Tak lama kemudian, ia mengeluarkan sepasang sepatu yang tak asing bagiku.
"Itu sepatuku. Dari mana kau mendapatkannya?" aku bertanya dan segera meraih sepatuku.
Ia hanya tersenyum dan tak menjawab. Sepatu itu segera berpindah ke tanganku.
Lalu ia bercerita, berkat menemukan sepatu itu, kini ia punya proyek besar. Ia menyebutnya proyek untuk membuat istana baru. Istana ini nantinya bisa aku gunakan juga untuk bermain.
"Di mana istana itu?" tanyaku.
Ia menjawab ya di sini. Aku tak percaya. Di mana?
Mana mungkin warung kecil ini bisa menjadi istana?
Ia segera tahu akan keraguanku. Lantas, ia mengajakku ke bagian belakang warung itu dan menunjukkan hasil kerja kerasnya.
Aku takjub. Di sana, ada sebuah mainan kapal-kapalan yang terbuat dari kayu. Ada pula sebuah mainan kuda, sebuah kolam pemancingan kecil, dan beberapa patung. Dulu, ketika warung ini masih buka, yang kuingat di bagian belakang itu hanyalah pekarangan kosong yang sering digunakan untuk tempat kencing beberapa pembeli. Aku sempat bertanya kepada ibuku apa begitu cara orang dewasa saat buang air kecil.
Aku mau mencoba mainan-mainan itu. Tapi, ini sudah mulai sore. Ibu pasti mencariku dan aku harus segera pulang untuk bersiap berbuka puasa.
Aku lantas pergi. Ia hanya menatapku dan melambaikan tangannya yang nampak keriput. Tiba-tiba, aku ingin kembali ke tempat itu lagi.
***