Mohon tunggu...
Ilham
Ilham Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dalang Cerita di Balik Kemelut Bangsa

31 Agustus 2016   00:37 Diperbarui: 31 Agustus 2016   01:36 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam pengusutan kasus korupsi, efek domino acapkali muncul dan turut mempengaruhi rantaikehidupan sosial masyarakat Indonesia dalam aspek Sosial-Budaya, Ekonomi serta Politik yang saling berhubungan dalam sebuah sistem kehidupan sosial.

Jika ditilik dari aspek Sosial-Budaya, dampak yang muncul ialah degradasi mentalitassertadegradasi integritas. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kasus suap-menyuap, penyelewengan, serta ketidakjujuran yang terjadi di masyarakat, mulai dari anak muda hingga dewasa. Menurunnya mentalitas menyebabkan nilai integritas dikorbankan demi mencapai tujuan. Berbagai nilai serta norma masyarakat mulai mengalami pergeseran, hal-hal yang sebelumnya ditentang kini menjadi lumrah dalam kehidupan sosial masyarakat.

Jika dilihat dampaknya dari segi ekonomi, biasanya kasus-kasus korupsi ini terjadi pada penyelewengan anggaran-anggaran proyeksi yang menyangkut kepentingan umum. Anggaran yang diselewengkan ini sudah pasti menyebabkan begitu banyak kerugian bagi suatu daerah atau Negara yang nantinya juga berdampak langsung bagi kehidupan sosial.

Sedangkan dalam ranah politik, juga sering dihiasi dengan pemberitaan mengenai kasus korupsi ini. Seperti kasus ditangkapnya para petinggi Kemendag dalam kasus “dwelling time” di Tanjung Priok, kasus PTUN Medan yang menyeret Gubernur Sumut dan ternyata saat ini pun, kasus-kasus korupsi masih tetap berlanjut dan mulai bermunculan kepermukaan setelah tertangkap dan diusut oleh KPK. Namun yang pasti semua kasus ini sempat menjadi trending topic di media nasional serta di berbagai acara debat, tapi pada akhirnya publik hanya terombang ambing dengan berbagai kasus yang sampai sekarang belum menemui titik terang hingga akhirnya kasus tersebut hilang, seolah-olah tidak pernah terjadi.

Satu hal yang paling mendasar dari semua kasus penyelewengan ialah adanya dorongan nafsu. Sebuah keinginan kuat yang mendorong seseorang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan hidup yang diinginkan. Gaya hidup berfoya-foya diiringi dengan bertumbuhnya sikap prestis serta dampak globalisasi, merupakan kontributor terbesar dalam meningkatkan keinginan manusia akan hidup mewah. Globalisasi biasanya diiringi dengan modernisasi. Modernisasi inilah yang membawa pengaruh terhadap pola hidup konsumtif. Budaya hidup konsumtif mendorong seseorang untuk memiliki keinginan yang teramat banyak, bahkan sikap prestis akan hidup mewah membuat manusia tidak pernah puas dengan apa yang telah dimiliki. Kecenderungan hedon ini merupakan salah satu faktor utama penyebab para pejabat bertransformasi menjadi tikus-tikus berdasi.

Bila kita perhatikan pada setiap pemberitaan kasus korupsi, sebagian besar tersangka memiliki gaya hidup yang luar biasa wah. Hal ini dibuktikan dengan dimilikinya segudang aset berharga nan mewah serta barang bermerk mahal yang edisinya terbatas. Bahkan berdasarkan hasil penelusuran tim penyelidik kasus korupsi, ada beberapa oknum pejabat yang memiliki istri simpanan serta anak yang lahir dari hasil hubungan pernikahan tidak resmi, tentu saja kehidupan mereka harus dibiayai dan biaya ini tidaklah sedikit. Semakin banyak keinginan untuk memiliki harta, semakin besar pula nafsu yang menjerat para pejabat kedalam kubangan korupsi dan bertransformasi menjadi tikus-tikus berdasi. Besar pasak daripada tiang, peribahasa ini sangat cocok dipakai untuk mendeskripsikan fenomena ini.

Beranjak dari aspek sosial-budaya dan ekonomi, dari aspek politik para tikus berdasi ini memiliki wewenang serta kekuasaan yang biasanya mereka salahgunakan demi memenuhi nafsu hedonis pribadi. Kekuatan dalam berpolitik serta jabatan yang dimiliki, kerap kali menjadi senjata ampuh bagi para koruptor dalam melancarkan aksinya bahkan adapula yang membangun dinasti politik untuk mencapai serta memperluas ladang korupsi.

Artinya semakin banyak “orang dalam” di pemerintahan yang dipimpin tikus utama, maka semakin luas pula peluang untuk menyelewengkan serta melanggengkan pemerintahan yang dipimpinnya. Seperti yang terjadi pada kasus Ratu Atut Choisiyah yang sempat menggemparkan media nasional lalu, yang entah disengaja atau tidak, telah membentuk dinasti politik selama delapan tahun masa kepemimpinannya sebagai gubernur di Banten.

Sejak menjadi orang nomor satu di Banten, satu per satu anggota keluarga besar Atut masuk ke politik praktis. Diawali dengan kemunculan Airin Rachmi Diany (adik ipar Atut, dalam Pilkada Kabupaten Tangerang 2008) kemudian diiringi oleh beberapa anggota keluarga lain yang turut ambil bagian dalam pemerintahan di Banten. Baik dikursi eksekutif maupun legislatif. Ini merupakan contoh nyata dibangunnya dinasti politik di era sekarang.

Namun setelah delapan tahun berkuasa, keluarga Atut mulai tersandung kasus hukum dan goyah. Wawan (adik Atut, yang maju dalam pilkada calon wakil bupati mendampingi Jazuli Juwaini dari PKS) yang ditangkap KPK karena diduga menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, 2 Oktober 2011 silam menjadi titik awal keruntuhan dinasti politik Atut. Atut diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap sengketa Pilkada Lebak, hingga akhirnya Atut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Selain itu terkuak pula kasus korupsi yang menyeret Atut dibawah penyelidikan KPK, yaitu kasus pengadaan sarana dan prasarana alat kesehatan Provinsi Banten pada 2011 – 2013.

 Dinasti politik dibangun dengan tujuan memperluas peluang serta mengukuhkan posisi keluarga mereka dalam lingkaran pemerintahan, seakan dinasti politik dibangun untuk melanggengkan kekuasaan mereka selama tujuh turunan. Jika ditilik lagi ternyata siklus kasus korupsi yang kita maksud diawal tadi berlangsung dalam dinasti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun