Menjadi egois dalam arti positif adalah berani menetapkan batasan. Batasan bukan untuk menjauhkan orang lain, melainkan untuk melindungi diri dari kehancuran batin.
Banyak orang yang akhirnya sadar terlalu lama hidup untuk orang lain membuat mereka kehilangan jati diri.
Pertanyaan sederhana pun tak bisa dijawab: “Apa sebenarnya yang aku inginkan dalam hidup ini?”
Di titik itu, keberanian untuk menjadi egois justru menyelamatkan. Melangkah mundur sejenak, menghela napas, dan mencoba mendengar kembali bisikan hati yang tertutup sekian lama.
Seorang penulis pernah berkata, “Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada hidup tanpa menjadi diri sendiri.”
Kalimat itu terasa menampar, karena memang benar: apa gunanya pujian orang, jika diri sendiri tidak pernah bahagia?
Kita hidup hanya sekali. Lalu mengapa harus menghabiskannya demi memenuhi ekspektasi semua orang? Orang-orang mungkin puas, tapi kita yang menanggung luka diam-diam.
Kadang, memilih diri sendiri adalah langkah paling berani. Membuat keputusan yang tidak populer, meninggalkan zona nyaman, bahkan rela kehilangan orang-orang yang tak mampu memahami.
Memang, tidak semua orang akan mengerti. Selalu ada yang melabeli kita egois, keras kepala, atau tidak tahu diri.
Namun, waktu akan membuktikan bahwa pilihan menjaga diri adalah keputusan yang benar.
Karena egois yang sehat akan membentuk pribadi lebih kuat. Orang yang berani berkata tidak, biasanya lebih siap berkata ya dengan tulus.