KH Idham Chalid adalah incumbent. Dia dikenal sebagai pemimpin NU yang bukan dari "darah biru". KH Idham yang dari Kalimantan Selatan ini sosoknya bisa dilihat di  uang kertas Rp 5000. Mubaligh terkemuka KH Zainuddin MZ pernah mengaku bahwa dia adalah murid KH Idham Chalid.
Akhirnya di muktamar 1984 itu, Gus Dur yang menang. Setahu saya sekalipun ada dua kubu itu, tak muncul NU tandingan. Tak muncul organisasi atau sebutan NU "lain".
Baru pada tahun 1994 NU dipecah. Itu pun semua orang tahu siapa yang ada di belakangnya. Kala itu Abu Hasan yang kalah dalam pemilihan Ketua Umum Tanfidziah PBNU, membuat KPPNU. Abu Hasan kalah dari Gus Dur.
Semua orang tahu siapa yang ada di belakang Abu Hasan. Tapi  KPPNU itu tenggelam dengan sendirinya. Abu Hasan bikin partai namanya Solidaritas Uni Nasional Indonesia (SUNI) dan ikut Pemilu 1999. Tapi tak mendapatkan suara signifikan.
Saat Gus Dur memimpin NU, ada juga yang berseberangan. Tapi, setahu saya tak sampai muncul NU tandingan, kecuali KPPNU Abu Hasan. Tapi sekali lagi, semua orang tahu siapa Abu Hasan.
Saat kontestasi lain, Gus Dur juga "kalah". Saat muktamar NU Â 2005, jago Gus Dur yakni Masdar Farid Mas'udi kalah dari Hasyim Muzadi. Setahu saya saat itu tak sampai muncul NU tandingan.
Yang saya kaget, kini kok ada NU yang pakai penggaris itu. Ada juga orang yang membelah NU menjadi kultural dan struktural. Padahal setahu saya, beda pendapat di NU di masa lalu tak pernah memunculkan pembelahan nama, kecuali KPPNU.
Dari dulu NU ya NU. Nah kini kok ada yang pakai penggaris. Bahkan saya pernah lihat ada ketuanya juga. Seorang mubaligh ternama pun terang-terangan membela yang penggaris itu. Yang ingin saya katakan adalah begini, jika kalah dalam kontestasi, ya sudah. Apalagi NU kan bukan parpol. Jadi kalau kalah ya tak perlu buat NU tandingan.
Kedua, kalau mau menjadi pemimpin di NU, ya memang harus kerja keras. Beri pengaruh positif pada nahdliyin. Datangi pesantren-pesantren basis NU. Sosialisasikan ide, rangkul orangnya dan dapatkan suaranya, suara mereka para peserta muktamar.
Melakukan gerakan kampanye dan sosialisasi itu memang mahal, butuh dana. Anda datang dari satu tempat ke tempat lain, butuh biaya bensin, butuh akomodasi dan memang berbiaya. Ya begitulah konsekuensinya.
Jangan cuma modal buat suara di media sosial dan bikin NU tandingan. Majulah ke depan dan berorganisasi secara ksatria. Bertarunglah dan jika kalah, akuilah. Jika pun tak sepakat dengan pemimpin NU, ya tak masalah. Tak perlu sampai buat penggaris.