Mau makan Nasi Gudeg, Jogja
Bukan berarti harus ke Jogja
Cukup ada di sini
Dekat kita sendiri
Kita tinggal menikmati
Baik, saya mengaku sudah tua. Lagu milik Enno Lerian bertajuk "Semua Ada di Sini" seperti penggalan lirik di atas masih saya hafal di luar kepala. Lagu yang begitu terngiang hingga sekarang. Bagaimana tak akan terngiang? Lha saya tinggal di negara yang kaya akan kuliner dan rempah.
Saking kayanya, saya jadi bangga kalau mengunggah makanan yang akan saya makan di jejaring sosial. Bukan, bukan untuk pamer kalau saya punya uang banyak. Tapi, saya sering secara halus berpromosi kepada rekan-rekan yang berbeda kewarganegaraan di ujung dunia sana. Berondongan pertanyaan seputar makanan "aneh" apalagi yang saya makan sering datang bertubi-tubi.
Meskipun menurut mereka aneh, saya memposting makanan Indonesia dengan pose menyantap yang lahap. Nikmatnya sensasi lahapan demi lahapan membuat mereka penasaran, bagaimana rasanya kuliner Indonesia yang bermacam-macam. Apalagi, kalau saya bisa mengunggah beberapa macam makanan dalam sehari, maka dipastikan pertanyaan bertubi-tubi itu akan muncul.
Pagi pamer Bubur Ayam Bandung, siang pamer Nasi Padang, dan malamnya pamer Lontong Balap Surabaya. Sungguh, karunia Tuhan yang luar biasa di negeri yang keberagamannya tinggi ini.
Namun, tak setiap hari saya bisa menyantap dan memamerkan aneka kuliner khas Indonesia dari berbagai daerah. Selain tak ada waktu untuk membeli makanan tersebut, tak banyak penjual makanan khas berbagai daerah yang saya tahu persis lokasinya di sekitar saya.
Kalaupun paham dengan lokasinya, jarak yang memisahkan membuat ikatan batin untuk segera menghampiri mereka menjadi pupus. Kalau sudah begini, saya harus puasa pamer makanan dulu kepada rekan-rekan mancanegara.
Padahal, jika saya lama tak menyantap masakan dari berbagai daerah, rasanya lidah saya ingin berteriak kencang. Sekencang perut saya yang juga ingin meronta dan hanya bisa memastikan apakah akan terisi oleh aneka makanan khas nusantara tersebut. Otak saya menjadi kangen dengan cita rasa khas kuliner nusantara tiap daerah.
Masakan dari Padang yang terkenal pedas dan gurih dengan cabai merah dan kunyit yang menjuntai seakan melambaikan tangannya. Masakan betawi dengan dominasi jahe, lengkuas, salam dan serai yang khas seakan memanggil saya. Untuk segera menghampiri mereka dan tak sungkan menyantap hingga habis. Masakan dari daerah lain pun juga tak kalah ganas memanggil nama saya meski jarak yang begitu jauh memisahkan kami.
Puji syukur, bangsa kita yang kaya akan kuliner nusantara telah mempunyai aplikasi karya anak bangsa, GO-JEK. Aplikasi ini sungguh membantu saya dan masyarakat Indonesia lainnya dalam memenuhi keinginan untuk tetap menyantap makanan khas nusantara. Kalau dulu saya selalu kesulitan mencari di manakah gerangan saya bisa menemukan aneka kuliner nusantara, kini saya bisa bernafas lega.
Tak perlu lagi menerawang dan mengira-ira letak penjual makanan khas nusantara di sekitar saya. Badai, angin kencang, panas terik juga bukan lagi alasan untuk tidak mendapatkan itu semua. Dengan GO-FOOD, salah satu layanan GO-JEK, maka makna lagu milik Enno Lerian bukan hanya utopia semata.
Saya bisa memilih restoran yang memuat aneka kuliner nusantara dengan cepat. Memutuskan makanan mana yang saya beli, membandingkan harga, hingga memilih menu sesuai lidah saya. GO-FOOD juga merekomendasikan kuliner yang banyak dipilih orang-orang di kota saya. Artinya, saya dimudahkan untuk memilih restoran yang menjual kuliner nusantara dengan cita rasa ciamik. Yang saya suka, GO-FOOD malah memberi rekomendasi utama berupa restoran-restoran yang bebas biaya antar dengan cara pembayaran GO-PAY. Suatu kemudahan dan kenikmatan tiada tara.
Oh ya, di suatu akhir pekan yang cerah, tetiba saya teringat belum memainkan Go-POIN yang saya dapat. Saking banyaknya, saya sampai pernah belum memainkan hingga 20 kali pemutaran koin. Dan setelah berharap-harap cemas, saya mendapat poin dengan cukup banyak. Ketika saya lihat reward apa yang bisa saya dapat, betapa terkejutnya hati saya.
Saya mendapat durian runtuh berupa sebuah reward voucher senilai 50.000 rupiah untuk bisa digunakan berbelanja makanan di GO-FOOD. Refleks, saya segera mencari apa yang bisa saya lahap di sore yang tak akan terlupakan itu. Akhirnya, saya memilih Mie Setan, salah satu makanan khas Malang yang sedang naik daun.
Saya bisa pesan 4 porsi Mie Setan dan Bakso Udang Goreng sekaligus untuk keluarga saya. Ibu saya yang tak memasak senja itu, tak perlu repot lagi untuk memikirkan santapan apa yang bisa kami makan.
Dari tampilan memang terlihat aneh, tapi jangan salah soal rasanya. Gurihnya petis akan bercampur dengan segarnya kuah bakso yang mantap. Menyantap hidangan ini selagi panas adalah pilihan utama. Tak perlu risau menunggu giliran antre, tinggal pencet ponsel pintar, gunakan GO-FOOD untuk pembelian, maka kita bisa makan dengan kenyang.
Eksistensi GO-FOOD semacam ini membuat makanan yang belum dikenal oleh banyak kalangan luas bisa lebih dikenal lagi. Pelaku UMKM yang telah mendaftarkan gerainya juga terbantu dengan promosi semacam ini. Tapi yang menjadi poin penting adalah warisan kuliner nusantara yang telah ada sejak zaman nusantara tak ikut terkikis oleh ekspansi makanan dari luar negeri yang tak kalah gencar.
GO-FOOD juga menjadi penyelamat warisan luhur ini agar tetap bisa dinikmati masyarakat Indonesia dengan murah dan mudah. Melalui Festival Kuliner Nusantara yang diselenggarakan GO-FOOD, usaha penyelamatan warisan ini tak sekedar retorika belaka.