Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saat PKS Membangun Lokalitas, Manjurkah?

20 April 2022   07:10 Diperbarui: 20 April 2022   07:12 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) identik disebut partai dakwah, lebih khusus Islam. Bahkan, kesan yang muncul di masa awal berdirinya PKS (awalnya bernama PK) adalah Islam dengan nuansa Timur Tengah.

Beberapa teman saya yang dekat dengan PKS, fasih menggunakan istilah ukhti, antum, dan sejenisnya. Istilah yang tak familiar di telinga saya.

Fenomena itu membuat saya berpikiran bahwa suara PKS ya tak jauh-jauh dari komunitas yang serasa. Bagi saya, sulit bagi PKS untuk mengeruk suara kaum "nasionalis".

Hal yang mulai berubah dan saya agak kaget ketika Luthfi Hasan Ishaaq beriklan di TV. Saat itu dia Ketua Umum/Presiden PKS. Saya lupa itu tahun berapa. Tapi yang pasti, sebelum Luthfi diproses KPK.

Saat itu, di iklan TV, Luthfi mulai menggunakan diksi "nasional" jelang Idulfitri. "Mudik, yuk," begitu kata Luthfi pada iklan PKS di TV. Bagi saya, diksi "mudik" jarang digunakan PKS. Langkah penggunaan kata "mudik", mengindikasikan PKS sepertinya mulai mencoba menyasar "orang luar".

Tapi saya pikir kampanye menjaring orang luar itu tak berhasil di tahun 2014. Sebab, beberapa waktu sebelumnya Luthfi diproses KPK. Dibanding Pemilu 2009, persentase suara PKS turun di Pemilu 2014.

Di 2019, suara PKS naik kisaran 1,5 persen. Saya menduga naiknya suara PKS karena kampanye "2019 Ganti Presiden". Selain itu polarisasi di Pilkada DKI Jakarta pada 2016 menguntungkan PKS. Partai ini oleh sebagian pihak direpresentasikan sebagai "pelawan penista agama".

Tapi, tentu saja keuntungan itu tak maksimal. Suara PKS ya berkisar "orang dalam lingkaran yang sama". Setelah Pemilu 2019, kesan PKS sebagai partai dakwah dan eksklusif tetap saja melekat.

Kini, sepertinya PKS mulai menasionalkan dan bahkan melokalkan diri. Mulai dari logo yang oranye sampai gerakan kader PKS di bawah yang mulai membangun rasa "lokalitas".

Saya masih ingat, beberapa waktu lalu, Khalid Basalamah diprotes habis-habisan terkait wayang. Di momen tak jauh dari itu, saya melihat di kampung saya, PKS kabupaten malah nanggap wayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun