Dan yang membuat saya kaget, alun-alun tersebut tampak kumuh. Sampah berceceran di mana-mana. Bau pesing sangat menyengat bahkan untuk sekadar duduk-duduk pun rasanya saya enggan melakukannya. Alun-alun di kota lain pun bisa jadi juga kotor tapi masih ada tempat untuk sejenak menikmati suasana. Namun, saya tak mendapatkan fasilitas itu dengan baik di sini.
Di dalam peta tersebut, sebenarnya termuat cukup banyak tempat wisata, baik alam maupun sejarah budaya. Â Ada makam Ki Ageng Sutawijaya dan tentunya bekas keraton Kartasura di Kecamatan Kartasura.Â
Oh ya, saya dulu pernah berpikir kalau Kartasura itu kota sendiri. Ternyata, daerah ini masih masuk wilayah Kabupaten Sukoharjo meski keramaiannya cukup siginfikan. Papan tersebut terlihat miris lantaran sepetinya tidak pernah mendapat perhatian. Padahal, potensi wisata di daerah ini sangatlah besar.
Tak jauh dari papan infromasi tadi, akhirnya kami menemukan tulisan ikon alun-alun ini. Berwarna merah dan berlambang Kabupaten Sukoharjo, satu dua jepretan pun kami ambil. Kami sengaja tidak memperlihatkan kondisi alun-alun agar kenangan indahlah yang bisa kami bagi di Instagram. Memang, agar tampilan foto lebih cantik layaknya di alun-alun lain, kami seharusnya mengambilnya dari sisi tengah alun-alun yang hijau dengan rumput. Namun, lantaran sisi tersebut nampak gersang dan penuh dengan mainan pasar malam, ya apa boleh buat.
Selepas menambil foto, kami semakin lapar dan jam keberangkatan kereta api Batara Kresna telah kian dekat. Akhirnya, saya memutuskan kembali lagi ke stasiun karena di alun-alun ini memang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ya, hanya satu dua orang saja yang berlalu lalang.
Alun-alun sebagai tempat bagi warga kota untuk melangsungkan kehidupannya. Bagi para tamu seperti saya, alun-alun menjadi etalase sebuah kota untuk dijadikan patokan apakah kota itu layak dikunjungi atau tidak. Meski, apa yang saya harapkan tidak bisa saya dapatkan di Alun-alun Sukoharjo ini.
Kami pun akhirnya menemukan warung kecil di dekat stasiun dengan menu nasi kucing seharga 1.500 rupiah. Tak apalah untuk sekadar mengganjal perut dan menunggu kedatangan kereta.Â