebagai ikat pinggang untuk menguatkan mau' atau selimut.

Fut muti artinya ikat pinggang putih. Fut muti hanya berwarna putih dan tidak ada warna lain. Tidak memiliki motif dan hanya polos. Kedua ujung fut muti berupa pilinan-pilinan benang yang menjadi rumbai.

Panjang fut muti mencapai 2 meter dan lebar 1 meter. Fungsinya sebagai ikat pinggang selain piul saluf.

Ada juga ikat pinggang lainnya yaitu fut noni atau paus noni. Nama fut noni artinya ikat pinggang uang dan paus noni artinya kulit uang. Sebutannya fut noni atau paus noni karena ikat pinggang ini terbuat dari kulit ternak dan berhiaskan uang-uang logam.

Koalaba merupakan selimut atau mau' namun memakainya di bagian ketiak hingga punggung.

Pilu, mahkota untuk laki-laki. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.
Pilu, mahkota untuk laki-laki. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Pada bagian kepala ada pilu sebagai mahkota. Ciri khasnya mahkota laki-laki ini yaitu memiliki satu tanduk di depan dan ada juga yang memiliki tiga tanduk.

Ada beberapa jenis pilu yaitu rancangan pilu dari kain selimut kecil bermotif, seperti alas meja buatan pabrikan, pilu dengan motif dari manik-manik aneka warna dan pilu dari selendang tenunan berukuran kecil.

Merakit pilu dari kain pabrikan dengan cara melipat dan menjahit kain sedemikian rupa sehingga melingkar sesuai ukuran kepala dan memiliki tiga tanduk menonjol. Ada juga pilu yang hanya satu tanduk berbentuk segitiga di bagian depan.

Pilu dengan manik-manik biasanya para pengrajin yang membuatnya sesuai ukuran kepala manusia dan memiliki tiga tanduk juga. Lebarnya di kisaran 5 centimeter dan berhiaskan rangkaian manik-manik yang membentuk suatu motif.

Alu atau tas dengan hiasan motif dari manik-manik berwarna. 
Alu atau tas dengan hiasan motif dari manik-manik berwarna. 

Salah satu perlengkapan wajib lainnya yaitu alu (saku/tas). Alu seperti tas salempang dengan ukuran 20x20 centimeter. Tali alu cukup panjang sehingga saat memakainya bagian tas tergantung dekat pinggang. 

Ada dua jenis alu yaitu aul inuh dan aul noni. Aul inuh artinya tas manik-manik. Tali dan bagian tas berhiaskan manik-manik yang membentuk sebuah motif. Aul noni artinya tas uang. Bagian tali hingga tas berhiaskan rangkaian uang logam perak atau uang kuningan.

Di sisi tas biasanya tergantung dua wadah anyaman berbentuk tabung pendek yaitu ok tuke sebagai tempat menaruh sirih dan pinang. Bagian luar ok tuke berhiaskan manik-manik bermotif atau potongan kain tenunan.

Cara memakai pakaian adat untuk laki-laki

Untuk pakaian bagian bawah dengan melingkarkan selimut atau mau' sehingga menutupi bagian pinggang hingga mata kaki. Kedua ujung selimut berupa rumbai-rumbai benang harus saling bertemu di bagian depan. Jika mau' terlalu panjang, harus melipit-lipit panjangnya agar sesuai dengan ukuran pinggang pemakai.

Setelah mengencangkan ujung bagian atas selimut di area pusar kemudian menyisipkan salah satu ujung lipitan selimut ke bagian dalam dan ujung yang satunya ke bagian luar sehingga mengunci dengan kuat.

Sesudah itu mengencangkan lagi selimut dengan piul saluf sebagai sabuk. Mengikatkan piul saluf di pinggang dengan simpul hidup dan kedua ujungnya yang masih panjang tergantung begitu saja.

Memakai selimut tenunan hanya dengan piul saluf merupakan pakaian yang paling standar dan kebanyakan laki-laki hanya memakai seperti ini. Ada juga yang setelah itu melilitkan lagi selimut yang tidak terlalu lebar di pinggangnya sehingga terlihat dua lapis selimut. Menggunakan dua lapis selimut namanya mau maktuta, artinya selimut berlapis atau bertingkat.

Pada cara berpakaian lain, setelah memakai selimut lalu mengikat pinggang dengan fut muti (ikat pinggang putih) kemudian mengikat lagi piul saluf. 

Fut muti lebarnya mencapai 1 meter sehingga untuk menjadikannya sebagai sabuk harus melipatnya menjadi beberapa lipatan. Ikatannya juga menggunakan simpul hidup di bagian depan dengan kedua ujungnya berjuntai.

Potret pakaian adat dengan tiga lapis ikat pinggang dan alu tergantung di samping. Gamba: dokumentasi Imanuel Lopis. 
Potret pakaian adat dengan tiga lapis ikat pinggang dan alu tergantung di samping. Gamba: dokumentasi Imanuel Lopis. 

Pada beberapa orang, setelah memakai ikat pinggang piul saluf dan fut muti lalu mengikat pinggang lagi dengan fut noni (ikat pinggang berhiaskan uang logam). Orang tersebut akan tampak memiliki tiga lapis pengikat pinggang.

Cara pemakaian selimut dan ikat pinggang tergantung dari kebiasaan seseorang dan perlengkapan yang dia miliki.

Pakaian untuk badan biasanya kemeja lengan pendek atau panjang. Pada momen tertentu seperti pernikahan atau pertunjukan, laki-laki juga mengenakan koalaba.

Cara memakai koalaba yakni melipat sebuah selimut tenunan sehingga ukuran lebarnya menjadi lebih kecil sekitar 20 centimeter. Menaruh selimut tersebut ke punggung sementara kedua ujung selimut masuk ke bagian bawah kedua ketiak. Melingkar dari depan ketiak dan ke atas pundak lalu kedua ujung selimut menyilang di punggung.

Setelah itu tinggal memakai alu (tas) dengan cara salempangkannya dari salah satu bahu ke sisi pinggang sebelahnya.

Kemudian memakai pilu sebagai mahkota di kepala. Ketika memakai pilu dengan tiga tanduk, satu tanduk di bagian depan sedangkan dua tanduk di belakang. Namun ada juga yang memakai pilu dengan dua tanduk di depan dan satu tanduk di belakang. Jika pilu hanya satu tanduk segitiga, bagian tanduk tersebut juga harus di bagian depan.

Model pilu lainnya yaitu hanya mengikatkan selendang tenunan sedemikian rupa sehingga melingkari kepala.

Pakaian adat untuk perempuan

Oko, anyaman berhiaskan motif dari manik-manik sebagai jinjingan perempuan. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.
Oko, anyaman berhiaskan motif dari manik-manik sebagai jinjingan perempuan. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Pakaian adat Atoin Meto untuk perempuan seperti tais (sarung tenunan), kebaya, buat (konde), mau ana (selendang) dan oko (anyaman jinjing).

Tais merupakan kain sarung tenunan yang melingkar sebagai sarung kurung dan menjadi pakaian bagian bawah.

Para perempuan memakai sarung dengan memasukan badan ke dalamnya lalu menyesuaikan panjangnya dari pinggang. Milipit-lipit lebar sarung untuk menyesuaikan dengan ukuran pinggang lalu melipat ujung lipatan sarung sisi kiri atau kanan untuk menguatkan sarung.

Memakai sarung seperti ini namanya ben bia, artinya pelat samping. Hal tersebut karena lipatan ujung sarung di sisi samping terlihat pelat. Para perempuan sering memakai sarung dengan cara seperti ini. Ada pula yang menambahkan ikat pinggang di lipatan sarung agar lebih kuat.

Pakaian bagian atas berupa kebaya seperti kebaya pada umumnya. Pada bagian rambut hanya menambahkan buat (konde) dengan penguat konde yaitu posu (tusuk konde). 

Setelah itu tinggal salempangkan mau' ana (selendang tenunan) di salah satu bahu. Mau ana' artinya selimut kecil. Panjangnya sekitar 1 meter dengan lebar 20 centimeter. Kedua ujungnya berupa rumbaian benang.

Pada momen tertentu seperti acara adat, pertunjukan seni, dll, perempuan tidak memakai kebaya namun hanya sarung yang menutupi dari atas dada sampai mata kaki. Kemudian menutupi area pundak dan atas dada dengan selendang yang melingkar.

Jinjingan perempuan berupa oko yaitu anyaman dari daun lontar dengan bagian luarnya berhiaskan sebuah motif dari manik-manik berwarna. Bentuknya persegi panjang dan berfungsi sebagai tempat menaruh sirih pinang.

Motif dalam berbagai tenunan seperti motif makai (berkait), tokek, dll. Tidak ada pembedaan motif untuk laki-laki dan perempuan. Para pasangan suami istri ketika tampil dalam sebuah acara kerap memakai motif tenunan yang sama. Begitu pula suatu kelompok ketika akan tampil dalam acara seperti pentas seni budaya kerap menggunakan motif tenunan yang seragam.

Salah satu perlengkapan yang perempuan dan laki-laki pakai yaitu inuh atau kalung manik-manik berwarna kekuningan. Ada orang yang tidak hanya memakai 1 kalung namun beberapa kalung inuh yang berlapis di leher.

Dalam perkembangannya sekarang para perempuan kerap memakai sarung tenunan dengan menjahitnya seperti rok panjang (wiron). Memotong ukuran sarung sesuai ukuran pinggang lalu menambahkan kancing dan resleting. Saat memakainya tidak perlu melipat ujung sarung (ben bia) namun mengancingnya dengan kancing yang ada.

Para perempuan Timor juga kerap memakai aksesoris mahkota dari suku lain seperti Rote, Sabu atau Sumba. Aksesoris mahkota sebenarnya tidak ada dalam perlengkapan adat perempuan di kalangan Atoin Meto dan tidak ada namanya dalam Bahasa Dawan untuk mahkota tersebut.

Demikianlah sekilas ulasan tentang pakaian adat Atoin Meto, semoga menambah wawasan budaya para pembaca sekalian. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun