Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mempelajari Arti Keberkahan Hidup di Makam Kyai Kholil Bangkalan

26 Juni 2018   19:28 Diperbarui: 27 Juni 2018   04:43 3180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selepas beranjak dari tempat duduk ritual saya berziarah, saya lantas menuju pintu keluar. Namun, pandangan saya sedikit teralih dengan kerumunan di dekat pintu keluar tersebut. Ternyata, kerumunan itu adalah para peziarah yang membeli air sumber dari masjid ini. Air sumber yang dikemas dengan botol kecil dan besar ini menjadi salah satu favorit oleh-oleh ketika mengunjungi masjid ini.

Dokpri
Dokpri
Para peziarah membeli air mineral sumber dari masjid. - Dokumen Pribadi.
Para peziarah membeli air mineral sumber dari masjid. - Dokumen Pribadi.
Karena tertarik, saya membeli satu botol kecil seharga 3000 rupiah. Benar saja, baru saja saya membeli satu buah botol air mineral dengan merk Martajasah, kerongkongan saya memberi sinyal agar segera dialiri air. Maka, selepas keluar dari pintu masjid beberapa tegukan pun membasahi kerongkongan saya. 

Tak berapa lama, beberapa keluarga saya mencoba air yang baru saya beli. Ajaib, air di dalam botol kecil itu cukup untuk minum beberapa anggota keluarga saya yang kehausan. Padahal, saya berniat masuk kembali ke masjid untuk membeli beberapa botol lagi. Mungkin, inilah sedikit karomah dari Kyai Kholil yang saya rasakan. Entah kebetulan atau tidak, tapi kok saya merasakan sebuah hal kecil namun memberikan manfaat besar.

Air Martasajah seharga 3000 rupiah. - Dokumen Pribadi.
Air Martasajah seharga 3000 rupiah. - Dokumen Pribadi.
Tur kali ini diakhiri wisata belanja di pasar oleh-oleh yang tak jauh dari masjid. Keluarga besar saya segera menyerbu penjual pisau dan aneka benda tajam lain lantaran tergiur cerita bahwa di tempat ini harga kebutuhan benda tajam itu cukup murah. Benar saja, menurut penuturan ibu saya, harga benda tajam di sana memiliki selisih sekitar 1000 hingga 3000 rupiah tiap buahnya jika dibandingkan di daerah saya.

Selain pisau dapur, para penjual benda tajam ini juga menjual celurit, pisau lipat, keris, hingga pedang samurai dengan harga bervariasi. Bahkan, mereka juga menjual gantungan kunci berbentuk celurit. Saya sungguh takjub dengan ikon celurit yang benar-benar terpatri dalam masyarakat Madura. Meski terdengar seram, namun inilah khazanah budaya masyarakat Madura sejak dahulu kala.  

Pedagang camilan seperti kerupuk udang dan sale pisang juga memenuhi area pasar itu. Suasana pasar semakin heboh saya terus mendengar suara pedagang jamu khas Madura yang secara frontal menjajakan dagangannya melalui loudspeaker.

Penjual benda tajam. - Dokumen Pribadi.
Penjual benda tajam. - Dokumen Pribadi.
Sayang, pasar oleh-oleh ini menempati tempat yang kurang representatif. Selain tak ada penutup semacam terpal seperti pada pasar oleh-oleh di tempat ziarah yang sering saya kunjungi, ada masalah serius yang harus dibenahi. Minimnya tempat sampah membuat banyak sampah plastik tercecer di sekitar pasar tersebut. 

Bau tak sedap pun menyeruak ke hidung. Belum lagi, saya melihat beberapa pedagang sate ayam yang cuek mengipas barangh dagangannya di tempat itu. Kalau saja masalah kebersihan ini bisa ditata, saya ingin mencicipi kuliner khas Madura itu. Maklum, saya cukup rewel dengan masalah kebersihan.

Ceceran sampah di pasar dan parkiran. - Dokumen Pribadi.
Ceceran sampah di pasar dan parkiran. - Dokumen Pribadi.
Meski begitu, saya menemukan satu sisi positif dari tempat ziarah ini. Yakni, saya tak menemukan satupun pengemis, baik di sekitar makam maupun di pasar oleh-oleh. 

Sesuatu hal yang sangat langka ketika berziarah ke makam wali/ulama. Saat saya biasanya menemukan pengemis yang seakan melakukan paduan suara untuk meminta derma. Tak ada alasan pasti mengapa saya tak menemukan pengemis. Yang jelas, mental orang-orang yang rela bekerja keras dengan kondisi apapun yang penting halal haruslah diapresiasi.

Salah satu pedagang yang tak kenal lelah menjajakan dagangannya. Yang penting, tak ngemis. - Dokumen Pribadi
Salah satu pedagang yang tak kenal lelah menjajakan dagangannya. Yang penting, tak ngemis. - Dokumen Pribadi
Di balik semua itu, ketika memandang kembali masjid megah namun sederhana ini membuat saya kembali memaknai pelajaran-pelajaran penting dari sang kyai dan murid-muridnya. Bagaimana menjalani kehidupan keras dengan ikhlas dan kesederhanaan untuk mendapat keberkahan hidup. Keberkahan yang akan semakin paripurna jika terselip rasa syukur dan kebermanfaatan hidup bagi sesama. Terimakasih kyai atas ajaran-ajarannya.

 

 Sumber bacaan : (1)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun