Mohon tunggu...
Ilham Syahbani Barakat
Ilham Syahbani Barakat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Bermain Musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Madrasah sebagai Lembaga Sosialisasi dan Pembentukan Karakter Anak

5 Desember 2023   11:01 Diperbarui: 5 Desember 2023   11:01 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Disusun Guna :
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :
Bahrul Munib, S.H.i,.M.Pd.I

Oleh :

Ilham Syahbani Barakat
221101010082

Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Prodi Pendidikan Agama Islam
2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan Rohmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Shalawat serta salam tidak lupa kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia serta akhirat kepada seluruh umat manusia.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga kami mampu menyelesaikan makalah tentang "Madrasah Sebagai Lembaga Sosialisasi dan Pembentukan Karakter Anak". Dengan harapan, semoga nantinya dapat digunakan sebagai rujukan yang dapat membantu para pembaca dalam menghadapi permasalahan yang ada.
Kami sudah mengusahakan semaksimsl mungkin buat menyusun makalah ini, tetapi kami sadar bahwa itu mungkin tidak sempurna dan masih ada banyak kesalahan. Kritik, saran, dan masukan yang membangun akan kami terima dengan senang hati terutama dari Dosen Pembimbing Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam sebagai bahan koreksi untuk kami kedepannya.

Jember, 24 September 2023


Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Madrasah dianggap sebagai sistem sosial karena di dalamnya ada individu/kelompok yang mempunyai tujuan serta kepentingan sama, yakni kepentingan penyelenggara pendidikan. Sebagai system social, madrosah yaitu lingkungan di mana berbagai proces social saling bergantung dan memiliki struktur dan peran yang unik. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang didasarkan pada budi pekerti, yaitu pendidikan yang mencakup pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membangun bangsa yang kuat, tangguh, berakhlak mulia, moral, bertoleransi, bergotong-royong, dan berpusat pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Screning moral, juga dikenal sebagai penyaringan moral, adalah suatu tindakan yang berkaitan dengan etika yang terjadi di masyarakat. Screning moral dapat dilakukan di keluarga dan masyarakat, bukan hanya di sekolah. Sekolah melakukan penyaringan moral untuk mendidik anak-anak tentang berbagai penyimpangan sosial yang sering terjadi di masyarakat modern.

Kepribadian seseorang terdiri dari kombinasi tindakan, reaksi, dan tindakan yang dilakukan seseorang saat berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat. Kepribadian setiap orang unik dan tidak sama dengan yang lain. Sangat penting bagi madrasah untuk membentuk kepribadian seorang anak atau siswa. Selain itu, madrasah adalah tempat di mana orang dapat memperoleh pengetahuan tanpa harus di rumah.

Hurlok menyatakan bahwa "sekolah adalah faktor penentu bagi perkembangan asal kepribadian siswa atau siswa baik dalam berpikir, perhatian, juga adat pada berperilaku. Madrasah berperan sebagai substitusi (pengganti) asal keluarga dan guru menjadi subtitusi asal orang tua". Oleh karena itu, peran guru harus sesuai dengan visi dan misi yang diajarkannya. Guru tidak boleh membatasi siswanya, tetapi harus membiarkan siswa melakukan hal-hal yang sesuai dengan kemampuan mereka untuk membantu mereka mengembangkan potensi mereka.

Peran sekolah dan masyarakat terkait dengan peran lingkungan keluarga. Sebagian besar orang tua mempekerjakan pembantu rumah tangga untuk mengurus anaknya tanpa mengontrol perkembangan anaknya sendiri, sehingga sikap dan pribadi anak cenderung beragam berdasarkan situasi dan kondisi yang didapatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kiprah keluarga yang sukses dalam perkembangan karakter seorang anak memberikan bekal atau modal awal bagi anak untuk membangun karakter yang baik, yang memungkinkannya berinteraksi, berkomunikasi, dan berperilaku dengan baik dengan orang lain.

Kegiatan keluarga yang efektif berfokus pada faktor proses. Ini berarti bahwa seorang anak belajar dari input keluarganya, yaitu faktor masukan, dan kemudian melalui proses, yang pada akhirnya menghasilkan output, yang menghasilkan predikat (nilai) yang baik atau tidak, yang dapat berdampak pada perilaku dan sikap seorang anak.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Madrasah Sebagai Lembaga Sosialisasi dan Pembentukan Karakter Anak

Proses menyebarkan kebiasaan, nilai, dan aturan dari generasi ke generasi dalam sebuah masyarakat atau kelompok dikenal sebagai sosialisasi. Dalam proses sosialisasi, seseorang diajarkan peran yang harus dilakukan. Karena itu, beberapa sosiologs menyebutkan sosiaIisasi sebagai teory peran (role teory).

Uraian Nasution, sosiaIisasi adalah proses membimbing seseorang ke dalam dunia sosial. Ini terjadi ketika seseorang diajarkan soal peradaban yang harus dipunyai dan diikuti untuk menjadi kelompok yang baik. Dalam beberapa kumpulan tertentu, sosialisasi bisa dianggap setara dengan pendidikan.

Abu Ahmadi juga membahas proses sosialisasi. Pertama, proses sosialisasi adalah suatu proses akomodasi di mana seseorang menahan, mengubah, dan mengambil alih kecenderungan dirinya sendiri dan mengambil alih kebudayaan dan cara hidup masyarakat di mana mereka tinggal. Kedua, dalam proses sosialisasi, individu mempelajari sikap, sikap, ide-ide, kebiasaan, nilai, dan standar tingkah laku dari masyarakat di mana mereka tinggal. Ketiga, semua sikap dan kecakapan yang dipelajari selama proses sosialisasi disusun dan dikembangkan.

"Madrasah" adalah nama tempat dari kata Arab "darasa-yadrusu-darsan wa durusun wa dirasatun", yang berarti , menjadi usang, melatih, serta menghapus. Dari perspektif ini, madrasah berarti tempat untuk mencerdaskan siswa, menghilangkan keraguan, dan memberantas kebodohan, dan membentuk kemampuan siswa setara dengan minat, bakat, serta kemampuan mereka.

Interaksi antara orang-orang disebut sosialisasi, yang dapat memengaruhi kepribadian seseorang (anak). Sosialisasi di madrasah dilakukan dengan membimbing siswa, dimana siswa harus dapat menyesuaikannya, agar ia menjadi siswa yang baik. Oleh karena itu, sosialisasi di madrasah dimaksudkan untuk membentuk kepribadian siswa sesuai dengan norma yang berlaku sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dan bertindak sesuai dengan kebiasaan.

Menurut Durkheim, madrasah berfungsi untuk mendidik anak-anak untuk menjadi warga masyarakat yang efektif dan toleran. Dan Madrasah berfungsi sebagai lembaga sosialisasi, di mana siswa tidak hanya berinteraksi satu sama lain, tetapi juga mengalami proses pembelajaran dan bimbingan. Menerapkan peraturan dan menghukum siswa yang melanggar adalah beberapa cara untuk membentuk kepribadian siswa.

Jadi madrasah sebagai lembaga sosialisasi, memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian anak. Oleh karena itu, madrasah harus membuat tata tertib untuk mengatur hidup siswa agar lebih terarah dan menumbuhkan kepribadian yang baik. Dengan pembentukan kepribadian, anak-anak akan berkembang lebih baik dan lebih percaya diri untuk menghadapi masa depan. Pendidikan agama dan moral dan kegiatan ekstrakurikuler adalah contoh pembentukan kepribadian anak di madrasah, dan di madrasah anak dibebani peraturan yang bertujuan untuk melatih kedisiplinan anak. 

B. Madrasah Sebagai Screening Moral Anak

Perilaku menyimpang siswa sering menghebohkan dunia pendidikan. Pelanggaran moral biasanya menjadi dasar kasus perilaku yang sering dilakukan oleh siswa. Sebenarnya, tidak hanya pelajar yang melakukan pelanggaran moral di masyarakat. Hampir setiap hari kita melihat pelanggaran etika seperti pemerasan, pelecehan seksual, genk motor, pemerasan, pemerasan massal, perusakan tempat ibadah, penyuapan, penggunaan ijazah palsu, aborsi, korupsi, serta pembunuhan sadis.

Selain itu, Pelaku berasal dari berbagai latar belakang, antara lain pelajar, mahasiswa, politisi, birokrat, tokoh agama, PNS, bahkan penegak hukum. Oleh karena itu, ada pesimisme di masyarakat terhadap penanaman nilai-nilai moral. Ini terjadi karena banyak orang diharapkan berperilaku baik, bahkan menyimpang dari standar moral yang berlaku. Perilaku moral terjun bebas hampir tidak ada lagi.

Mengutip Lorenz Bagus dibuku Kamus Filsafatnya, Moral berkaitan dengan perilaku yang baik atau buruk, etis atau tidak etis, dan tepat atau tidak tepat saat berinteraksi dengan orang lain. Setiap orang diharuskan untuk memastikan bahwa perilaku mereka sedapat mungkin sesuai dengan standar moral yang berlaku saat berinteraksi dengan orang lain.

Pendidikan dalam sosiologi melakukan banyak hal selain mengalihkan pengetahuan (tranfer knowledg). Ini juga melakukan pekerjaan untuk memeriksa dan memilih masyarakat. Dengan kata lain, proses pendidikan akan menyaring dan memilih siswa yang paling siap untuk menanggung tanggung jawab sosial. Tidak diragukan lagi, penyaringan ini didasarkan pada kemampuan anak untuk menguasai ilmu pengetahuan dan kompetensi, termasuk moral. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah mereka terseleksi dan tersaring dalam kasta sosial yang lebih tinggi karena beban sosial yang lebih besar.

Guru harus menilai secara moral siswanya selama social screening. Sekolah selama ini hanya menilai siswa berdasarkan kemampuan kognitif dan akademik, mengabaikan nilai moral. Hanya nilai akademik yang dapat diterima secara objektif dan berfungsi sebagai dasar untuk naik kelas atau lulus dari jenjang pendidikan tertentu.

Menurut KBBI, screening adalah penyaringan. Sedangkan moral adalah bekal dalam mengembangkan diri. Moral bersangkutan dengan perilaku baik dan buruknya seseorang. Masalah moral ini sering terjadi baik dikalangan masyarakat yang telah maju atau masyarakat yang masih tertinggal. Akibat kerusakan moral itu akan mengganggu ketenangan yang lain.

Moral awalnya juga disebut mores; dalam Bahasa Latin, mores juga berarti kebiasaan, cara hidup, dan adat istiadat. Mores juga dapat diartikan sebagai cara atau sikap yang ditunjukkan. Secara khusus, dalam bahasa Indonesia, moral juga dapat disebut sebagai akhlak. Akhlak berfungsi sebagai pedoman bagi kita semua untuk mendefenisikan suatu perilaku yang baik dan didasarkan pada budaya, nilai, dan norma masyarakat.

Saat ini banyak kalangan remaja yang melakukan perilaku yang menyimpang. Terutama dibidang pendidikan yang sangat sering terjadi. Biasanya pemyimpangan yang terjadi ini seperti penyimpangan moral, Tetapi penyimpangan ini tidak hanya terjadi pada kalangan remaja saja, tetapi pada masyarakat yang sudah lanjut usia juga. Setiap hari kita menyaksikan pelanggaran moral seperti kekerasan, pelecehan seksual, korupsi, perkelahian, pembunuhan, dan pemalsuan ijazah, dll. Sehingga untuk mengurangi penyimpangan moral, maka perlu adanya pendidikan moral bagi setiap orang.

Sekolah atau madrasah adalah lembaga pendidikan yang befungsi sebagai pencetak generasi yang bermoral berintegritas tinggi. Sekolah atau madrasah menjadi daya tarik masyarakat baik dari kalangan bawah menengah, maupun atas. Sekolah atau madrasah juga berhasil mengubah pola pikir masyarakat. Pendidikan telah dianggap sebagai dasar perbaikan dan pembentukan watak dan moral manusia. Pendidikan moral untuk anak akan merubah pola pikir anak sehingga ketika sudah dewasa nanti akan menjadi orang yang lebih bertanggung jawab dan menghargai sesama. Guru dalam pendidikan bukan hanya berfungsi sebagai pemberi pengetahuan kepada siswa tetapi juga sebagai pemberi nilai. Artinya, guru harus memiliki kemampuan untuk menjelaskan materi pelajaran dan menghubungkannya dengan nilai-nilai kehidupan. Guru juga harus memiliki kemampuan untuk menyaring moral siswa.

C. Madrasah Sebagai Pembentukan Kepribadian Anak

Pembentukan kepribadian juga dikenal sebagai karakter terkait erat dengan proses sosialisasi. Kenapa? Karena kepribadian manusia (anak) tidak dipahami sebagai bakat alami yang ideal sejak lahir, tetapi dibentuk dan dibentuk melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, pembahasan proses sosialisasi dikaitkan dengan upaya membentuk kepribadian.

Apakah ini kepribadian? Kepribadisn yakni kecenderungan psikologis seseorang (anak) untuk melakukan tertutup (emosi, motivasi, pikiran, tindakan, dll) atau terbuka (seperti tindakan sehari-hari yang disebut tindakan). Singkatnya, kepribadian adalah gabungan dari kecenderungan seseorang untuk berperasaan, berkehendak, berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan perilaku moral yang ditetapkan.

Kepribadian sebenarnya adalah gejala yang terletak di dasar psike (jiwa) seseorang karena merupakan kecenderungan psikologis. Gejala ini muncul secara bertahap dalam pikiran masyarakat sebagai hasil dari proses yang disebut internalisasi dan sosialisasi. Dalam dua tahap, anak-anak meresapkan norma-norma sosial dan pola tingkah laku sosial ke dalam pikiran mereka, yang dapat diamati dan dihayati. Dengan berpegang pada norma-norma dan pola-pola yang terinternalisasi, anak-anak menjadi lebih cenderung bertindak sesuai dengan kepribadian mereka sendiri.

Karena kepribadian adalah gejala di alam psike dan hanya dapat terwujud dalam interaksi sosial antarmanusia, kepribadian memiliki aspek sosial yang sangat penting, dan karena itu selalu dibahas dalam ilmu pendidikan. Bagaimana ilmu pendidikan mempengaruhi perkembangan, perkembangan, dan perubahan kepribadian seorang anak?

Dalam proses pendidikan, norma-norma, pola-pola tingkah laku, dan nilai-nilai kultural disosialisasikan secara langsung kepada individu yang tengah membentuk kepribadiannya. Selanjutnya, norma-norma ini diinternalisasikan ke dalam otaknya, menjadikannya lebih teratur dan menghasilkan apa yang disebut organisasi kepribadian. 

Organisasi kepribadian menentukan kepribadian. Anak-anak akan memiliki pola dan sifat tertentu karena memiliki kepribadian yang terorganisasi. Ini yang akan menjadi karakteristik unik seseorang anak. Dia kuat dan tidak mudah diombang-ambingkan oleh perubahan sosial dan ketidakpastian. Sebaliknya, jika organisasi kepribadian anak tidak terbentuk secara sempurna, dia tidak akan dapat memfilter atau menyaring informasi negatif. Ini terjadi karena sistem kepribadian anak tidak terorganisir secara baik di dalam dirinya sendiri. Anak-anak dengan kondisi ini disebut dengan kepribadian yang tidak terorganisasi (disorganized personality) dalam sosiologi.

Pengayaan organisasi kepribadian melalui proses sosialisasi dan internalisasi norma-norma memungkinkan perkembangan kepribadian seseorang dengan baik. Proses-proses ini hanya dapat berlangsung dengan baik jika mereka beralih dari karakter struktur (character structure) yang telah dibentuk pada awal proses. Dengan adanya konsistensi kepribadian, internalisasi norma-norma hanya dapat terjadi jika norma-norma tersebut dapat diintegrasikan ke dalam sistem organisasi kepribadian yang sudah ada. Norma-norma yang tidak dapat diintegrasikan karena tidak sesuai dengan struktur dasar yang ada akan ditolak atau ditahan di luar sistem karakter struktur, sehingga mereka tidak dapat memperkaya atau menjadi bagian dari kepribadian.  

D. Pengaruh Keluarga-Sekolah Terhadap Individu

John Locke berpendapat bahwa lingkungan atau pendidikan dari kecil sangat memengaruhi pertumbuhan siswa hingga menjadi manusia dewasa, dan bahwa setiap orang dilahirkan seperti kertas putih, dan lingkungan atau pendidikan yang menulis kertas putih itu adalah yang menulisnya. Teori tabularasa adalah nama lain untuk teori ini.

Keluarga adalah pihak pertama yang menentukan pendidikan anak, bahkan menentukan tempatnya. Jadi, teori ini masuk akal. Anak tumbuh dan hidup di keluarga sejak dilahirkan. Anak akan pertama kali berbicara dengan ibunya, ayahnya, dan keluarganya. Keluarga kemudian menjadi tempat pertama anak mengembangkan kepribadiannya tersebut. Anak mudah meniru tindakan buruk orang tua mereka. Oleh karena itu, orang tua Harus memiliki kepribadian yang baik, yang dapat menjadi teladan bagi anak-anak mereka.

Karena lingkungan keluarga benar-benar merupakan pusat pendidikan yang penting dan menentukan, tugas pendidikan adalah membantu para ibu di setiap keluarga untuk melakukan semua tugas rumah tangga.

Anak-anak dididik dalam lingkungan keluarga untuk memiliki kebiasaan yang baik tentang hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian dan etika. Selain itu, mereka ditanamkan keyakinan penting, terutama yang berkaitan dengan agama. Kebiasaan dan keyakinan yang baik sangat penting untuk kemajuan.

Keluarga dapat terdiri dari keluarga inti atau keluarga yang di perluas, yang terbentuk oleh hubungan darah dan keturunan. Keluarga berdampak pada anggota kelompok primer karena:

  • Keluarga memberikan kesempatan yang luar biasa kepada anggotanya untuk memahami dan memperkuat nilai kepribadiannya; dalam keluarga, setiap anggota memiliki kebebasan yang luas untuk menunjukkan kepribadiannya.
  • Keluarga menjaga hubungan antara anggota keluarga dan orang lain.

Nasution menyatakan bahwa orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mendidik anaknya, dan mereka memberikan pendidikan anak-anak mereka lebih berfokus pada pembentukan karakter dan budi pekerti. Salah satu komponen penting keberhasilan pendidikan adalah pembentukan kepribadian anak, yang dihasilkan dari keluarga. Jadi, Keluarga adalah institusi yang paling banyak mempengaruhi kepribadian seorang anak. Orang tua memberi tahu anak-anak tentang hal-hal yang mungkin memberi pelajaran, mulai dari mengajarkan mereka bagaimana membaca doa sebelum makan hingga mengajarkan nilai-nilai agama untuk meningkatkan keyakinan agama mereka.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata "Madrosah" berasal dari bahasa Arab, yaitu nama suatu tempat dari kata "darsah-yedroso-darsan, dursun dan drasun" yang artinya menghapus, menghilangkan pengaruhnya, menghapus, meniadakan, dan menyaring. Berdasarkan pengertian tersebut, sekolah berarti tempat untuk mendidik peserta didik, menghilangkan kebodohan atau menghilangkan kebodohan peserta didik, dan melatih kemampuannya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

Penanaman atau transmisi tradisi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam suatu kelompok atau masyarakat disebut sosialisasi. Karena individu diajarkan peran yang harus dilakukan selama proses sosialisasi, beberapa sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori peran. Menurut Nasution, sosialisasi adalah proses orientasi seseorang terhadap dunia sosial. Ini terjadi ketika seseorang diajarkan tentang budaya yang harus dimiliki dan dianut untuk menjadi anggota yang baik. Dalam beberapa kelompok, sosialisasi dapat dianggap sebagai pendidikan.

Menurut KBBI, screening adalah penyaringan. Sedangkan moral adalah bekal dalam mengembangkan diri. Moral bersangkutan dengan perilaku baik dan buruknya seseorang. Masalah moral ini sering terjadi baik dikalangan masyarakat yang telah maju atau masyarakat yang masih tertinggal. Akibat kerusakan moral itu akan mengganggu ketenangan yang lain. Moral pada mulanya disebut juga "mores", mores dalam bahasa latin disebut juga adat istiadat, cara hidup, adat istiadat, dan adat istiadat sendiri bisa juga dikatakan cara atau sikap yang ditunjukkan. Jika kita menengok lebih jauh ke Indonesia, etika juga bisa dikatakan sebagai etika, yaitu sebagai pedoman bagi kita manusia untuk menentukan perilaku yang baik dan berdasarkan pada nilai, norma, dan budaya yang ada dalam masyarakat.

Pengayaan organisasi kepribadian seseorang melalui proses sosialisasi dan internalisasi norma memungkinkan perkembangan kepribadian seseorang dengan baik. Namun, ternyata proses ini hanya dapat dilakukan dengan baik jika dimulai dari struktur kepribadian yang telah dibentuk pada awalnya, yang berarti internalisasi norma hanya dapat terjadi apabila norma-norma tersebut dapat diintegrasikan ke dalam sistem organisasi kepribadian yang konsisten. Norma-norma yang tidak dapat diintegrasikan karena tidak sesuai dengan organisasi dasar yang ada akan ditolak atau dikeluarkan dari sistem konstruksi kepribadian, sehingga tidak dapat ikut serta dalam pengayaan kepribadian atau menjadi bagian di dalamnya.

John Lock berpen dapat bahwa perkembangan siswa menjadi manusia dewasa sangat ditentukan oleh lingkungan atau pendidikan sejak kecil, karena setiap orang dilahirkan sebagai lembaran kosong, dan lingkungan atau pendidikan menulis lembaran kosong itu. Teori Tablarasa adalah nama lain untuk teori ini. Keluarga adalah pihak pertama yang menentukan, bahkan mengarahkan, tempat anak akan belajar, jadi teori ini tidak masuk akal. Anak tumbuh dan hidup di tengah keluarga sejak lahir. Anak pertama kali akan berbicara dengan ibu, ayah, dan keluarganya. Oleh karena itu, keluarga adalah tempat pertama anak berkembang. Anak mudah meniru tindakan buruk orang tua mereka. Oleh karena itu, orang tua harus menjadi orang yang baik agar dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Lorentz, Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.

Maksum, Ali. 2013. Sosiologi Pendidikan. Surabaya: UIN sunan Ampel.

Muhaimin. 2009. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muhaimin. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Mulyana, Rohmat. 2009. Optimalisasi Pemberdayaan Madrasah. Semarang: CV Aneka Ilmu.

Narwoko Dwi, J dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan. Jakarta: Prenad Media.

Nashir, Haidar. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Nasution, S. 2009. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nata, Abuddin.  2009. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group.

Riyadi, Ahmad. "Pendidikan Karakter di Madrasah/Sekolah". Ittihad Jurnal Koperties. Vol. 14. 26 Oktober 2016.

Rodliyah, St. 2013. Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Jember: STAIN Jember Press.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudarsono, Agus dan Agustiana Tri Wijayanti. 2018. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta press.

Syamsu dan Nani. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tirtaraharja, Umar. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Worsley, Peter. 1991. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

Yusuf, Syamsu. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun