Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sibuk Melakukan Personal Branding, tapi Lupa Menjaga Integritas

30 Juli 2020   08:18 Diperbarui: 1 Agustus 2020   16:05 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Personal branding (Sumber Gambar: pixabay.com)

Selama WFH kemarin, saya sering melihat atau mendegar mengenai personal branding.

Dalam bahasa Indonesia, personal branding bisa dikatakan sebagai membangun citra diri yang digunakan untuk menggambarkan diri atau pun badan. Penggambaran yang berbeda dengan orang atau badan lain sehingga mudah dikenal oleh khalayak banyak.

Salah satu cara untuk melakukan personal branding adalah dengan melalui nama atau logo. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa sebenarnya personal branding adalah reputasi atau kesan individu. Pengalaman, kepribadian, dan keterampilan juga menjadi kombinasi dari kegiatan ini.

Dalam menilik manfaatnya, personal branding bisa digunakan untuk memperoleh kredibilitas dan kepercayaan dari orang lain. Misalkan, oh orang ini terkenal akan kemampuan menulisnya. Si C terkenal akan pertunjukan sulapnya dan seterusnya.

Akhirnya, banyak orang yang mulai melakukan personal branding lantaran adanya pemahaman bahwa kegiatan ini tidak saja bisa dilakukan oleh sebuah badan/perusahaan. 

Salah satu kegiatan untuk membangun personal branding adalah melalui jejaring sosial Linkedin yang begitu lengkap memaparkan apa yang sudah kita capai dan sederet pengalaman yang kita dapat.

Tak hanya itu, beberapa hari belakangan ini, saya sering diundang untuk menyukai laman media sosial, terutama Facebook berisi personal branding dari sesorang, entah ia blogger, desainer, toko daring, dan lain sebagainya. 

Diharapkan, dengan menyukai lamannya tersebut, saya akan melihat dengan jelas personal branding yang ditawarkan oleh mereka. Terlebih, beberapa dari mereka telah membuat logo yang cukup apik dan menarik untuk dilihat.

Tentu, ini tak menjadi masalah. Dengan senang hati saya pun melakukan apa yang mereka minta. Saya berharap disuguhi karya dari mereka. Paling tidak, ada insight baru dari karya mereka yang bisa jadi menjadi sumber inspirasi saya dalam menulis. 

Terlebih lagi, jika mereka konsisten dengan apa yang akan mereka tawarkan, maka dengan senang hati laman media sosial yang mereka buat akan saya bagikan juga kepada orang lain untuk bisa juga menyukai laman tersebut. Apa salahnya kan berbagi kebaikan?

Nyatanya, itu tidak semulus yang saya bayangkan. Ketika saya mengikuti laman mereka, beberapa di antaranya memang sangat konsisten menawarkan apa yang menjadi jualannya. Namun, ada juga yang kosong melompong dan tidak ada yang bisa saya dapatkan dari laman tersebut. Beberapa di antaranya juga tampak hanya mengutak-atik logo tanpa banyak hal lain yang saya dapatkan.

Mulanya, hanya beberapa laman saja yang saya ikuti melakukan demikian. Lama-lama, kok makin banyak saja ya yang melakukan hal serupa. Akhirnya saya bertanya, apa semacam ini yang disebut dengan personal branding? Jangan-jangan, membuat fanpage di sebuah laman adalah sebuah fenomena ikut-ikutan saja dan tak banyak yang tahu kewajiban dan tanggung jawab untuk merawatnya. Kalau begini, rasanya sayang ya.

Tak hanya dalam bentuk pembuatan laman media sosial, kadang personal branding juga kerap saya temui dari mereka yang suka ikut satu perkumpulan dan perkumpulan lain. 

Dengan banyaknya perkumpulan yang mereka ikuti, bisa jadi akan timbul personal branding lantaran dianggap mewakili dari kumpulan tersebut. Tak jarang, ia juga menjadi pengurus dari perkumpulan tersebut.

Ilustrasi (Sumber: www.bernas.id)
Ilustrasi (Sumber: www.bernas.id)
Model seperti amat banyak terlebih bagi mereka yang akan atau sedang berkecimpung di dunia politik. Semakin banyak personal branding yang dibuat, maka akan semakin baik. 

Nyatanya, kadang mereka lupa akan sebuah hal yang bisa menjadi inti dari personal branding tersebut. Apalagi kalau bukan integritas yang masuk dalam salah satu syarat personal branding, yakni kepribadian.

Dalam pengertian KBBI, intregritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan atau kejujuran. Artinya, seberapa komitmen kita untuk melakukan kewajiban yang kita dapatkan agar kewibawaan itu tetap terjaga.

Membangun personal branding tak akan bisa lepas dari integritas. Jika integritas kita baik, maka tanpa banyak cara untuk melakukan personal branding pun ia akan menjadi pribadi unik yang dicari dan dibutuhkan. Bukan sekadar personal branding yang oportunis.

Hanya berkutat pada usaha bagaimana membangun diri agar terlihat "wah" tetapi tidak punya intergitas. Gampangnya, hanya mencari keuntungan materi tanpa memikirkan jauh dampak apa yang akan terjadi bagi dirinya jika banyak orang yang sudah tahu bahwa ia tak berintegritas.

Contohnya, saya kerap pula melihat orang yang suka berpindah dari suatu perkumpulan ke perkumpulan lain. Sibuk membangun diri dan berpromosi bahwa ia mampu melakukan aneka pekerjaan atau tugas yang sesusai dengan perkumpulan tersebut.

Nyatanya, ketika ada sebuah pekerjaan atau proyek yang diberikan padanya, ia tak mampu melaksanakannya dengan baik. Entah kualitasnya yang kurang atau waktu pengerjaan yang tidak bisa sesuai target yang dicapai.

Makanya, seringkali kita -- termasuk saya -- mudah tertipu dengan personal branding yang dibuat oleh seseorang. Mereka memang pandai menerapkan kemampuan personal brandingnya entah dengan komunikasi yang menawan atau yang lain, tetapi tak ada niatan sedikit pun untuk menjunjung integritas. 

Kadang, jika tanggung jawab itu tak banyak memberikan materi, mereka akan dengan semangat membangun personal branding dan menawarkan diri. Tetapi, jika tidak, maka jangan harap mereka peduli untuk sekadar bersuara.

Lantaran cukup sering saya menjumpai tipe seperti ini, maka saya sudah tidak kaget lagi. Dalam praktik bisnis yang saya jalankan, saya juga kerap menemui calon tutor yang kerap membangun personal brandingnya dengan kuat. Tetapi, saat mereka menjalankan kewajibannya, seringkali mereka tidak bisa memenuhi kewajiban tersebut dengan baik. Semisal, datang ke tempat les terlambat atau belum menyiapkan materi pembelajaran yang seharusnya jadi kewajiban mereka sebelum mengajar.

Bagi orang atau pihak yang memanfaatkan personal branding dari sesorang/badan, maka kerugiannya jelas banyak. Entah materi, waktu, tenaga, dan lain sebagainya. Tetapi yang pasti adalah kerugian secara moril atau kejiwaan dengan ketidakinginan untuk bekerja sama dengan orang tersebut. 

Saya sampai pernah lho tidak mau jika ada satu grup atau kumpulan dengan seseorang yang benar-benar sibuk membangun personal branding tetapi alpa dengan kewajibannya. Rasanya kok malas.

Jadi, daripada sibuk membangun personal branding dengan segala tetek bengeknya yang menguras energi, lebih baik melakukannya secara beriringan dengan integritas yang kita miliki. 

Kita lakukan apa yang orang lain tidak tahu yang bisa menambah integritas dan kemampuan kita. Sebisa mungkin, kita tak seperti buah kedondong, dari luar terlihat menawan, tetapi dalamnya hmmmm.

Mohon maaf jika ada kesalahan. Salam.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun