Mohon tunggu...
Ilham
Ilham Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dalang Cerita di Balik Kemelut Bangsa

31 Agustus 2016   00:37 Diperbarui: 31 Agustus 2016   01:36 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Agar dapat menemukan solusi dari kemelut yang melanda bangsa, perlu kita pahami ujung tombak dari permasalahan ini. Setelah dikaji ulang, bahwasanya dalang kemelut bangsa ini dapat ditangani dengan menggunakan dua ujung tombak sekaligus. Seperti halnya membasmi rumput liar, tidak hanya memotongnya saja, tapi juga mencabut sampai ke akarnya tanpa menyisakan satu bibitpun. Demikian juga dengan korupsi, tidak hanya membasmi, kita juga melakukan tindakan pencegahan serta membabat habis bibit-bibitnya.

Sebagai bangsa, kita perlu belajar dari budaya yang selama puluhan tahun dijaga oleh bangsa Jepang yaitu budaya malu, pantang menyerah, berani mati dan etika jabatan. Contohnya sangat tampak pada kasus pengunduran diri Menteri Pertanian Jepang, Tadamori Oshima. Meskipun beliau tidak terlibat secara langsung dalam kasus skandal keuangan yang dilakukan oleh sekretarisnya, beliau tetap memilih mengundurkan diri. Beliau merasa malu karena didalam kementerian yang beliau pimpin telah terjadi kasus korupsi.

Bila kita mulai menanamkan budaya seperti ini dalam kehidupan sosial, bukan tidak mungkin korupsi dapat kita minimalisir atau bahkan kita musnahkan. Bertanggung jawab terhadap jabatan, pantang menyerah menghadapi rintangan, malu melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti korupsi dan rela berkorban untuk kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan bangsa dan Negara, merupakan senjata ampuh untuk menangani dalang kemelut bangsa ini.

Maka dari itu, sasaran utama dalam pencegahan tindakan korupsi lebih ditujukan pada generasi muda. Dengan membangun serta memperkuat nilai mentalitas dan integritas pada generasi muda, akan terbentuk karakter yang tangguh dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan yang terjadi. Doktrin ataupun isu negatif yang dapat menurunkan mentalitas dan berujung pada pengorbanan integritas, dapat ditangkis dan diatasi. Pasalnya pembangunan mentalitas turut membangun kepercayaan diri dalam individu untuk mengatasi masalah. Alhasil nilai integritas pun turut dipertahankan.

Lingkungan keluarga serta sekolah, merupakan dua tempat yang berperan penting dalam membentuk karakter seseorang. Penanaman nilai-nilai kejujuran yang sering ditekankan dalam agama di lingkungan keluarga, menjadi salah satu cara untuk membentuk karakter manusia yang berkualitas. Pasalnya dewasa ini nilai-nilai agama tidak lagi dijunjung tinggi, bahkan mendekati sekulerisme. Maka dari itu, bimbingan ini perlu ditingkatkan untuk mencapai tujuan pembangunan karakter individu yang berkualitas dan anti-korupsi. Dengan mentalitas kejujuran yang kuat, maka korupsi tidak akan mengalami siklus seperti sebelumnya.

Mengajarkan nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab hendaknya lebih diutamakan daripada menyebarkan hal-hal negatif, seperti menyebarkan kabar-kabar yang menakuti generasi muda. Tentu, hal semacam ini tidak akan memberikan hasil yang baik terhadap masa depan bangsa. Maka dari itu, orang tua, keluarga, guru-guru dan semua lapisan masyarakat hendaknya turut serta dalam menghentikan dan membasmi para pelaku penyebar doktrin serta isu negatif di masyarakat.

Kemudian dalam langkah pembasmian korupsi, ditujukan pada penanganan hukum terhadap pelaku. Instrumen hukum dalam pemberian sanksi terhadap pelaku harus dipertegas lagi, artinya hukuman yang berat harus dijatuhkan agar menimbulkan efek jera terhadap pelaku dan masyarakat luas sehingga dapat mengurangi kemungkinan timbulnya pelaku baru.

Pemerintah yang dalam hal ini memiliki kebijakan untuk memperkuat instrumen hukum dapat bersinergi dengan para ahli dari akademisi maupun profesional dibidangnya. Berbagai riset pun bisa diberi dukungan penuh untuk mempelajari fenomena ini.

Korupsi adalah masalah besar bagi semua negara. Budaya peninggalan VOC ini harus kita hancurkan, kalau tidak maka seperti virus yang menggerogoti tubuh inangnya hingga hancur. Begitu pula korupsi yang akan terus menggerogoti bangsa hingga hancur seperti yang terjadi pada VOC dimasa lampau. Tentu kita tidak menginginkan siklus tersebut terjadi di tanah zamrud khatulistiwa ini.

Skor CPI Indonesia yang mengalami peningkatan dari tahun 2013 (dengan skor 32) sampai 2015 (dengan skor 36) merupakan bukti bahwa masih ada harapan bagi bangsa dalam upaya pemberantasan korupsi Indonesia. Walaupun terbilang masih lambat peningkatannya, namun optimisme untuk meningkatkan kinerja yang baik dalam penanganan Korupsi bagi lembaga-lembaga seperti KPK, Polri, serta para regulator negara. Artinya masih ada secercah harapan bagi bangsa Indonesia untuk membenahi permasalahan kemelut bangsa ini.

Maka dari itu, sinergi seluruh lapisan masyarakat serta pemerintahan hendaknya memberikan kontribusi yang masif terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan membudayakan sikap positif dalam kehidupan sosial masyarakat, penanganan yang tidak pandang bulu serta semakin banyaknya dukungan dari berbagai elemen, maka semakin meningkat juga kinerja dalam memberantas korupsi. Bukan hal yang mustahil bagi kita untuk menuju masa kejayaan layaknya Majapahit dan Sriwijaya dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun