Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Lorong Waktu Akulturasi Dua Masjid Kuno di Kota Semarang

30 April 2020   03:00 Diperbarui: 30 April 2020   14:16 1231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Menara Layur dari arah Jalan Kakap Semarang. - Dokumen Pribadi

Saya sempat ragu saat menuju ke penginapan yang saya tuju di kawasan Layur Semarang. Bukan pepesan kosong, baru berjalan masuk beberapa meter dari Jalan Kakap yang menjadi lokasi penginapan saya, suasana jadul langsung terasa.

Lebih tepatnya, saya seakan memasuki lorong waktu dengan mendapati aneka bangunan kuno yang kumuh dan tak terawat. Meski penginapan yang saya gunakan menempati bangunan baru, entah mengapa, suasana jadul benar-benar langsung menusuk di hati.

Termasuk, saat menemukan sebuah masjid yang berada beberapa meter dari penginapan. Awalnya, saya tak menyadari ada masjid di sana karena bangunan itu mirip sekali dengan musala. 

Namun, kala mata saya menangkap sebuah menara mercusuar dengan kubah masjid di atasnya, saya pun semakin yakin bahwa rumah Allah itu berdiri megah.

Sebuah rumah kono yang masih banyak berdiri di daerah Layur Semarang. Beberapa diantaranya mengalami penurunan tanah. Dokumen Pribadi
Sebuah rumah kono yang masih banyak berdiri di daerah Layur Semarang. Beberapa diantaranya mengalami penurunan tanah. Dokumen Pribadi
Sayang, saya tak melakukan satu pun salat berjamaah di sana. Alasannya, di dalam penginapan sudah ada musala dan rekan jamaah. 

Teriknya mentari yang menerpa membuat tubuh ingin bergegas untuk mencari mesin pendingin di penginapan. Meski begitu, saya tertarik sejenak mengulik masjid yang bernama Masjid Menara Layur tersebut.

Pintu masjid yang hampir selalu tertutup ternyata membuat saya terperangah. Masjid ini mulanya memiliki pintu di bagian Kali Semarang yang berada di balik jalan kampung tempat saya berdiri. 

Pintu itu kini sudah ditutup. Warna hijau muda yang menyala membuat bangunan masjid ini amat dikenali bahkan dari arah Halte Trans Semarang Layur, tempat saya sering naik turun Trans Jateng dan Trans Semarang.

Masjid Menara Layur diapit bangunan kuno yang tak terawat. Tampak menara masjid yang aslinya merupakan sebuah mercusuar. Dokumen Pribadi
Masjid Menara Layur diapit bangunan kuno yang tak terawat. Tampak menara masjid yang aslinya merupakan sebuah mercusuar. Dokumen Pribadi
Perpaduan gaya Melayu, Arab, dan Jawa tampak menghiasi ornamen dinding masjid tersebut. Ternyata, masjid ini sudah dibangun sejak tahun 1800an oleh para saudagar Arab yang berasal dari Yaman.

Pantas saja, saya menemukan beberapa orang Arab yang berjualan kain di sekitar rel kereta menuju arah Stasiun Semarang Tawang. Uniknya, kampung tempat masjid ini berdiri yang juga tempat penginapan saya malah disebut Kampung Melayu.

Menara yang digunakan masjid ternyata dulunya memang sebuah mercusuar untuk mengawasi kapal-kapal yang berlabuh di Kali Semarang. Kini, menara itu tentu digunakan untuk pengeras suara azan yang terdengar hingga ke penginapan saya.

Belum puas mencari jejak peradaban islam di kawasan pesisir Semarang, saya pun berjalan-jalan ke kawasan Kota Lama Semarang yang kini penuh dengan para pelancong. Saya langsung menuju ke sebuah masjid yang menurut catatan sejarah juga tidak lepas dari perkembangan perdagangan Semarang.

Masjid tersebut adalah Masjid Agung Pekojan Semarang. Entah kebetulan atau tidak, warna hijau masjid ini mirip dengan warna Masjid Menara Layur.

Hanya saja, dominasi warna kuning Masjid Pekojan yang membedakannya. Saya datang tepat saat Salat Asar berlangsung. Selepas menunaikan salah satu salat wajib tersebut, saya pun berkeliling sebentar.

Para pekerja di daerah Petorongan baru saja menunaikan salat asar. Masjid Jami Pekojan ini diapit oleh aneka pertokoan. Sejak dulu, wilayah ini memang dikenal sebagai pusat perdagangan Kota Semarang yang banyak didatangi pedagang dari Gujarat, India. Dokumen Pribadi
Para pekerja di daerah Petorongan baru saja menunaikan salat asar. Masjid Jami Pekojan ini diapit oleh aneka pertokoan. Sejak dulu, wilayah ini memang dikenal sebagai pusat perdagangan Kota Semarang yang banyak didatangi pedagang dari Gujarat, India. Dokumen Pribadi
Suasana teduh saya rasakan dibandingkan saat berjalan di daerah Kotalama yang lain. Keteduhan ini disebabkan adanya pohon bidara yang tumbuh di halaman depan masjid ini. 

Konon, pohon yang biasa digunakan untuk mengusir jin dalam tubuh manusia ini berasal dari Gujarat. Beberapa buah bidara yang jatuh ke tanah menjadi pemandangan unik saat berada di masjid tersebut.

Ornamen bulan sabit yang berada di atas mihrab imam menjadi keunikan khas masjid ini. Arsitektur masjid yang masih memertahankan aslinya membuat siapa saja betah lama-lama berada di sana.

Salah satunya adalah bentuk kipas sederhana yang terukir pada daun pintu dari kayu jati. Ada pula jendela kecil dengan kaca berbentuk bunga yang masih terawat baik. Langit-langit yang terbuat dari kayu juga membuat masjid ini terlihat lebih lapang walau sebenarnya luasnya cukup sempit.

Pintu dari kayu jati dengan ukiran bunga yang menjadi khas masjid ini. Dokumen Pribadi
Pintu dari kayu jati dengan ukiran bunga yang menjadi khas masjid ini. Dokumen Pribadi
Langit-langit yang terbuat dari kayu menambah kesan luas meski masjid ini terbilang sempit. Ornamen bulan sabit khas Gujarat membuat jamaah betah untuk beribadah atau melakukan itikaf. Dokumen Pribadi
Langit-langit yang terbuat dari kayu menambah kesan luas meski masjid ini terbilang sempit. Ornamen bulan sabit khas Gujarat membuat jamaah betah untuk beribadah atau melakukan itikaf. Dokumen Pribadi
Jejak sejarah yang terukir di masjid ini adalah adanya kompleks makam yang berada di dekat pintu masuk masjid. Makam-makam tersebut adalah makam pedagang dari Gujarat India dan sebuah makam utama yakni makam Syarifah Fatimah. 

Sosok Syarifah Fatimah ini dikenal sebagai sosok yang suka menyembuhkan orang. Bisa jadi, keberadaan pohon bidara yang dikenal menyembuhkan berbagai macam penyakit masih berhubungan dengan keberadaan sosok ini.

Yang jelas, masjid ini menjadi salah satu masjid yang bersejarah dan terawat hingga kini. Juga menjadi bukti nyata dari pelajaran sejarah yang saya pelajari dulu bahwa penyebaran agama Islam dilakukan oleh pedagang dari Gujarat.

Makam yang berjejer di halaman samping masjid. Makam ini kebanyakan adalah makam pedagang dari Gujarat. Sebagian makam dipindahkan ke makam Bergota yang berada di sebelah selatan Kota Semarang. Dokumen Pribadi
Makam yang berjejer di halaman samping masjid. Makam ini kebanyakan adalah makam pedagang dari Gujarat. Sebagian makam dipindahkan ke makam Bergota yang berada di sebelah selatan Kota Semarang. Dokumen Pribadi

Sayangnya, kedua masjid tersebut tidak banyak dikunjungi oleh wisatawan. Atau memang, tidak menjadi tujuan pelancong yang datang ke kota pesisir ini. Padahal, kedua masjid ini dulu sering digunakan sebagai tempat propaganda dan menyusun perjuangan melawan penjajah Belanda.

Keduanya juga menjadi bukti bahwa sejak dulu kala, interaksi budaya di Kota Semarang sudah terjalin harmonis. Kedua masjid ini juga memberikan pelajaran berharga mengenai makna solidaritas yang terbangun antar ras terutama pada masa-masa sulit.

Menara masjid Jami Pekojan juga tamoak khas dengan bentuk seperti balok. sempurna. Pohon bidara menjadi teman menara yang menjulang tersebut. Dokumen Pribadi
Menara masjid Jami Pekojan juga tamoak khas dengan bentuk seperti balok. sempurna. Pohon bidara menjadi teman menara yang menjulang tersebut. Dokumen Pribadi
Sebuah ironi jika keberadaan dua masjid ini terlupakan. Masjid kecil tapi kaya akan nilai sejarah dan akulturasi budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun