Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Legenda Bulu Tangkis Jadi WNA, Pilihan dan Konsekuensinya

23 Mei 2020   06:49 Diperbarui: 23 Mei 2020   07:16 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mia Audina (kiri) dan Menpora kala itu, Imam Nahrawi. Foto dari Kompas.com

Ada juga yang sakit hati karena merasa diperlakukan tidak layak. Kemudian, memutuskan pindah warga negara. Menurut saya, tak masalah juga karena itu hak masing-masing orang. Hak asasi yang menurut saya tak bisa diganggu gugat.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa keputusan pindah warga negara juga memiliki konsekuensi. Kalau memang sudah WNA, jika ditanya maka jawab saja WNA. Tak perlu bertele-tele dengan bilang, "Saya lahir di Indonesia, darah saya Indonesia, sampai mati saya pun Indonesia," begitu katanya. Padahal, dia sudah jadi WNA.

Jangan karena cari untung di Indonesia, ogah membahas status WNA. Ya bilang saja bahwa dia sudah jadi WNA. Kalau karena WNA dia tak laku lagi di Indonesia, ya itu adalah konsekuensi. Jangan ingin enaknya saja. Pindah WNA supaya dapat harta tapi ketika di Indonesia untuk nyari harta manutup-nutupi status WNA.

Saya juga tak sepakat misalnya dengan Mia Audina. Dia pernah meminta kejelasan soal tunjangan peraih medali Olimpiade pada Menteri Pemuda dan Olahraga karena pernah mengharumkan nama Indonesia.

Kalau melihat prestasinya, tentu Mia layak dapat tunjangan. Apalagi ketika kita melihat sepak terjangnya bagi Indonesia di Piala Uber 1994. Namun, bagi saya ketika dia sudah jadi WNA maka tak perlu ada tunjangan baginya.

Apalagi, Belanda menurut saya lebih mampu memberi kesejahteraan dan tunjangan bagi Mia Audiana. Jadi menurut saya bagi mereka yang jadi WNA tak perlu diberi uang tunjangan atau kesejahteraan memakai pajak rakyat Indonesia.

Menurut saya, ada beberapa hal yang memang tak bisa disamakan antara WNI dan WNA. Sudah jadi prinsip bahwa warga negara itu memiliki konsekuensi beda dengan bukan warga negara.

Bahkan, saya pun juga tak sepakat dengan ide warga negara ganda bagi orang dewasa di Indonesia. Kalau memang sudah jadi WNA ya jangan ingin juga jadi WNI. Kalau mau jadi WNI, lepas dulu status WNA-nya. Pilihan untuk orang dewasa harus jelas, WNI atau WNA.

Kalau saya adalah hormati pilihan orang tentang warga negara yang dia pilih, tapi juga memberi sikap yang jelas ketika sudah berkenaan dengan konsekuensi seorang WNI atau WNI. Tapi, tentu saja bahwa status beda itu tak menghalangi kita untuk bersapa, bersenda gurau sebagai manusia. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun