Nongkrong di kafe memang aktivitas yang menyenangkan.
Tak dipungkiri, aktivitas ini bisa melepas penat dan stres yang dirasakan selepas bekerja. Bertemu dengan rekan dan sahabat, nongkrong di kafe sambil bercerita dan bercengkrama adalah salah satu kegiatan yang sering dilakukan.Â
Tidak hanya itu, berburu kafe kekinian yang kini makin menjamur di berbagai sudut kota juga menjadi aktivitas yang membuat pikiran bisa sedikit rileks.
Nyatanya, di usia yang sudah memasuki usia kepala 3, hasrat untuk nongkrong di kafe tidaklah sebesar dulu, tak seperti saat remaja atau usia 20-an.Â
Pergi ke kafe yang biasanya dilakukan terjadwal secara mingguan kini bisa bergeser menjadi bulanan. Atau, malah dalam rentang waktu yang cukup lama, seseorang yang sudah mulai memasuki usia kepala 3 tak lagi menjadikan nongkrong di kafe sebagai prioritas.
Saya sendiri sudah mengalami perasaan ini sejak beberapa waktu terakhir. Tidak hanya karena pandemi, bahkan sebelum pandemi pun rasanya tak ada hasrat lebih untuk bisa nongkrong di kafe. Bahkan, jika ditanya kafe mana yang kini sedang naik daun, saya tidak bisa menjawabnya karena sudah tak mengikutinya lagi.
Sebenarnya, ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang terutama mereka yang sudah masuk usia kepala 3 tak menjadikan kafe sebagai tempat melepas penat.
Alasan pertama adalah keluarga. Usia kepala 3 adalah usia saat banyak orang sudah membina hubungan keluarga.Â
Mereka akan mengutamakan keluarga mereka dalam mengisi akhir pekan atau saat liburan.Â
Terlebih, bagi mereka yang sudah memiliki anak, maka kafe bukan tujuan utama. Meski, ada juga di antara mereka yang masih memilih kafe dengan mengajak sang putra.
Tidak saja bagi mereka yang sudah berkeluarga, tetapi bagi yang masih belum berkeluarga pun kini seakan tidak lagi menjadikan kafe sebagai tujuan. Alasannya, waktu akhir pekan sering digunakan untuk bercengkrama atau merawat orang tua di rumah. Terlebih, jika ada keluarga yang sedang sakit, maka kafe bukan lagi prioritas. Ada hal yang lebih penting yang harus diutamakan.
Pun demikian dengan prioritas kebutuhan pokok. Entah kenapa, memasuki usia kepala 3, memprioritaskan kebutuhan dan menyesuaikannya dengan keinginan adalah salah satu hal yang diutamakan.Â
Sebelum nongkrong di kafe, semakin lama semakin banyak pertimbangan untuk mengalokasikan uang yang didapat dari hasil bekerja kepada kebutuhan lain. Kebutuhan makan, cicilan, baju, dan internet misalnya.
Beberapa di antaranya adalah satu porsi ayam penyet, satu porsi pizza, satu porsi steak, dan lain sebagainya. Menginjak usia kepala 3, hukum ekonomi dengan mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya akan lebih dominan daripada mengutamakan gengsi.Â
Makan satu porsi ayam akan terasa lebih lega jika dibandingkan dengan membeli satu cangkir kopi walau tak dapat tempat yang menarik atau foto yang kekinian. Kegemaran minum kopi pun bisa diganti dengan minuman kemasan atau botol.
Alasan kenyamanan menjadi alasan selanjutnya. Memasuki usia kepala 3, rasa nyaman untuk memanfaatkan waktu luang dengan bersantai kerap menjadi pilihan.Â
Dulu, di usia 20-an, rasa nyaman itu memang bisa terbayarkan dengan nongkrong di kafe sembari bercengkrama dengan teman sebaya yang cukup banyak. Sambil ditemani alunan lagu yang mengalir dan suasana yang khas, kegiatan itu akan menghasilkan emosi positif yang nyaman. Ber-haha-hihi dengan suara kencang sambil meledek satu teman dengan teman lain menjadi hal seru yang ditunggu.
Tidak hanya itu, semakin bertambahnya usia, maka ketidakinginan untuk terlibat dalam urusan yang cukup merepotkan sebelum nongkrong di kafe menjadi besar.
Beberapa diantaranya adalah keengganan ketika mencari kafe yang sesuai selera. Tidak hanya itu, kadang ketidakinginan pergi ke kafe juga berasal dari malasnya mencari tempat parkir.Â
Kegiatan booking tempat dan memillih kursi pun juga menjadi beberapa alasan. Menginjak usia kepala 3, rasanya hidup ini tidak lagi berkeinginan mencari kenikmatan sementara tetapi harus mengorbankan banyak waktu dan tenaga.
Nongkrong di kafe dengan banyak orang kini tak lagi menjadi prioritas. Yang dibutuhkan adalah duduk bersama dengan rekan sefrekuensi yang nyaman untuk melakukan curhat bersama.
Kafe bukan satu-satunya tempat yang nyaman untuk curhat. Kebisingan dan probabilitas untuk didengar oleh orang lain di sekitar adalah alasan utamanya.Â
Privasi yang tetap terjaga menjadi salah satu hal yang menjadi dasar seseorang yang sudah masuk ke usia kepala 3 memilih tempat selain kafe untuk bersantai dan bercerita.
Maka, rumah teman adalah salah satu pilihan. Nongkrong pun beralih ke rumah teman sambil ditemani makanan kesukaan. Memasak dan mengorder makanan dari ojek daring pun menjadi pilihan.Â
Memesan kopi kekinian yang kini makin marak juga jadi substitusi untuk nongkrong di rumah. Terlebih, memasuki usia kepala 3, ada saja hobi baru yang bisa ditekuni, salah satunya adalah merawat tanaman dan ikan hias.
Ada beberapa rekan yang menyulap ruangan di sekitar rumahnya menjadi taman mini. Di sana, tersedia  beberapa meja dan kursi yang bisa digunakan untuk nongkrong.Â
Kami biasanya nongkrong di sana jika akhir pekan dan tidak ingin pergi ke kafe. Kami memesan makanan dan minuman sambil bercengkrama dan membahas beban hidup yang tiada akhir.
Jika sedang ingin suasana baru, maka staycation di sebuah penginapan juga menjadi pilihan. Selain privasi yang terjaga, nongkrong juga bisa dilakukan sambil menikmati suasana di sekitar hotel yang tak terlalu ramai. Waktu yang cukup panjang bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk saling berbagi dan bercerita.
Beliau menjelaskan mengenai seni istirahat, ketika kita masih saja berkutat dengan berbagai kegiatan pada saat seharusnya sedang istirahat.Â
Bisa jadi, keengganan saya yang mulai masuk usia kepala 3 disebabkan oleh keinginan memanfaatkan waktu istirahat yang benar-benar untuk istirahat.Â
Dengan kehidupan yang semakin rumit, maka bentuk istirahat entah diam di rumah atau bercengkrama dengan keluarga dan teman di tempat lain lebih saya pilih dibandingkan dengan nongkrong di kafe.
Tidak semua orang memang yang sudah masuk usia kepala 3 merasakan hal demikian. Akan tetapi, dari cerita yang juga saya dapat dari teman, kini mereka mulai hampa ketika nongkrong di kafe.Â
Meskipun, kafe tersebut menghadirkan suasana yang spektakuler dan mendukung perbaikan feed Instagram. Bahkan, ada beberapa rekan yang berpindah ke lebih dari 2 kafe dalam suatu akhir pekan karena tidak merasakan apa yang ia inginkan. Jauh berbeda saat dulu sebelum memasuki usia kepala 3.
Lalu, bagaimana dengan Anda yang sudah memasuki usia kepala 3? Apakah merasakan hal yang sama?
PS: foto diambil sebelum pandemi